Mohon tunggu...
Bustamin Wahid
Bustamin Wahid Mohon Tunggu... Administrasi - Nika

Bustamin Wahid ad/ Alumni Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jubah Intelektual dan Komisi Masa Depan (Catatan dari Malang untuk Musda IMMU)

7 November 2019   14:28 Diperbarui: 7 November 2019   19:17 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak Erdo cukup membantu ketidak tenangan ayahanya  berikan sedikit catatan untuk anak-anak di rumah (IMMU kira-kira sebutan saya untuk generasi yang terlibat d ikatan). Cacatan penting dalam semua kepentingan adalah ide dan gagasan sebagai tanda dan makna manusia itu berbuat.  

Himpunan ibarat organisme yang tumbuh, besar, berjaya dan akan runtuh di satu saat nati.  Persis gagasan besar Khaldun membongkar tentang siklus peradaban,  kita butu minoritas yang sunyi dan bertahan untuk menyelamtkan peradaban. 

Mari kita sedikit mencari logika dan ingatan sejarah atas kebesaran dan prestasi masalah lalau. Kejayaan kita telah di baca dan dibicarakan dunia, tapi seakan saat ini kita bicara tentang dunia nyaris sepi.  Keberpihakan dan berani bicara bagian terkecil dan esensi  kemanusiaan itu sendir, walau di jalan itu kalian derita dalam segala hal, termasuk bertati-tati membayar uang kontakan sekretariat.  Belum lagi kalian pusing untuk menata dan berdialog untuk paradigma setiap kader. 

Kita tercatatan berabad-abad lamanya memberi arti peradaban dan aliansi yang panjang, termasuk 25 tahun perang Nuku melawan penjajah, negosiasi Sangaja  Samardan/sahardan (sangaji potons)  dengan Kumalao Gurabesi untuk membantu peperang sigi tiga kerajaan malou kie raha. Di generasi Hi.  Salahudin Talabuddin hadirkan makna pengtahaun, kemarifatan dan arti kemerdekaan utk orang-orang kepulauan dan pesisir di Papua/Raja Ampat, kemudian dikenal oleh berapa ilmuan dia adalah sosok sufih pulau. 

Mari kita kembali membaca data-data riset. Salah satu penulis sampai menyebut Ternate 77 kali, Tidore  54 kali, Bacan  22 kali dan Moti 7x, hehadiram barat di Malu Kie Raha berefek pada perubahan besar di Barat. (baca dokumen wa: Aji). Bagian sejarah ini bukan sebagai doktrin atau ajaran paka dada/topu dana untuk generasi, tapi esensi dan spirit pengetahuan.

Tapi itu semua, bagian dari gelora dan ingatan sejarah kebangkitan. Tak kaku sumber dan spiriti sejarah sektraian lelu dihidupkan oleh para filsuf timur,  itu tanda kita bisa lebih dari sekedar kelopok tepuk tangan dan pengbira. 

Manaruh rasa hormt tanpa menerapkan ajaran bapakisme di kalangan wadah ini,  kita manfatkan sisa-sisa kewarasan untuk kebaikan. 

Saya punya cerita semenjak studi di Malang,  ada kawan di Malang yang saya sebut Cak Willi.  Beliau bukan hanya penjual buku,  tapi beliau ada geliat literasi dan hobi berdikusi tema-tema budaya dan kritisisme.  Beliau ceritakan bahwa ada penjual buku di pasar buku (wilis) tidak bisa baca atau bisa dibilang buta "huru", saya terkejut. Loooh kenapa demikian? Tanya saya.  Dia katakan mereka adalah penjual majalah dan buku anak di stasion kereta kemudian di relokasi ke pasar wilis.  

Jadi orang-orang yang suda lanjut usia dan buta huruf ini,  mengandalkan daya hafalnya untuk mengawali pesan interaksi dengan para pengunjung. Dari cerita singkat ini, bisa kita ambil maknanya bahwa di relitas kita ada determinasi ekonomi yang dibuat kejang sekali, tapi ingat kita harus punya cara yang mengesankan. 

Selamat dan sukses untuk Mubes Ikatan Mahasiswa Malauku Utara ke II.

Malang,  6 Novber 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun