Mohon tunggu...
Bustamin Wahid
Bustamin Wahid Mohon Tunggu... Administrasi - Nika

Bustamin Wahid ad/ Alumni Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak Popeda: Dalam Tarikan Sejarah Peradaban Manusia

18 Januari 2023   05:42 Diperbarui: 18 Januari 2023   05:53 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sagu dipertukarkan dengan kepentingan keyakinan, pengetahuan dan kemerdekaan manusia, bahkan sagu menjadi cerita atas kebijaksanaan untuk orang Biga di Mosol. 

Tutur lisan tentang sagu juga dikisahkan dalam perjalanan dan raihlah pengetahuan oleh Alfred R. Wallace. Wallace saat perjalanan dari kepulauan Raja Ampat menuju Kalimuri Seram membawa sagu sebagai persediaan makanan. Begitu juga yang dirasakan oleh Otto dan Gesller saat misi gendingnya di Tanah Papua.

Sosok Naturalis seperti Alfred Russel Wallace di episode Juli-September 1860 di Waigeo, dia menyebutkan bahwa warga setempat senantiasa membayar upeti ke kesultanan Tidore dengan burung cendrawasih, kulit penyu dan sagu.

Sagu adalah investasi sosial yang sangat penting di lingkaran kekuasaan, itu semua semata-mata menunjukan ketaatan dan loyalititas atas pemeritahan. Selain itu juga kita bisa simak bahwa sagu melintasi dalam sejarah perjumpaan ekonomi antara Papua-Maluku dan entitas orang Bugis di Sulawesi.

Tutur lisan lain juga kita jumpai di masyarakat pesisir di Misol Raja Ampat tentang sagu. Sagu juga di nikmati oleh Kamma saat menuju ke kepulauan Misol bersama Kapaital Lau Fafanlap (Hasan Soltif). 

Rombongan sejenak singgah di daerah Kasim untuk membeli sagu sebagai persediaan dalam perjalanan.  Di awal abad ke 20 saat orang-orang kampung Biga meyakini tentang agama Kristen, karena ucapan terima kasih  kepada penginjil-penginjil dari Ambon, secara adat mereka menyerakkan sebagian hasil dan lahan sagu kepada para penginjil sebagai bentuk penghormatan dan ucapan terimakasih.

Banyak pembelajaran lahir proses perbendaharaan ilmu pengetahuan oleh peneliti, kali ini kita bisa baca atas apa yang telah di tuliskan oleh seorang Barbara Watson Andaya (2021), ahli sejarah asia tenggara ini menyoal peristiwa sejarah kawasan dengan perspektif gender. 

Di satu sub-tema Barbara mengulas tentang perempuan sebagai penghasil bahan makanan, percikan sumber yang dia bicara dari sudut pandang orang Papua Selatan (suku Asmat). 

Suku Asmat Papua memaknai bahwa sagu sebagai pahlawan budaya laki-laki, dan para lelaki mempererat hubungan pertamanan di antara sesamanya dengan saling bertukar larva dari telur kumbang sagu (kumbang Capricorn) yang hidup di batang pohon sagu.

Ada juga pertalian yang begitu kuat dalam tarikan sejarah lisan di Papua bahwa pohon sagu metamorfosis tubuh perempuan, sedangkan uapnya menjelma menjadi bubur sagu menjadi sokongan kehidupan masyarakat Asmat. Istri dari seorang ahli Maluku Leonard Y. Andaya ini mengukuhkan kepakarannya dalam karya seminalnya "The Flaming Womb: Repositioning Women in Early Modern Southeast Asia".

Ingatan sejarah perjuangan integrasi Papua ke NKRI, pada tanggal 19 Juli 1962 PG-500 tiba di kampung Umerah Pulau Gebe, pasukan ditetapkan tinggal sementara di kampung Umerah untuk muda mengikuti briefing dari perwira-perwira SUadi-1 dan mengikuti latihan kilat selama tiga  minggu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun