Mohon tunggu...
Cahyadi Kurniawan
Cahyadi Kurniawan Mohon Tunggu... Jurnalis - Buruh kerah biru tinggal di Solo.

Tukang sinau.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pak Presiden, Saya Golput dan Saya Peduli

27 Mei 2013   16:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:56 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jangan tanyakan apa yang negara berikan padamu, tapi tanyakan apa yang sudah kamu berikan pada negara.” Kata-kata John F. Kennedy ini sangat fenomenal. Saya mengerti kata-kata ini saat aku duduk di bangku SMA. Mungkin tergolong terlambat.

Kata-kata itu pula yang menginspirasi saya bagaimana seharusnya sikap saya pada negara untuk urusan politik. Lalu, saya memilih menjadi golongan putih (golput) untuk urusan memilih pemimpin dan wakil rakyat. Bagi saya, golput bukan berarti saya apatis pada negara. Tapi, Pak Presiden, saya peduli bahkan melebihi kepedulian para koruptor, penjilat, dan bedebah bangsa lainnya.

Saya selalu absen pada setiap undangan untuk hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) kecuali untuk pemilihan lurah. Bagi saya, pemilu paling demokratis itu justru ada di pemilihan lurah hingga pemilihan ketua RT. Kendati, pemilihan di tingkat administratif terkecil itu sarat dengan money politic.

Di desa saya di Kabupaten Purworejo, money politic memang menjadi rahasia umum. Kami di desa menyebutnya dengan sebutan “bom”. Saat pemungutan suara, seluruh partisipan disilakan untuk menikmati hidangan yang disediakan oleh para kandidat. Bagiku, ini juga lagi-lagi termasuk money politic. Setelah terpilih dan dilantik, pemerintahan desa pun berjalan seperti sedia kala. Adem ayem, tata tentrem kerta raharja. Nyaris tanpa program dan pembangunan!

Saya menarik garis merah pada pemilihan lurah dan pemilihan umum. Keduanya adalah money politic dan pembangunan. Saya mengerti, pembangunan butuh uang dan kekuasaan. Lalu, kekuasaan pasti butuh tawar menawar.

Pak Presiden, saya tidak golput untuk pemilihan lurah. Sebab, saya sadar, saya mengenal calon. Kadang, bisa dipastikan bahwa calon sendiri adalah masih dalam lingkaran sanak atau kerabat keluarga. Lalu, saya berpikir, 1 suara dalam pemilihan lurah itu lebih berarti meski 1 suara itu sama nilai dengan 1 suara yang diberikan si calon lurah.

Berbeda dengan pemilihan umum. 1 suara saya sama nilai dengan 1 suara yang diberikan presiden. Saya pikir itu bernilai jika memang kandidat yang ada sesuai dengan yang saya inginkan. Tapi toh, nyatanya, kandidat itu adalah muka lama dengan fenomena yang hampir mirip setiap periode pemilihan umum. Saya memilih absen!

Pak Presiden, maaf saya tidak memilih Bapak dan partai Bapak pada setiap pemilihan presiden (pilpres). Tapi bapak perlu tahu, saya lebih peduli dibanding Bapak untuk urusan negeri ini. Bapak Presiden, akan saya tunjukkan betapa saya peduli untuk negeri ini.

Pak, secara statistikal, saya masuk ke dalam kelompok miskin. Tapi, setiap tahun saya rajin membayar pajak. Saya bayar pajak tepat waktu meski tanpa potongan, diskon, atau keringan karena saya miskin. Sebab, saya takut denda jika terlambat membayar pajak. Saya selalu membayar pajak sesuai dengan nilai yang dibebankan dalam SPPT. Pak, seandainya saya jadi presiden, Saya akan beri keringanan pajak bagi mereka yang miskin.

Pak, setiap tahun Bapak selalu memasukkan saya dalam kelompok miskin. Tapi saya masih bisa hidup walau harga gas naik,  harga beras naik, harga kedelai naik, harga BBM naik. Saya sakit hati, kenapa Bapak tidak menyensus mereka yang korupsi lalu membagi hartanya untuk saya melalui program pembangunan. Tapi itu tak mungkin. Tawar menawar Bapak dengan para koruptor itu terlalu lemah.

Pak, saya kaya. Saya tidak miskin. Lihat saja bagaimana saya masih bisa membayar rumah sakit, membeli obat, membeli susu untuk anak saya meski saya harus hutang tetangga atau saudara. Lalu, saya nyatanya masih hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun