"Kacamata aku jatoh bu," jawabku dengan perasaan bersalah
"Kok bisa? emang tadi ga dititipin dulu?" tanya beliau
"Engga bu, gimana ya bu? apa masih bisa diselametin?" aku sedikit panik
Berakhir dengan bapak penjaga disana yang membantuku mencarinya. Disusuri kolam bawah dengan sebuah tongkat bambu, berharap kacamataku akan tersangkut.
"Kacamatanya warna apa, teh?" tanya bapak penjaga dengan memanggilku teteh, sopan dan tak terkesan marah
"Hitam pak," jawabku
"Disini agak susah nyarinya teh, soalnya arusnya deres," ucap beliau mematahkan harapanku
"Yaudah pak, maaf ya udah ngerepotin," jawabku sambil terus mencari benda yang membantuku melihat itu
Semakin petang, sudah waktunya untuk kembali ke tempat awal. Namun kacamataku masih belum juga ditemukan. Sudahlah aku juga sudah lelah mencari. Tidak enak juga kepada bapak penjaga disana yang ikut menanggung kecerobohanku. Aku memutuskan untuk kembali tanpa kacamataku. Kupikir, masih baik jika ini hari terakhir aku berada disana, namun tidak, malam ini masih ada kegiatan yang aku takuti. Solo bivak, alias tidur sendiri selama satu malam di tengah hutan. Mendengarnya saja membuatku tak ingin melakukannya. Benar, yang kami lakukan sejak petang itu adalah membangun tenda untuk diri sendiri, terbuat dari jas hujan yang diikatkan diantara dua pohon dan beralaskan matras yang sudah kami bawa. Sore hari, membuat tenda sendirian, di dalam hutan, dan ditambah penglihatanku yang kabur karena kacamata yang tak tau ada dimana. Sungguh special malam itu. Jika aku berharap akan dibantu, tidak. Tidak banyak bantuan yang bisa didapatkan, pembina hanya mengawasi dan memberitahu cara mengaitkan jas hujan sebagai atap tenda. Kami harus membangun tenda sebelum gelap, tempat kami akan tidur malam itu. Aku berusaha sebisaku, meraba setiap barang yang ada di sekitarku, berusaha membuat tenda seadanya dengan penglihatan yang ketika semakin gelap akan semakin tidak jelas.
Setelah berusaha, aku bisa mendirikannya. Berhasil, aku cukup bangga dengan hasilnya, tak terlalu buruk. Walau tanganku sedikit terluka akibat meraba sekitar dan tak sengaja tergores oleh rumput liar, bukan masalah yang besar.
Malam itu aku bisa tidur beralaskan rumput yang dilapisi matras, tidak nyaman tentunya. Jarak tenda satu dengan tenda lain cukup jauh, tidak bisa untuk sekedar mengobrol. Namun setidaknya, aku bisa menjalani sisa hari disana walau tanpa alat bantu lihat yang selalu aku gunakan.