Di era digital yang saling terhubung saat ini, istilah influencer sudah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Mereka merupakan tokoh yang memiliki pengaruh besar di platform media sosial, yang sanggup membentuk tren, memandu opini publik, serta memengaruhi keputusan pembelian oleh jutaan pengikut. Fenomena ini, jika dilihat sepintas, nampak seperti sebuah kemajuan yang positif. Akan tetapi, jika dianalisis lebih mendalam, akibat negatif yang ditimbulkan oleh para influencer ternyata jauh lebih merugikan daripada manfaat positifnya.
Salah satu akibat negatif yang sangat jelas adalah munculnya standar hidup yang tidak masuk akal. Melalui unggahan yang disusun dengan sangat hati-hati, influencer kerap kali menampilkan kehidupan yang serba mewah, liburan ke tempat-tempat eksotis, bentuk tubuh yang ideal, serta kebahagiaan yang sempurna. Tentu saja, semua ini hanyalah sebagian kecil dari kenyataan yang sebenarnya. Di balik layar, ada tim profesional, aplikasi filter yang canggih, serta berbagai skenario yang dibuat untuk menghasilkan ilusi semacam itu. Sayangnya, bagi para pengikutnya, ilusi ini sering kali dianggap sebagai kenyataan. Kondisi ini bisa menimbulkan perasaan tidak puas, kurang percaya diri, dan juga kecemasan, terutama di kalangan anak muda yang tengah mencari identitas diri. Mereka merasa bahwa kehidupan mereka tidak cukup baik, tidak cukup menarik, atau tidak cukup sempurna jika dibandingkan dengan apa yang mereka lihat di platform media sosial.
Selain itu, para influencer juga sering kali mengiklankan budaya konsumerisme yang berlebihan. Tujuan utama dari keberadaan seorang influencer adalah sebagai sarana pemasaran. Mereka mendapatkan bayaran untuk mengiklankan berbagai produk, mulai dari produk kecantikan, pakaian, hingga makanan dan minuman. Sering kali, kegiatan promosi ini tidak didasarkan pada kualitas produk yang sesungguhnya, melainkan pada besarnya imbalan yang mereka terima. Para pengikut, yang menganggap influencer sebagai sosok panutan, cenderung membeli berbagai produk tersebut tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau kualitasnya. Hal ini tidak hanya membuang-buang uang, tetapi juga menciptakan budaya "fast fashion" serta "fast consumption" yang sangat merusak lingkungan. Lebih buruk lagi, sejumlah influencer tidak memberikan ulasan yang jujur, melainkan memberikan penilaian positif pada produk yang sebenarnya tidak efektif atau bahkan berbahaya, hanya demi memperoleh keuntungan finansial.
Dampak negatif lainnya adalah tersebarnya informasi yang keliru atau berita bohong. Karena popularitas yang dimiliki, banyak influencer merasa berhak untuk membahas berbagai topik, termasuk isu-isu sensitif seperti kesehatan, politik, atau ilmu pengetahuan, meskipun mereka tidak mempunyai latar belakang atau pengetahuan yang memadai. Mereka mungkin saja menyebarkan teori konspirasi, informasi kesehatan yang belum terbukti, atau pandangan politik yang ekstrem, yang semuanya dapat diterima begitu saja oleh para pengikutnya. Ketika informasi yang salah ini menyebar luas, dampaknya dapat sangat besar dan berbahaya, mengancam kesehatan masyarakat, memecah belah persatuan, serta merusak harmoni sosial.
Akhirnya, keberadaan tokoh-tokoh berpengaruh turut berperan dalam merosotnya mutu materi di platform media sosial. Supaya terus menarik perhatian dan meraih interaksi yang besar, banyak tokoh berpengaruh yang merasa harus membuat materi yang heboh, memancing emosi, atau bahkan kurang bermanfaat. Materi yang bermakna, mengandung informasi, dan memberi semangat seringkali tidak sepopuler materi yang dibuat semata-mata untuk mencari perhatian. Hal ini menciptakan lingkaran yang tak berujung: semakin banyak materi yang tidak bermutu, semakin rendah pula patokan yang ditetapkan oleh publik terhadap materi digital.
Pastinya, tidak semua tokoh berpengaruh memberikan dampak yang buruk. Ada juga tokoh berpengaruh yang menggunakan platform mereka untuk menyebarkan hal-hal baik, memberikan pengetahuan kepada masyarakat, atau mendorong terjadinya perubahan yang positif. Akan tetapi, jumlah mereka seringkali kalah banyak dibandingkan dengan derasnya arus materi yang kurang mendalam dan membawa kerugian. Karena banyaknya materi yang negatif ini, sangatlah penting bagi kita sebagai penonton untuk lebih berhati-hati dalam menentukan siapa yang kita ikuti dan lebih cermat dalam menyaring informasi yang kita dapatkan. Fenomena tokoh berpengaruh, dengan segala kemewahannya, telah menjadi gambaran dari masalah terbesar di zaman digital: bagaimana cara membedakan antara khayalan dan kenyataan, antara esensi dan sensasi, serta antara pengaruh yang membangun dan yang menghancurkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI