Mohon tunggu...
oon ma'mun
oon ma'mun Mohon Tunggu... -

berangkat dari yang ada, tidak mengada-ada, dan bukan apa adanya. manusia yang lemah dan bodoh namun sok kuat dan sok pintar. manusia yang selalu berharap mendapatkan hidayah dan ampunan dari Allah namun malas beribadah kepada-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bulan Ramadlan: Momen Kemerdekaan dari Hawa Nafsu?

6 Juli 2013   15:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:55 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Segala puji hanya milik Allah Ta’ala yang telah menjadikan bulan Ramadlan sebagai bulan yang penuh berkah dan tuannya para bulan. Semoga kita semua diberi kekuatan untuk benar-benar memanfaatkan bulan Ramadlan dengan semaksimal mungkin untuk beribadah kepada Allah.

Sebagian ahli hikmah mendasarkan pendapatnya mengenai alasan mengapa bulan Ramadlan menjadi bulan yang teristimewa daripada bulan-bulan yang lainnya berdasarkan ‘ibrah dari kisah Nabi Yusuf AS.

Nabi Ya’qub AS. memiliki 12 putra. Diantara 12 putra beliau itu, ada satu yang paling bagus rupa dan fisiknya, dan paling mulia akhlaqnya, yaitu Yusuf. Sehingga Nabi Ya’qub lebih mencintai Yusuf daripada saudara-saudaranya. Hal tersebut membuat saudara-saudara Yusuf iri kepada Yusuf. Dengan dipengaruhi rasa iri tersebut, mereka melakukan rencana buruk dengan membuang Yusuf di sumur.

Semenjak dibuang ke dalam sumur, hidup Yusuf menderita. Yusuf dijadikan budak, bahkan pernah dijebloskan ke dalam penjara. Akan tetapi, karena kesabaran beliau dalam menghadapi semua cobaan itu, beliau bisa mengatasi semua itu dan kemudian beliau menjadi pejabat di Mesir.

Sebagian ahli hikmah mengatakan, bahwa jumlah anak Nabi Ya’qub yang 12 itu ibarat bulan-bulan dalam setahun, dan Nabi Yusuf itu ibarat bulan Ramadlan. Karena, disamping wajahnya yang paling tapan diantara saudara-saudaranya, juga akhlaknya yang paling mulia diantara saudara-saudaranya yang lain, serta kehidupan Nabi Yusuf AS. yang penuh dengan cobaan dan kemudian setelah menghadapi cobaan itu beliau memperoleh kenikmatan, kemuliaan, inna ma’a al-‘usri yusran.

Bulan Ramadlan adalah bulan termulia di banding bulan-bulan yang lain. Dan di malam dalam bulan termulia ini pun terdapat malam termulia dibanding malam-malam yang lain, yaitu lailatul qadr. Al Quran diturunkan pertama kali pada bulan Ramadlan. Dan dalam konteks Indonesia, Negara Indonesia membacakan teks proklamasi kemerdekaan pun pada bulan Ramadlan.

Ramadlan adalah bulan yang sangat tampan seperti tampannya Nabi Yusuf sehingga banyak umat dari Nabi-nabi terdahulu ingin merasakan kenikmatan “duduk dan beramah tamah” bersama bulan Ramadlan. Para kekasih Tuhan pun begitu bergembira dan tak sabar jika Ramadlan mulai mendekat, ingin rasanya segera bertemu dan menumpahkan segala rasa rindu yang membuncah di hati. Para kekasih Tuhan pun menangis jika Ramadlan akan pergi, bagi para kekasih Tuhan yang bijak bestari ingin setiap hari memandang wajah tampan Ramadlan, sehingga hati menjadi sedih dan gundah jika sang wajah tampan rupawan itu pergi meninggalkan beliau-beliau.

Ramadlan adalah akhlak mulia. Tiada Ramadlan tanpa akhlak mulia. Karena di dalam Ramadlan kita benar-benar digembleng untuk menjadi manusia yang berhati dan berakhlak mulia yang jauh dari rasa benci, jauh dari rasa dendam, jauh dari rasa iri hati dan dengki, jauh dari rasa sombong, jauh dari perkataan-perkataan yang tak berguna, dan lain-lain.

Ramadlan tidak berkata-kata. Namun Ramadlan langsung mengajak kita mengerjakan, praktek, uswatun chasanah (teladan yang baik), bukan mau’izhah chasanah.

Ramadlan mengajari kita praktek berlatih menjadi manusia yang disiplin, praktek menjadi manusia yang sabar, praktek menjadi manusia yang bertutur kata halus dan tidak menyakitkan hati, praktek menjadi manusia yang rendah hati, praktek menjadi manusia yang peduli, memiliki empati dan simpati, praktek menjadi manusia yang pandai bersyukur, baik itu kepada Allah maupun makhluk-Nya, praktek menjadi manusia yang bermanfaat bagi makhluk lainnya, praktek menjadi manusia yang berjuang di jalan Allah, dan praktek-praktek menjadi manusia yang diridlai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Buah dari semua itu adalah kita menjadi tuan, raja, pejabat sebagaimana halnya Nabi Yusuf AS. yang menjadi pejabat setelah menghadapi semua cobaan yang begitu berliku dan terjal. Apakah pejabat yang dimaksud adalah kita menjadi kepala desa, bupati, gubernur, presiden, atau pejabat negara? Tentu saja tidak.

Yang dimaksud adalah hati kita yang penuh dengan cahaya iman menjadi tuan bagi hawa nafsu kita sehingga kita pun menjadi tuan bagi mata kita, mulut kita, telinga kita, tangan kita, kaki kita, dan seluruh organ tubuh kita. Kita tidak lagi menjadi budak hawa nafsu kita. Kita tidak lagi menuruti ajakan dan perintah hawa nafsu kita. Namun, kita yang memperbudak hawa nafsu kita. Sehingga kehidupan kita pun menjadi tenang dan dipenuhi cahaya iman dan cinta kepada Allah dan Rasulullah SAAW. Wallahu a’lam

Allahumma ihdina: ath-thari:qa al-mustaqi:m

Thari:qan min Allahi Rabb al-‘a:lami:n

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun