Mohon tunggu...
Nanang Diyanto
Nanang Diyanto Mohon Tunggu... Perawat - Travelling

Perawat yang seneng berkeliling disela rutinitas kerjanya, seneng njepret, seneng kuliner, seneng budaya, seneng landscape, seneng candid, seneng ngampret, seneng dolan ke pesantren tapi bukan santri meski sering mengaku santri wakakakakaka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Parade 240 Reyog Bidik Pengakuan Unesco di Hari Jadi Ponorogo

3 Agustus 2015   15:26 Diperbarui: 4 Agustus 2015   04:47 1163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ponorogo, 2 Agustus 2015

Luar biasa kejutan yang dibuat panitia hari jadi Ponorogo yang ke 519 kali ini, lebih 200 reyog tampil bersamaan, menari bersamaan memenuhi alun-alun Ponorogo sore kemarin. Dari semua kecamatan yang ada di Ponorogo dibatasi 10 dadag merak, karena kalau tidak dibatasi bisa mencapai 500-an lebih kata mas Jarno pembarong dari Sukorejo, menurutnya dia bersama 9 pembarong lainya yang masih satu kecamatan ditugasi dari kecamatan Sukorejo untuk membawa dadag reyog dan menarikannya di alun-alun, dia datang naik pik-up untuk membawa dadag meraknya yang besar dan berat tersebut. Menurutnya lagi rata-rata di setiap dusun mempunya reyog, dan rata-rata setiap desa mempunyai 3-4 group reyog dan tinggal mengalikan jumplah di kecamatan atau sekabupaten kalau ingin mendapatkan angka kasar jumlah reyog di Ponorogo. Kesemua pengin keluar, pengin tampil unujk diri dalam rangka peringatan hari jadi Ponorogo kali ini. Suatu kebanggan bisa tampil spektakuler begini, imbuhnya. Mereka sudah siap 2 jam sebelum acara dimulai, bukan halangan bagi meskipun cuaca panas pekerjaan keseharian di sawah terpanggang matahari membuatnya terbiasa.

gambar Damar Sasongko, beku

Dalam sambutannya kadis pariwisata  mengatakan, hajatan ini dilakukan dalam rangka memperingati hari jadi Ponorogo ke 519, parade reyog masal ini sebagai kebangkitan insan reyog untuk mencintai seni reyog agar kejadian sengketa reyog dengan negeri lain tidak terulang lagi. Kali ini seni reyog sudah mendapatkan pengakuan dari kemenhum, dia berharap mendapatkan pengakuan dari UNESCO dan semua persyaratan sudah dipenuhi tinggal menunggu semoga dalam waktu dekat sudah mendapakan pengakuan tersebut. Lebih lanjut dia memaparkan selain parade reyog masal ini masih ada kegiatan lain di hari jadi kali ini, pemilihan thole genduk, festival reyog mini setingkat SD-SMP, kirab budaya, dan pameran seni khas Ponorogo lainnya. Dan acara ini berlangsung seminggu kedepan, dia berharap semoga bisa menjadi hiburan dan motivasi untuk masyarakat Ponorogo dan sekitarnya.

Dalam sambutannya bupati mengingatkan bila saat ini usia Ponorogo sudah tidak muda lagi, dia mengajak rakyat bersama-sama membangun Ponorogo baik lewat jalur ekonomi, sosial, budaya maupun pariwisata. Ucapan terima kasih atas kejutan yang luar biasa reyog bisa ditampilkan secara masal, secara kolosal sehingga bisa membuat 'gemuyune wong cilik', yang artinya bisa membuat senang rakyat banyak. Secara resmi bupati Ponorogo membuka secara resmi parade reyog masal ini dengan membunyikan cemeti Samandiman (kw-7) yang selanjutnya diserahkan kepada penari klono sewandono, sebagai pertanda untuk segera memimpin tarian reyog kolasal ini. Karena dalam tarian reyog klono sewandono adalah pemimpin rombongan dalam perjalanan sehingga tercipta cerita tarian reyog ini (versi kerajaan Wengker). 

Setelah menerima cemeti samadiman penari kono sewandono langsung menuju ke tengah arena, gamelan dipukul bertalu-talu, semua reyog yang tadinya ditidurkan di lapangan segera diangkat dan ditarikan oleh pembarong, kencangnya angin membuat sebagian pembarong terpelanting karena lebar reyog tak mampu menerima terpaan yang mebuat berat semakin berlebih dari biasanya.

Para penari warog segera menengah dan dan menari mirip para jagoan yang sedang bertempur adu kesaktian antar warog satu dan lainya, panasnya lapangan dari paving tak dirasa oleh kaki mereka meski tanpa pakai pengalas, begitu juga penari ganongan menari berjumaplitan seperti akrobat, salto sana sini menunjukan kelincahannya sebagai telik sandi seperti cerita awal reyog diciptakan.

Sementara penari jathilan lemah lembut, ditarikan remaja-remaj putri yang ayu rupawan yang sedang mengawal klono sewandono, tariannya pun atraktif meski penarinya perempuan. Peluh mengalir dari rias pipinya maklum panas masih dirasa meski jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Tarian semakin jadi ketika gamelan ditabuh semakin kencang dan rancak membuat para menari meningkatkan tempo tarian. Sorak sorai penonton yang dipinggir semakin menyemangati mereka. Luar biasa penonton dan para pengambil gambar kali ini lebih teratur, mungkin pagar pembatas yang ditempatkan memutar seluar tempat menari membuat penonton tertip. Besar kecil, tua muda, lelaki perempuan tumplek bleg di alun-alun, mereka tidak mau ketinggalan moment langka ratusan reyog menari bersama.

Tertibnya penonton dan para penggambil gambar kali ini mendapat acungan jempol dari panitya (Hari Subagyo), semoga pada kirab budaya yang mengambil rute pendopo kabupaten sampai jalan baru hari Minggu mendatang, sehingga kirab budaya bisa dinikmati dan berjalan tertib sehingga tidak mengecewakan pengunjung, terutama dari luar daerah. Lebih lanjut dia mengingatkan agar masyarakat bisa hadir menonton prosesi dan gelaran hari jadi yang masih akan berlangsung seminggu kedepan.

Pada akhir acara, bupati Amin yang telah 10 tahun memimpin Ponorogo dan menjelang mengakhiri masa jabatanya periode kali ini, diangkat dan didudukan diatas kepala reyog dan diarak ketengah arena untuk ikut menari bersama ratusan penari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun