Mohon tunggu...
Amelia Rahmawati
Amelia Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Guru BK di Persimpangan Etika: Dari Tempat Aman Menjadi Sumber Luka"

26 Mei 2025   14:37 Diperbarui: 26 Mei 2025   14:37 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Profesi Bimbingan dan Konseling (BK) memiliki posisi yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Konselor sekolah atau guru BK bukan hanya bertugas sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, tetapi juga sebagai penjaga kesejahteraan psikologis siswa. Konselor bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, suportif, dan kondusif bagi perkembangan peserta didik secara menyeluruh, baik dari aspek pribadi, sosial, akademik, hingga perencanaan karier (Gibson & Mitchell, 2011).

Dalam praktiknya, layanan BK berperan besar dalam membantu siswa mengatasi berbagai hambatan yang dapat mengganggu proses belajar dan perkembangan diri. Bimbingan dan konseling merupakan instrumen penting dalam mengembangkan potensi siswa secara optimal dan mengarahkan mereka menuju pencapaian tujuan hidup yang produktif dan bermakna (Prayitno, 2015). Guru BK dituntut untuk menjalankan tugas secara profesional dan berlandaskan pada prinsip-prinsip etika.

Realitas di lapangan tidak selalu mencerminkan idealisme prinsip etika. Ditemukan adanya pelanggaran kode etik oleh oknum guru BK, yang tidak hanya menurunkan kualitas layanan konseling, tetapi juga mencederai nilai-nilai dasar pendidikan. Pelanggaran tersebut antara lain berupa tindakan kekerasan fisik maupun pelecehan seksual terhadap peserta didik. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena menunjukkan adanya penyalahgunaan wewenang dan ketidaksesuaian praktik konseling dengan norma profesi (Sujadi, 2018).

Adanya kasus kekerasan yang dilakukan oleh guru BK menggambarkan kegagalan dalam menjalankan fungsi konseling yang seharusnya berorientasi pada pendekatan humanistik dan empatik. Tindakan pelecehan seksual dalam ruang konseling tidak hanya melanggar etika profesi, tetapi juga hukum dan hak asasi manusia, karena melibatkan penyalahgunaan relasi kuasa antara guru dan siswa (Corey, Corey, & Callanan, 2014). Menurut Hidayat (2014), pelanggaran etik dalam dunia pendidikan dapat menyebabkan kerusakan hubungan interpersonal, hilangnya kepercayaan siswa terhadap sistem pendidikan, serta menimbulkan trauma psikologis yang mendalam.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa meskipun secara formal guru BK telah dibekali dengan pengetahuan tentang etika dan profesionalisme, pelaksanaan di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan. Ini menandakan perlunya penguatan sistem supervisi, pelatihan berkelanjutan, dan evaluasi yang konsisten terhadap layanan BK, agar praktik konseling dapat benar-benar mencerminkan prinsip-prinsip etis yang menjadi landasannya (Winkel, 2009).

2 Kasus yang menggambarkan mengenai guru BK berada di persimpangan etika.

Sebuah tindakan kekerasan yang bisa saja dilakukan oleh seorang guru. Guru dipandang sebagai insan pendidik yang memberikan ilmu bagi anak didiknya, namun pada kasus yang tersorot baru-baru ini adalah, tindak kekerasan yang dilakukan oleh seorang oknum guru BK. Seorang guru Bk yang pada dasar nya adalah bertugas untuk memelihara mental peserta didik, dan mengayomi peserta didik mengenai permasalahan yang dialami, baik itu permasalahan dalam pribadi nya, permasalahan dalam hal belajar, permasalahan dalam hal sosial, maupun permasalahan mengenai karir di masa yang akan datang.  

Kasus tersebut ditunjukkan ketika seorang guru BK melakukan kekerasan fisik dengan cara memukul bagian telinga dari peserta didik, hingga telinga tersebut mengeluarkan darah. Ini bukan hanya pelanggaran etik, tetapi juga pelanggaran hukum yang dapat dikategorikan sebagai tindak kekerasan terhadap anak di bawah umur. Kasus ini terjadi di SMA Negeri 11 Kota Kupang, NTT, dan dari kejadian tersebut dapat disimpulkan bahwa guru BK tersebut tidak cukup memiliki pengendalian diri. Tindakan seperti ini menunjukkan kegagalan dalam mengelola emosi dan ketidaksiapan dalam menghadapi tekanan sebagai pendidik. Seorang guru BK seharusnya menjadi pendukung utama dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan suportif. Alih-alih menjadi tempat yang aman, ruang konseling justru menjadi tempat yang menimbulkan trauma bagi siswa. 

Pelanggaran kode etik juga terjadi pada kasus lain, yang mana kasus tersebut terjadi di SMA Negeri 3 Pekalongan, di mana seorang guru BK diduga melakukan pelecehan terhadap 16 siswi. Padahal, guru BK seharusnya menjadi pelindung dan pembimbing yang aman serta etis. Ketika posisi ini disalahgunakan, bukan hanya siswa yang dirugikan, tapi juga integritas profesi konselor itu sendiri. Dugaan ini mencakup perilaku verbal maupun nonverbal bernuansa seksual yang dilakukan dalam ruang konseling. Perilaku menyimpang ini menunjukkan penyalahgunaan wewenang oleh seorang pendidik, serta pelanggaran berat terhadap kode etik profesi dan hukum perlindungan anak. 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun