Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benarkah Palang Kayu Adat Bisa Menjadi Penghambat Pembangunan di Papua?

4 April 2021   02:19 Diperbarui: 4 April 2021   02:20 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masyarakat Hukum Adat atau MHA selain diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, juga dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 22 Tahun 2008, dalam pasal 1 menyebutkan Masyarakat Hukum Adat adalah Warga Asli papua (orang asli Papua), sejak kelahirannya, hidup dalam wilayah tertentu, mempunyai solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya. Berarti Masyarakat Asli papua adalah orang asli di Papua dan bukan pendatang.

Berkaitan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat terjadi kontradiksi dengan aturan umum antara lain: berkaitan dengan sengketa tanah adat harus diselesaikan melalui peradilan adat yang berstandar pada hukum adat setempat (di Papua dikenal dengan Majelis Permusyawaratan Adat Papua). Selanjutnya, hak tanah adat seharusnya dilakukan pendaftaran ke kantor pertanahan setempat. Namun MHA menolak dengan alasan akan mendegaradasi kewenangan pemimpin adat, dsb. Hal tersebut itulah yang selalu menjadi permasalahan seolah hukum adat papua merupakan penghambat pembangunan.

Sebagaimana diketahui Wilayah adat di Papua terbagi menjadi Tujuh wilayah adat yakni Domberay, Bomberay, Saereri, Mamta, La Pago, Anim Ha dan Mee Pago. Sementara itu, terkait dengan sistem kepemimpinan adat terbagi menjadi 4 bagian yakni Raja (berada di Sorong, Fak-fak, Kaimana), Bigman yakni manusia berwibawa, Kepala Suku atau ondoafi dan Sistem campuran. Dalam perselisihan hak atas tanah yang terjadi di papua lebih dominan diselesaikan oleh para kepala suku atau Ondoafi setempat.

D. Ketidakkonsistenan Dalam Penerapan Hukum Adat Papua atas Hak Atas Tanah Ulayat 

Permasalahan atau konflik sering dikeluhkan oleh para kepala kantor atau pimpinan proyek berkaitan dengan proyek-proyek pembangunan di Papua, karena dalam dana pembangunan yang berasal dari anggaran pemerintah tersebut tidak mengakomodir biaya-biaya jika terjadi kasus pemalangan oleh warga setempat. Padahal biaya penyelesaian sangat besar atau signifikan menguras dana proyek.

Terkadang persengketaan yang terjadi sulit dipahami secara logika. Ada juga kejadian, seorang kepala kantor telah menyelesaikan masalah hak atas tanah adat tersebut dengan biaya cukup besar. Namun pada saat kepala kantor tersebut diganti dengan yang baru, terjadi lagi pemalangan kayu pada kantor tersebut. Saat ditanya kenapa ada pemalangan lagi?, alasannya pemuka adat hanya lakukan perjanjian dengan kepala kantor yang lama dan perlu dilakukan perjanjian adat kembali dengan kepala kantor yang baru.

Ada kisah lainnya lagi, seorang kontraktor telah melakukan perjanjian adat atas pembelian rawa atau danau disana untuk dilakukan pembangunan. Danau tersebut akhirnya dilakukan pengurukan tanah sebagai lahan pematang dan akan dijadikan pondasi pembangunan atas suatu proyek permukiman. Usai pengurukan terjadi, maka terjadi pemalangan kembali oleh warga setempat, tentunya dengan meminta imbalan ganti rugi yang cukup besar. Saat diadakan pertemuan, pemuka adat menyatakan bahwa perjanjian sebelumnya hanya membeli rawa atau danau, karena sekarang sudah berubah menjadi lahan daratan, maka harus ada perjanjian baru untuk imbalan ganti rugi atas lahan tersebut.

Banyaknya sengketa hak atas tanah aset pemerintah terkait dengan klaim hak ulayat atau tanah adat di Papua juga menjadi perhatian serius bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Semiloka "Quo Vadis Pengaturan Pertanahan di Papua" yang berlangsung di Jayapura,  Pejabat KPK,Adlin Malik Nasution mengatakan KPK banyak mendapat masukan terkait aset tanah pemerintah yang sudah bersertifikat, namun disengketakan masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat. KPK berharap agar pemerintah daerah Papua untuk meluruskan permasalahan tersebut karena cukup menguras dana pembangunan, sehingga banyak proyek pembanguan dilakukan secara tidak optimal. (Sengketa Tanah Hak Ulayat di Papua jadi Perhatian, Jubi.co.id KPK,22/7/2019).

E. Penutup

Adanya peraturan yang melindungi hak tanah ulayat atau tanah adat pada dasarnya dalam upaya melindungi masyarakat adat dengan tujuan untuk melestarikan wilayah adat dan budayanya ditengah serbuan kemajuan daerah melalui pembangunan yang dilakukan baik berupa infrastruktur jalan maupun pengembangan wilayah pemukiman penduduk. Pembangunan tersebut terkadang terjadi irisan atau benturan antar wilayah tanah pemerintah secara resmi dan terdaftar di kantor pertanahan dengan wilayah tanah adat.

Berdasarkan permasalahan di atas, bisa menjadi catatan dan menjadi Pekerjaan Rumah bagi pemerintah Pusat dan Pemda Papua Pusat untuk saling berkoordinasi (termasuk dengan Pemuka Adat Papua tentunya) mengenai garis atau batas wilayah yang tegas sehingga tidak terjadi konflik yang menghambat dalam pembangunan. Hal berikutnya, perlunya disosialisasikan bagi para pelaku pembangunan (perencana pembangunan maupun kontraktor proyek) agar memahami hukum adat di Papua, sehingga bisa mengantisipasi apabila terjadi konflik di kemudian hari. Dan terakhir, pentingnya para pemuka adat untuk dilibatkan dalam rencana pembangunan di tanah Papua bahwa pembangunan yang diakukan demi kesejahteraan masyarakat Papua, sehingga dapat memerintahkan para kepala suku untuk tidak melakukan pemalangan kayu dengan sewenang-wenang untuk membantu mensukseskan jalannya pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun