Mohon tunggu...
oon ma'mun
oon ma'mun Mohon Tunggu... -

berangkat dari yang ada, tidak mengada-ada, dan bukan apa adanya. manusia yang lemah dan bodoh namun sok kuat dan sok pintar. manusia yang selalu berharap mendapatkan hidayah dan ampunan dari Allah namun malas beribadah kepada-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Unsur Tauhid dalam Makan

16 Mei 2013   16:35 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:28 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Doa Allahumma baarik lanaa fii maa razaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar, itu doa yang simpel tetapi memiliki kandungan yang luar biasa. Mengapa? Karena untuk menepis barang-barang yang diketahui atau tidak diketahui, terutama barang yang haram, dan al-khabaaits (dari doa masuk WC,”Allahumma innii a’uuzhu bika min al-khubutsi wa al-khabaa-its). Karena doa-doa ini, sekalipun dibaca di tempat dan waktu yang berbeda, namun masih memiliki kaitan.

Para sesepuh kita dahulu kalau makan itu memakai pakaian yang bagus, rapi,wangi, ceritanya yang baik-baik, kalau ada tamu ceritanya yang menyemangati tamu agar tamu tidak rikuh dan nikmat makan. Hal itu karena beliau-beliau makan sambil menghormati pemberi rezeki, bismillah bin niyah hormat kepada pemberi rizki, sehingga kalau ada nasi yang jatuh sekalipun sebiji (seupa)itu diambil, karena untuk hormat kepada yang menciptakan dan pemberi rezeki, serta ingat bahwa yang ikut andil dari sebutir nasi itu banyak, dari mulai petani, air, tanah, sinar matahari, penjual, dan lain-lain. Dan ini masuk dalam doa Allahumma baarik lanaa fiimaa razaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar.

Kalau dalam nasi saja yang andil banyak, apalagi bangsa dan Negara ini? Apalagi penyebaran Agama Islam ini? Apa penyebaran Agama hanya andil satu kiai? Apa kemerdekaan hanya andil satu atau dua orang?

Para auliya’, makannya beliau-beliau saja itu ibadah, karena di dalam makan menyadari ketauhidan Allah, pasrah, ketika makanan masuk maka sadar dan pasrah, karena tanpa campur tangan kuasa Allah, makanan itu tidak bisa masuk ditelan, tidak bisa dicerna menjadi darah, dan lain-lain. Di sinilah unsur tauhid dalam makan. Sehingga tidak ada yang merasa bisa disombongkan.

Kalau kita makan kita niati untuk ibadah, maka tubuh ini bisa merasa berat untuk bermaksiat.

Mengapa kok dalam doa ada wa qinaa ‘adzaaban naar? Wa qinaa ‘adzaaban naar ini tidak hanya untuk konteks akhirat. Karena belum tentu yang dimakan adalah halal, meskipun secara syari’ah halal. Dan waqinaa ‘adzaaban naar ini kemudian dijawab dalam doa masuk kamar mandi atau WC dan doa setelah buang air. Wallahu a’lam.

Disarikan dari pengajian Maulana Habib Luthfi bin Yahya pada 30 Juli 2012.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun