Harus diakui, hal paling sulit diwujudkan dalam kehidupan adalah menjadi teladan kebaikan. Butuh kesadaran dan komitmen tinggi untuk mengaktualisasikan ini. Kesadaran dimaksud merupakan keterpanggilan jiwa serta raga kita, mulai dari mindset atau pola pikir, sikap dan tindakan untuk turut serta memberikan kontribusi nyata bagi kehidupan umat manusia.
Pengakuan akan jasa-jasa Hoegeng dan Lopa oleh masyarakat Indonesia tidak lain karena keteladanan dalam memaknai dan mempraktekkan kehidupan. Mereka mengajarkan arti tanggungjawab dan kesederhaan hidup.
Berbeda dengan kebanyakan pejabat negara dewasa ini, yang mungkin cenderung berlaku sebaliknya. Jabatan, apapun itu bentuk serta pangkatnya dijadikan sebagai sarana meraup keuntungan pribadi, menambah kekayaan dan memperluas pengaruh kekuasaan.
Saya tidak pernah mengatakan semua pejabat negara, tapi kebanyakan dan ini berdasarkan informasi yang beredar setiap hari melalui media massa. Artinya, semua yang disiarkan oleh media menggambarkan realitas kehidupan para pejabat negeri saat ini.
Nilai-nilai kejujuran, keikhlasan keberpihakan pada yang lemah dan benar serta kesederhaan dalam hidup mulai banyak ditinggalkan. Padahal, mayoritas pejabat Indonesia beragama alias berketuhanan, beradab dan berpancasila.
Menjunjung tinggi kemanusiaan, keadaban, kebijaksanaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia. Kisah Hoegeng dan Lopa ketika diketengahkan seperti saat sekarang, ibarat cahaya yang terang benderang di tengah linglungnya bangsa Indonesia.
Oleh karenanya, langkah penting yang perlu dilakukan saat ini dan nanti adalah memberikan keteladanan. Masyarakat sekarang tidak hanya butuh orang-orang cerdik dan pandai, tapi butuh teladan kehidupan.
Tak usah saling menyalahkan orang lain, sebab hanya menambah kusut dan suram kehidupan. Mulai dari kita masing-masing, sebagai individu, rakyat biasa dan atau pejabat penguasa. Kita harus mampu jadi teladan kebaikan dan pelita di tengah kegelapan. Â Â