Mohon tunggu...
Cak Glentong
Cak Glentong Mohon Tunggu... Guru - Pemerhati masalah budaya dan agama

Pemerhati masalah budaya dan agama

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Orang-orang yang Merusak Puasanya Sendiri

9 Mei 2021   21:32 Diperbarui: 9 Mei 2021   21:36 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Di bulan ramadan umat Islam berlomba-lomba dalam menjalankan kebaikan, menghiasi malam dengan tarawih, tadarus dan qiyamul lail. Dengan berbagai bentuk dan formatnya umat islam juga sangat rajin berbagi, mulai dari memberi takjil makanan untuk berbuka sampai membagi sebagian rizkinya dengan anak -- anak yatim, serta mereka yang kurang beruntung secara ekonomi. Sholat tarawih, walaupun sejatinya sunnah tetapi begitu diistimewakan di bulan ramadhan, tidak ada yang ingin melewatkan malam tanpa tarawih. Karena umat sedang bersemangat dalam kebaikan.

Namun sayang ada sebagian umat Islam yang sangat rajin mengerjakan berbagai kebaikan akan tetapi  kualitas kebaikan itu dirusaknya sendiri. Puasanya yang sebenarnya menjadikan dirinya menjadi pribadi mulia, tetapi secara perlahan kualitas puasanya direndahkannya sendiri. Disadari atau tidak, terkadang umat Islam merusak puasanya sendiri sehingga tidak lagi tersisa amal kebaikannya kecuali sia -- sia, amal kebaikan yang sirnah tidak sampai dinikmati hasilnya kelak di hari akhir.

Setiap muslim hendaknya berhati-hati dalam menjaga dirinya agar tidak terjatuh kepada amal perbuatan yang merusak ibadahnya sendiri. Apa saja amaliah yang mempunyai potensi untuk merusak ibadah seorang muslim.

Yang pertama adalah sombong atau takabur, ketika seseorang membanggakan amaliahnya sendiri di atas amaliah orang lain. Sombong oleh Imam Abu Hanifah dijelaskan "saat seseorang merasa ada yang lebih jelek dari dirinya". Ketika kita melangkah ke dalam masjid, kemudian tumbuh perasaan ada yang lebih jelek dari saya, maka sadarilah benih sombong mulai tumbuh dalam hati kita. Yang identik dengan sombong adalah iblis ketika tumbuh dalam diri iblis merasa lebih baik dari Adam yang diciptakan dari tanah, sedang dirinya dari api. Api lebih baik dari tanah.

Iblis dan setan akan membimbing manusia agar berjalan di atas kesombongan, kalau kita rajin ke masjid, setan akan membisikkan kita bahwa kita lebih baik dari si Fulan dan si Fulanah yang jarang ke masjid. Sedang si Fulan yang jarang ke masjid oleh iblispun akan dibimbing ke dalam kesombongan, dalam diri Fulan " aku memang jarang ke masjid tetapi aku lebih baik akhlaqku dari pada dia yang ke masjid, dia rajin ke masjid tetapi sombong dengan dirinya sendiri."

Sombong akan selalu tumbuh dalam diri manusia dalam posisi apapun. Hari hari ini ketika masuk akhir bulan ramadan mereka yang rajin ke masjid akan dibisikkan rasa sombong " Lho aku lebih baik dari mereka yang malam ini berdiri di tepi jalan untuk cari uang." Sedangkan yang berjualan di toko atau di jalan, akan dibisikkan oleh setan bahwa dirinya lebih baik " Malam ini engkau di jalan mencari nafkah yang wajib hukumnya, sedangkan mereka yang bangga di masjid dengan tarawihnya yang sunnah hukumnya."

Seorang muslim harus melatih dirinya bahwa awal dan akhir dari sebuah amal adalah tawadhu' rendah hati, jika kebaikan yang kita lakukan membuat kita merasa lebih baik dari yang lain, maka kondisi iman kita sedang tidak baik-baik saja. Ingat sabda Nabi SAW " Tidak akan masuk barangsiapa yang dalam hatinya ada sebesar dzarrah dari rasa sombong " (HR Tirmidzi). Dzarrah mempunyai makna bagian terkecil dari alam semesta, sesuatu yang sangat kecil sekali.

Yang kedua kegemaran kita untuk menceritakan amal kebaikan kita, sehingga kita terjebak dalam sifat sum'ah dan riya'.  Sum'ah itu suka memperdengarkan kebaikan dengan harapan agar dipuji orang lain, sedang riya' ialah keinginan untuk memperlihatkan amal kebaikannya. Ciri ikhlas sederhana " ia merahasiakan kebaikanya sebagaimana ia menyembunyikan aibnya."

Dalam berbagai bentuknya kita suka memperlihatkan kebaikan kita agar orang lain memberikan pujian, memberikan "like" untuk amaliah yang kita pajang di medsos. Tidak semua orang yang memajang amaliah di medsos itu "pamer", adakalanya mereka memajangnya karena ingin memotivasi orang lain untuk kebaikan. Pribadi masing-masing yang tahu, sejauhmanakah kebaikan itu tetap tidak berkurang kebaikannya oleh gempuran sum'ah dan riya' saat dia meviralkan kebaikannya. Justru dengan membuat viral ia ingin mengajak orang lain berbuat baik.

Kebaikan yang paling baikpun mempunyai potensi menjadi buruk ketika kita berbangga dengan amaliah kita dan merendahkan hamba Allah yang lain. Padahal hamba Allah yang kita anggap lebih rendah dari diri kita bisa jadi mempunyai amaliah kebaikan yang ia sembunyikan dalam baju keihlasan. Sudah saatnya kita merenungi amaliah selama ramadan dan menjaganya agar tetap menjadi kebaikan, jangan sampai kita bersusah payah berbuat kebaikan tetapi tanpa kita sadari kita merusaknya dengan sombong dan pamer. Jagalah hati dari perasaan lebih baik dan menjaga lesan serta jari jemari dari keinginan mendapatkan pujian selain dari Allah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun