Mohon tunggu...
Candrika Adhiyasa
Candrika Adhiyasa Mohon Tunggu... Guru - Orang biasa

pelamun, perokok, kurus, agak kepala batu, penikmat sastra terjemahan dan filsafat. Instagram dan Twitter @candrimen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berduka di Surga

16 Juli 2019   18:26 Diperbarui: 16 Juli 2019   18:51 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nah, apakah kisah yang hendak aku tulis selesai di sini? Sebenarnya tidak. Aku akan menulis lagi. Bukankah belum kita temukan paradoks dari sejarah hidup Marilyn Monroe, melainkan hanya menyimak kisah hidupnya yang luar biasa? Baiklah  ... aku akan menghantarkan kita pada pada pertanyaan di awal tulisan ini, "Apakah kebahagiaan harus dikejar atau ditunggu?"

Pada akhir hayatnya, aku menemukan suatu ironi janggal yang sangat menyakitkan dari seorang Monroe. Pada suatu malam, ia berada sendirian di kamarnya dengan pintu tertutup. Tentu saja, seorang selebriti memerlukan privasi yang sangat ketat dan membutuhkan waktu untuk bercengkrama dengan dirinya sendiri. Seorang Marilyn Monroe, wanita yang sempurna, dikabarkan mati malam itu di kamar tidurnya.

Beberapa spekulasi yang hadir menyatakan bahwa ia mati bunuh diri dalam kesunyian karena "ketakutan dan depresi" dengan "perubahan perasaan dan tak terprediksi." Ironis, bukan? Seorang wanita yang berdiri di atas segalanya, yang menurut pandangan banyak orang tak berjarak dengan kebahagiaan akhirnya memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dalam kesunyian. Aku sangat yakin, barangsiapa berdiri di puncak, maka ia harus siap sendirian, dan itulah yang dirasakan Monroe---setidaknya menurutku.

Bukankah banyak wanita di dunia ini yang menginginkan kehidupan seperti Monroe? Tentu saja jawabannya bisa kita tebak, tetapi bagaimana dengan pendapat Monroe tentang hidupnya sendiri? Apakah ia benar-benar menginginkan kehidupan seperti yang dimilikinya saat ini? Hampir semua orang bisa menyimpulkan, tetapi hampir semua orang tak mengetahui kebenaran yang ada di dalam hati wanita sempurna yang malang itu.

Pada akhirnya, usai aku membaca buku yang menuliskan kisah Monroe, dan mencoba menuliskannya kembali (saat ini). Di tempat di mana aku menghela napas panjang yang sesak, kulihat anak-anak berlarian dan tertawa riang. Mereka adalah anak-anak dari orang yang baru saja tempat usahanya diruntuhkan. Mereka terus tertawa dan terus tertawa---kulihat ketulusan menetes dari seringai bibirnya. Mereka sama sekali tak mengejar kebahagiaan dan tak menunggu kebahagiaan.

Kenapa aku bisa menyimpulkan demikian? Sebab, jika melihat situasi kehidupannya, mereka sudah semestinya bersedih dan menangis. Lalu, kenapa mereka tidak melakukan itu? Apa karena mereka bodoh? Tidak ... tentu saja tidak. Itu karena mereka tidak sibuk mencari kebahagiaan atau menunggu kebahagiaan dengan segala syarat-syaratnya yang berat.

Mereka hidup dan berbahagia terlepas dari situasi apa pun. Mereka menikmati hidupnya, menikmati kenyataan dan fantasinya, tanpa sedikit pun menolak dan memberontak, sebab mereka---anak-anak itu---sadar, bahwa mereka adalah tuan dari diri mereka sendiri; dan sudah menjadi hak mereka untuk mendekap kebahagiaan meski tak memiliki apa pun---karena mereka berhak atas banyak hal; termasuk kebahagiaan.

Tasikmalaya, 15 Juli 2019

22:09 WIB

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun