Saya juga akan minta pimpinan DPR untuk langsung mengundang tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh mahasiswa, agar bisa langsung berdialog dan diterima dengan baik.Â
Mereka pun sekarang sudah akan melakukan pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, seperti pencabutan beberapa kebijakan DPR RI, termasuk besaran tunjangan anggota DPR dan juga moratorium kunjungan kerja ke luar negeri.
Demikian salah satu poin pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto, usai mengadakan pertemuan dengan sejumlah pimpinan partai politik di Indonesia, pada Minggu (31/8) di Istana Kepresidenan, Jakarta. Kita tentu berharap, pernyataan orang nomor satu di Indonesia tersebut bisa dijalankan dengan konsisten oleh para wakil rakyat, yang menjadi sasaran dari pernyataan tersebut.
Pengumuman oleh Presiden Prabowo ini menjadi respons terbaru pemerintah, atas suara keresahan rakyat yang terdengar nyaring belakangan ini. Suara tersebut pun ditumpahkan dalam gelombang unjuk rasa yang terjadi sejak awal pekan lalu.
Hingga akhirnya, gelombang suara yang tak jua direspons positif oleh para anggota parlemen itu pun terpecah oleh sebuah peristiwa memilukan. Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek daring yang tengah bekerja mengantarkan pesanan yang masuk ke aplikasi layanan pengantaran kepada pelanggan, tertabrak kendaraan lapis baja yang dikendarai anggota Korps Brimob Polri di antara massa pengunjuk rasa dengan kecepatan tinggi.Â
Ia sempat dilarikan ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk mendapatkan pertolongan. Namun naas, nyawa anak ke-2 dari 3 bersaudara ini tak terselamatkan.
Affan berasal dari keluarga sederhana. Ayahnya hanya bekerja serabutan dan ibunya mengurus rumah tangga.Â
Kakak Affan juga bekerja sebagai pengojek daring. Dan adik Affan masih bersekolah di bangku SMP.
Kondisi ekonomi keluarga Affan tentu bak bumi dan langit, dengan wakil mereka yang duduk di parlemen berkantor di gedung mewah di Senayan.
Sejumlah warta mencatat, selain gaji bulanan, anggota DPR juga mendapat kenaikan tunjangan beras menjadi Rp 12 juta per bulan, ditambah tunjangan perumahan sebesar Rp 50 juta per bulan, dan beragam tunjangan lainnya, hingga seluruh take home pay per anggota menembus Rp100 juta per bulan.
Sementara Affan, menurut penuturan sang ayah, Zulkifli, tiap hari hanya memperoleh uang sekitar Rp100.000 dari hasil bekerja sebagai pengojek daring. Keluarga Affan pun hanya mengontrak rumah kecil dengan ongkos sewa Rp1 juta per bulan.
Ironisnya, pemberian tunjangan jumbo bagi anggota DPR tersebut, dilakukan ketika kebijakan efisiensi anggaran di pemerintahan Presiden Prabowo masih berjalan dan berlanjut. Kebijakan ini diatur oleh Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam APBN dan APBD.
Adapun target efisiensi anggaran tersebut mencapai Rp306,69 triliun. Yang berasal dari anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 triliun, dan dari transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun.
Dalih penghematan ini, adalah untuk menambal biaya pelaksanaan program-program prioritas pemerintah, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Kebijakan pemangkasan dana TKD, kemudian memicu 'kepanikan' di kalangan pemerintah daerah. Yang pada akhirnya mendorong eksekutif daerah memaksimalkan sumber PAD, yang celakanya di sebagian daerah diputuskan secara 'ugal-ugalan'.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Sebagai gambaran, proporsi TKD terhadap pendapatan Kabupaten Pati, Â rata-rata mencapai 82% dalam empat tahun terakhir. Meski porsinya turun menjadi 76% pada 2025, TKD masih menjadi sumber utama pendapatan Pati, dengan nilai Rp2,2 triliun.
Dengan adanya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025, anggaran TKD untuk Pati terpangkas Rp59,2 miliar.
Bupati Pati Sudewo pun akhirnya mengambil jalan pintas untuk menggenjot PAD guna menggantikan dana TKD yang disunat, dengan menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dengan besaran maksimal 250%.
Kebijakan ini sontak memicu gelombang aksi unjuk rasa besar-besaran oleh masyarakat Pati.
Kebijakan pengetatan anggaran, termasuk anggaran TKD, terus dilanjutkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dimana dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, dana TKD dipangkas 24,8% menjadi Rp650 triliun.
Namiun Bendahara Negara berdalih, dana TKD yang dipangkas, akan digantikan oleh dana untuk kementerian/lembaga yang akan difokuskan untuk masyarakat di daerah.
Belum habis perkara soal pemangkasan anggaran dan program MBG yang tak kunjung tuntas problematikanya, muncullah kabar tunjangan jumbo yang akan memperbesar pemasukan bagi anggota DPR.
Isu gaji tinggi anggota DPR RI kembali menjadi sorotan, setelah publik ramai membicarakan total pendapatan wakil rakyat yang bisa mencapai Rp 100 juta per bulan, termasuk tunjangan perumahan.
Dalihnya, sejak periode 2024-2029, anggota DPR tidak lagi mendapat fasilitas rumah jabatan. Sebagai gantinya, pemerintah memberikan tunjangan perumahan Rp 50 juta per bulan. Nah, dengan tambahan ini, total pendapatan anggota DPR bisa mencapai Rp 100 juta per bulan.
Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan bahwa tidak ada kenaikan gaji pokok, melainkan hanya pengalihan fasilitas rumah menjadi tunjangan. Menurutnya, biaya perawatan rumah dinas jauh lebih mahal dibanding memberi tunjangan rumah.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah juga mengeklaim, pemberian tunjangan rumah Rp50 juta per bulan bagi legislator adalah langkah efisiensi anggaran. Kebijakan ini akan menghemat ratusan miliar rupiah yang sebelumnya dialokasikan untuk biaya pemeliharaan rumah jabatan anggota (RJA) DPR.
Said juga menilai, tunjangan ini dapat mendorong kinerja anggota dewan. Karena mereka bisa tinggal lebih dekat dengan Kompleks Parlemen di Senayan.
Anggota DPR Fraksi Nasdem yang juga selebritas, Nafa Urbach, semula juga turut menyatakan persetujuannya dengan tunjangan rumah sebesar Rp50 juta tersebut. Ia berdalih tunjangan tersebut bisa dimanfaatkan oleh anggota DPR yang berdomisili luar kota untuk mengontrak rumah yang dekat dengan Gedung DPR.
Nafa pun menyebut dirinya yang berdomisili di Bintaro, kerap terjebak macet dalam perjalanan menuju kantor di Senayan. Pernyataan ini pun lantas menjadikan Nafa bulan-bulanan publik di media sosial, dan berujung pernyataan maaf perempuan dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah VI ini.
Pernyataan Nafa yang terkesan tak berempati dengan warga biasa yang merasakan kemacetan hingga Ahmad Syahroni yang menyebut suara yang menyerukan pembubaran DPR sebagai suara orang bodoh, menjadi buruknya pola komunikasi wakil rakyat yang berujung pada gerakan memprotes pernyataan nirempati tersebut.
Gerakan protes dari rakyat pun muncul secara bertubi-tubi. Namun harus berhadapan dengan tindakan represif dari aparat keamanan. Dan benturan rakyat dan aparat pun menyentuh 'klimaks' saat Affan terlindas kendaraan taktis (rantis) aparat Polri.
Seolah memang sudah jalannya. Kondisi ekonomi keluarga Affan sang pengojek daring yang bekerja setiap hari berjibaku dengan kondisi lalu lintas ibu kota, yang kontras dengan pendapatan anggota dewan yang bekerja di ruangan berpendingin udara, pada akhirnya membuka mata kita semua, membuka mata para petinggi negeri ini.
Dengan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat yang masih membutuhkan banyak perbaikan, anggaran tunjangan perumahan bagi anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan sebaiknya perlu dikaji ulang. Sekarang menjadi momen yang tepat bagi personil lembaga eksekutif dan legislatif untuk berpihak pada kebutuhan rakyat.
DPR sebagai simbol cermin dan representasi rakyat, sudah semestinya memberi teladan kesederhanaan, bukan malah menggunakan uang rakyat untuk hidup dalam kemewahan.
Pernyataan Presiden Prabowo Hari Minggu kemarin, semestinya dilanjutkan dengan penerbitan kebijakan dan aturan teknis pendukung penghematan anggaran untuk DPR, yang tentunya lebih realistis untuk masyarakat yang kini masih mengalami penurunan daya beli. Dan tentunya dengan spirit penghematan anggaran.
Selain itu, untuk memenuhi rasa keadilan, khususnya bagi keluarga yang ditinggalkan Affan, penting kiraznya bagi aparatur hukum, untuk memproses dan menjatuhkan sanksi yang tegas terhadap siapa saja yang nantinya dinyatakan bersalah dalam peristiwa penabrakan Affan.
Meskipun kita tahu, upaya apapun yang dilakukan untuk membatalkan tunjangan jumbo bagi anggota DPR dan proses hukum kasus penabrakan, tak akan mampu menghilangkan duka mendalam keluarga atas kehilangan Affan. Karena Affan takkan kembali.
Innalillahi Wa Inna Ilayhi Raajiuun. Selamat jalan Affan Kurniawan bin Zulkifli.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI