Mohon tunggu...
Cak Bro Cak Bro
Cak Bro Cak Bro Mohon Tunggu... Administrasi - Bagian dari Butiran debu Di Bumi pertiwi

Menumpahkan barisan Kata yang muncul di Pikiran

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benarkah Palang Kayu Adat Bisa Menjadi Penghambat Pembangunan di Papua?

4 April 2021   02:19 Diperbarui: 4 April 2021   02:20 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

A. Pengantar

Jelang beberapa bulan lagi, Provinsi Papua akan menjadi sorotan berjuta mata masyarakat Indonesia karena adanya perhelatan akbar yang sudah digadang-gadang yakni Penyelenggaraan PON XX Tahun 2021. Pada awalnya pesta akbar tersebut akan diselenggarakan tahun lalu, namun karena adanya wabah pandemik Covid-19, maka presiden menyarankan untuk ditunda dan diadakan pada tahun 2021.

Sejak beberapa tahun lalu sebelumnya, setelah Pemerintah Papua didaulat sebagai tauan rumah PON XX sudah disibukkan dengan berbagai program pembangunan stadion atau venue pertandingan dengan bekerjasama Kementeriuan PUPR dan berbagai persiapan lainnya seperti layaknya sebagai tuan rumah. Penundaan tersebut juga membawa hikmah karena Pemerintah papua seharusnya bisa mempersiapkan segalanya secara matang agar penyelenggaraan PON XX berjalan dengan sukses.

Akan tetapi menjelang persiapan masih ada beberapa proyek pembangunan yang masih dikerjakan seperti venue hoki dan cricket serta venue dayung, termasuk kekurangan pengadaan peralatan pertandingan dan lain sebagainya. Dalam laporan perkembangan yang terlansir di  media berita atau media sosial, ada satu hal yang cukup menarik perhatian bahwa salah satu kendala adanya pembebasan lahan masyarakat adat dengan proses ganti untung.

Jika berkaitan dengan pergantian yang dilakukan Pemerintah Papua atas tanah yang bersertifikat, mungkin tidak menjadi masalah karena telah ada prosedur atau ketentuan. Namun permasalahn terkait dengan tanah ulayat atau hak atas tanah adat masyarakat papua yang memerlukan perhatian khusus dalam penyelesaiannya. Konflik sering terjadi di tanah papua, dimana masyarakat sering melakukan pemalangan kayu dengan sewenang-wenang karena penyelesaian memerlukan biaya lebih besar dan sulit ditangani dengan menggunakan ketentuan hukum yang berlaku.

B. Palang Kayu Masyarakat Adat Menghambat Proses Pembangunan di Papua

Ada tebakan lucu yang mengungkapkan bahwa kayu yang mahal di papua bukanlah kayu merbau, meranti atau kayu ulin, melainkan kayu palang!!. Bagi kita yang belum memahami kondisi sosial dan budaya daerah Papua mungkin agak sedikit bingung dengan tebakan tersebut. Kayu palang merupakan istilah saat terjadi perselisihan atau sengketa hak atas tanah di tanah papua, terutama apabila ada suatu proyek pembangunan walau tanah tersebut sudah bersertifikat.

Dugaan penulis palang kayu hanya semacam warga yang meminta sumbangan, hal ini sering terjadi ketika kita sedang liburan menuju puncak, bogor dan mencari jalan tikus akibat kemacetan atau kebijakan buka-tutup kepolisian puncak-bogor, maka saat melewati jalan perkampungan maka kita akan dihadang oleh palangan kayu warga ditengah jalan. Ketika kita memberikan sumbangan, maka warga akan membuka palangan kayu tersebut. Tetapi dugaan itu meleset, palang kayu tersebut tidak bisa dianggap remeh, karena penyelesaiannya bisa berlarut-larut karena melibatkan beberapa pemuka adat yang menganggap pembangunan atau proyek tersebut berada di wilayah tanah adat mereka dan biaya penggantian lahan hampir senilai dengan pembebasan lahan ganti untung atas hak milik atas tanah warga bersertifikat resmi yang dikeluarkan resmi oleh Instansi terkait.

Dan tambahan cerita dari seorang teman yang pernah bermukim kerja disana, akan tergelak jika membaca surat perjanjian mengenai sengketa hak atas tanah ulayat karena diktum perjanjian berbunyi seperti ini: " Bahwa telah terjadi perjanjian berupa peralihan sebidang tanah seluas xx meter persegi dari Tn X kepada Tn. Y beserta tanah dan dibawahnya, udara, pohon-pohon, binatang serta mahluk hidup yang didalamnya". Penulis pun menganggap teman tersebut hanya bercanda atau mengada-ada, tetapi memang faktanya demikian.

C. Dasar Hukum atas Hak Tanah Ulayat Masyarakat Papua

Banyaknya kasus kayu palang atau kasus sengketa hak atas tanah adat di papua, kini menjadi perhatian pemerintah. Padahal banyak proyek-proyek atau pembangunan di papua sudah melakukan proses ganti untung berdasarkan sertifikat tanah pemerintah daerah atau sertifikat hak milik warga setempat. Namun terkadang tidak diketahui bahwa didalamnya merupakan hak ulayat masyarakat hukum adat.

Masyarakat Hukum Adat atau MHA selain diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, juga dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 22 Tahun 2008, dalam pasal 1 menyebutkan Masyarakat Hukum Adat adalah Warga Asli papua (orang asli Papua), sejak kelahirannya, hidup dalam wilayah tertentu, mempunyai solidaritas yang tinggi diantara para anggotanya. Berarti Masyarakat Asli papua adalah orang asli di Papua dan bukan pendatang.

Berkaitan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat terjadi kontradiksi dengan aturan umum antara lain: berkaitan dengan sengketa tanah adat harus diselesaikan melalui peradilan adat yang berstandar pada hukum adat setempat (di Papua dikenal dengan Majelis Permusyawaratan Adat Papua). Selanjutnya, hak tanah adat seharusnya dilakukan pendaftaran ke kantor pertanahan setempat. Namun MHA menolak dengan alasan akan mendegaradasi kewenangan pemimpin adat, dsb. Hal tersebut itulah yang selalu menjadi permasalahan seolah hukum adat papua merupakan penghambat pembangunan.

Sebagaimana diketahui Wilayah adat di Papua terbagi menjadi Tujuh wilayah adat yakni Domberay, Bomberay, Saereri, Mamta, La Pago, Anim Ha dan Mee Pago. Sementara itu, terkait dengan sistem kepemimpinan adat terbagi menjadi 4 bagian yakni Raja (berada di Sorong, Fak-fak, Kaimana), Bigman yakni manusia berwibawa, Kepala Suku atau ondoafi dan Sistem campuran. Dalam perselisihan hak atas tanah yang terjadi di papua lebih dominan diselesaikan oleh para kepala suku atau Ondoafi setempat.

D. Ketidakkonsistenan Dalam Penerapan Hukum Adat Papua atas Hak Atas Tanah Ulayat 

Permasalahan atau konflik sering dikeluhkan oleh para kepala kantor atau pimpinan proyek berkaitan dengan proyek-proyek pembangunan di Papua, karena dalam dana pembangunan yang berasal dari anggaran pemerintah tersebut tidak mengakomodir biaya-biaya jika terjadi kasus pemalangan oleh warga setempat. Padahal biaya penyelesaian sangat besar atau signifikan menguras dana proyek.

Terkadang persengketaan yang terjadi sulit dipahami secara logika. Ada juga kejadian, seorang kepala kantor telah menyelesaikan masalah hak atas tanah adat tersebut dengan biaya cukup besar. Namun pada saat kepala kantor tersebut diganti dengan yang baru, terjadi lagi pemalangan kayu pada kantor tersebut. Saat ditanya kenapa ada pemalangan lagi?, alasannya pemuka adat hanya lakukan perjanjian dengan kepala kantor yang lama dan perlu dilakukan perjanjian adat kembali dengan kepala kantor yang baru.

Ada kisah lainnya lagi, seorang kontraktor telah melakukan perjanjian adat atas pembelian rawa atau danau disana untuk dilakukan pembangunan. Danau tersebut akhirnya dilakukan pengurukan tanah sebagai lahan pematang dan akan dijadikan pondasi pembangunan atas suatu proyek permukiman. Usai pengurukan terjadi, maka terjadi pemalangan kembali oleh warga setempat, tentunya dengan meminta imbalan ganti rugi yang cukup besar. Saat diadakan pertemuan, pemuka adat menyatakan bahwa perjanjian sebelumnya hanya membeli rawa atau danau, karena sekarang sudah berubah menjadi lahan daratan, maka harus ada perjanjian baru untuk imbalan ganti rugi atas lahan tersebut.

Banyaknya sengketa hak atas tanah aset pemerintah terkait dengan klaim hak ulayat atau tanah adat di Papua juga menjadi perhatian serius bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Semiloka "Quo Vadis Pengaturan Pertanahan di Papua" yang berlangsung di Jayapura,  Pejabat KPK,Adlin Malik Nasution mengatakan KPK banyak mendapat masukan terkait aset tanah pemerintah yang sudah bersertifikat, namun disengketakan masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat. KPK berharap agar pemerintah daerah Papua untuk meluruskan permasalahan tersebut karena cukup menguras dana pembangunan, sehingga banyak proyek pembanguan dilakukan secara tidak optimal. (Sengketa Tanah Hak Ulayat di Papua jadi Perhatian, Jubi.co.id KPK,22/7/2019).

E. Penutup

Adanya peraturan yang melindungi hak tanah ulayat atau tanah adat pada dasarnya dalam upaya melindungi masyarakat adat dengan tujuan untuk melestarikan wilayah adat dan budayanya ditengah serbuan kemajuan daerah melalui pembangunan yang dilakukan baik berupa infrastruktur jalan maupun pengembangan wilayah pemukiman penduduk. Pembangunan tersebut terkadang terjadi irisan atau benturan antar wilayah tanah pemerintah secara resmi dan terdaftar di kantor pertanahan dengan wilayah tanah adat.

Berdasarkan permasalahan di atas, bisa menjadi catatan dan menjadi Pekerjaan Rumah bagi pemerintah Pusat dan Pemda Papua Pusat untuk saling berkoordinasi (termasuk dengan Pemuka Adat Papua tentunya) mengenai garis atau batas wilayah yang tegas sehingga tidak terjadi konflik yang menghambat dalam pembangunan. Hal berikutnya, perlunya disosialisasikan bagi para pelaku pembangunan (perencana pembangunan maupun kontraktor proyek) agar memahami hukum adat di Papua, sehingga bisa mengantisipasi apabila terjadi konflik di kemudian hari. Dan terakhir, pentingnya para pemuka adat untuk dilibatkan dalam rencana pembangunan di tanah Papua bahwa pembangunan yang diakukan demi kesejahteraan masyarakat Papua, sehingga dapat memerintahkan para kepala suku untuk tidak melakukan pemalangan kayu dengan sewenang-wenang untuk membantu mensukseskan jalannya pembangunan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun