Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengrajin Batu Akik Tradisional Pacitan

2 Februari 2015   01:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:59 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Pak Juni menggedrinda batu yang telah dipotongi pak sadeni, dipinggiran kali Grindulu

Pacitan, 01/02/2015

Suara gerinda pak Juni memekakan telinga, tangan kanannya memegangi batu kecil yang ia tempelkan pada lempengan besi gerinda yang berputar dengan kecepatan tinggi yang digerakan oleh mesin bertenaga listrik. Debu langsung berterbangan tatkala batu yang dipegang tangannya ditempelkan pada lempengan besi yang berputar tersebut, dan sesekali ia membetulkan maskernya yang tidak ditalinya dengan sempurna. Seementara matanya ia lindungi dengan kaca mata plus yang ia pakai.

Begitulah pak Juni bekerja sehari-hari bersama 2 temannya di gubuk pinggir jalan menuju Pacitan yang nyaris berada dibibir sungai Grindulu. Ia sudah 14 tahun menekuni pembuatan batu akik dipinggir sungai ini. Bahan bahan ia dapatkan dari runtuhan-runtuhan batu serta batu-batu kali yang mudah didapatkannya di sekitarnya. Banyaknya tebing-tebing batu dia akan lebih mudah memilih mana batu yang sudah berumur tua atau batu yang berumur muda. Menurut dia batu yang berumur tua atau yang berada semakin dalam batunya semakin gelap warnanya, kalau merah semakin merah, kalau hijau semakin hijau. Dan harganya pun semakin mahal dan kekerasannya-pun lebih keras dibandingkan dengan lapisan batu atasnya.

14227046291854344780
14227046291854344780

Wida, pengrajin muda yang bertugas finishing setelah di bentuk oleh pak Juni

Dalam gubuk ini mereka bekerja bertiga, pak Sadeni bertugas memotongi batu-batu menjadi kecil sekaligus membikin pola, pak Juni bertugas membentuk batu dan meratakan batu batu yang telah dipotongi oleh pak Sadeni, sedangkan mas Wida yang paling muda bertugas menghaluskan sekaligus finishing, mas Wida ini memnggunakan alat rakitan sendiri batu gerinda yang paling halus dan amplas yang digerakann oleh ger dan rantai sepeda bekas yang di set sendiri. Pak Juni menggunakan mesin pompa air yang dibikin sedemikan rupa sehingga bisa memutar gerinda, sedangkan pak sadeni menggunakan pemotong keramik yang dia beli di toko bangunan.

1422705607240337510
1422705607240337510

batu mentah, tampak biasa tak bernilai, per biji 10 ribu rupiah, pemesan tinggal pilih atau bawa batu sendiri untuk dibikinkan

Batu batu yang nampak tak bernilai dan tidak berharga ditangan mereka bisa menjadi batu yang berkilau dan berharga tinggi. Pembeli atau pemesan bisa memilih-milih batu yang tersedia dengan membeli dengan harga 10-20 ribu rupiah, dan pelanggan bisa membawa batu sendiri dari rumah untuk dibikinkan disini dengan tarif 10 ribuan dan yang ukuran kecil dengan tarif 15-20 ribu. Semakin kecil semakin mahal tarifnya.

Mereka bekerja mulai jam 8 pagi sampai jam 4 sore, pelanggan mereka orang orang yang lewat dan penasaran dengan kegiatan mereka. Tempat mereka mencolok sehingga mengundang rasa penasaran orang yang sedang lewat untuk mampir.

14227056851405422151
14227056851405422151

pak Sadeni memotongi batu kecil menjadi kecil kecil untuk dipola

14227057581546027149
14227057581546027149

masih tradisional, dengan alat dan perlindungan diri seadanya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun