Mohon tunggu...
Hadi Saksono
Hadi Saksono Mohon Tunggu... Jurnalis - AADC (Apa Aja Dijadikan Coretan)

Vox Populi Vox Dangdut

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Tak Ada yang Ingin Gagal dalam Pernikahan

17 Agustus 2022   17:15 Diperbarui: 18 Agustus 2022   00:56 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi buku nikah (sumber: Kompas.com)

Penyusunan rencana alternatif ini juga sangat diperlukan, agar seandainya di kemudian hari-karena satu dan lain hal-rencana yang telah disusun lebih awal tidak terlaksana dengan baik saat menikah, atau malah gagal terlaksana pada saat sudah menikah.

Dan karena rumah tangga itu dijalankan secara bersama-sama oleh suami dan istri, maka perencanaan pun harus dilakukan secara—menurut istilah Ibu Khofifah Indar Parawangsa--Terstruktur, Sistematis, dan Masif.

Misalnya ketika suami merencanakan untuk bekerja di sebuah perusahaan setelah menikah (atau sejak sebelum menikah), maka harus dipikirkan pula bagaimana seandainya perusahaan itu berhenti beroperasi atau suami tersebut di-PHK/putus kontrak oleh perusahaan.

Dalam hal ini, istri pun harus membantu membuat rencana alternatif. Misalnya dalam hal bagaimana jika PHK itu benar-benar menimpa sang suami, apa yang akan dilakukan untuk menambal dana untuk kebutuhan keluarga, karena dana kebutuhan setelah menikah bukannya berkurang tapi akan terus bertambah.

Ada pemeo yang mengatakan, “Uang bukan segalanya, namun segalanya butuh uang”. Bukan berarti pernikahan itu materialis, namun dalam ranah pragmatis saat ini, tentu penghasilan (baca: uang menjadi) satu hal yang sangat vital krusial untuk direncanakan dalam berumah tangga.

Gambaran ini tentunya bukan untuk menakut-nakuti saudara-saudaraku yang berencana menikah. Namun hanya ilustrasi bagaimana seharusnya rumah tangga itu dijalankan dengan (banyak sekali) perencanaan, termasuk pembagian rencana utama dan rencana alternatif. Bahkan bisa dikatakan perencanaan harus terus menerus dilakukan, karena menikah adalah ikatan dan ibadah seumur pernikahan itu sendiri.

Dan bagi saudaraku yang sudah menikah. Tetaplah membuat rencana bagaimana rumah tangga dijalankan dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Jangan sampai ketika sudah berumah tangga namun gagal menjalankan rencana yang dibuat sebelum menikah, lalu membenci dan mengutuk pernikahan itu sendiri akibat kesengsaraan yang diderita.

Upayakanlah yang terbaik dan maksimal dalam perencanaan berumah tangga, baik sebelum maupun sesudah akad nikah dilakukan. Jangan sampai keinginan-keinginan indah dan nilai-nilai ibadah saat berumah tangga gagal terwujud akibat perencanaan komprehensif yang kurang baik.

Meski demikian, jangan kemudian perencanaan maupun perjanjian pranikah lantas menjadi beban baik pada saat hendak menikah maupun sesudah menikah.

Bagi yang belum menikah, coba bicara panjang lebar soal perencanaan dan perjanjian ini dengan kekasih. Karena bisa jadi, pembicaraan ini pulalah yang menetukan apakah masih memungkinkan untuk kelak menjalani biduk rumah tangga bersama-sama. Silakan berkonsultasi dengan orangtua, guru, pemuka agama, sahabat, saudara, atau siapapun yang pas untuk berkonsultasi.

Menikahlah jika sudah merasa diri sudah benar-benar siap. Siap ilmunya, siap pola fikirnya, dan siap perencanaannya, dan siap juga calon pasangannya dengan itu semua, agar bisa satu ‘frekuensi’ dalam menjalankan rumah tangga dengan peran yang seimbang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun