Mohon tunggu...
Ismet Inoni
Ismet Inoni Mohon Tunggu... Buruh - Salah Satu Pimpinan di Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Buruh Indonesia (DPP GSBI)

GSBI adalah salah satu serikat buruh yang berkedudukan di Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bagaimana Undang-undang Menjawab Perlindungan kepada Buruh Indonesia

18 Oktober 2020   23:16 Diperbarui: 18 Oktober 2020   23:43 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Membaca kembali Omnibus Law  Undang-undang Cipta Kerja yang pada dini hari tanggal 5 Oktober 2020 lalu disahkan oleh DPR RI, dimana hingga saat ini undang-undang tersebut terus menjadi polimik dan kontroversi di kalangan masyarakat luas utamanya klas buruh Indonesia, sehingga perlawanan terhadap undang-undang ini terus meluas di kalangan masyarakat dengan berbagai bentuk dari aksi-aksi di pabrik dan kawasan Industri hingga aksi yang lebih luas di Jakarta.

Sementara itu DPR RI justeru menjadikan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja sebagai tawar menawar politik yang terus bermain di tengah pemahaman yang kurang terkait undang-undang ini justeru enggan bertanya kepada seluruh stakeholder apalagi melihat wacana yang berkembang di tengah-tengah masyarakat luas.

Faktanya sudah jelas jika memang dalam rapat paripurna tersebut para anggota DPR tidak diberikan naskah undang-undangnya mengapa justeru menghadiri sidang tersebut kecuali fraksi Partai Demokrat yang kemudian meninggalkan ruangan sidang.

Belum lagi paska pengesahan muncul berbagai berita terkait halaman undang-undangnya yang berubah-ubah ini makin menjelaskan bahwa DPR tidak memahami secara detail dan baik terhadap undang-undang ini.

Namun dalam kesempatan ini saya bukan mau menyoroti meluasnya perlawan massa buruh terhadap Omnibus Law undang-undang Cipta Kerja yang juga mendapat berbagai reaksi dari pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin.

Maka melalui tulisan ini saya bermaksud membahas salah satu isu saja yang ada dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja yaitu isu bahwa Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja memberikan perlindungan kepada buruh Indonesia, bahkan salah seorang pengacara terkenal juga sempat membicarakan keuntungan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja ini di berbagai media, atas pendapat ini tentu perlu di kaji lebih detail.

Pertanyaannya adalah benarkah Omnibus Law undang-undang Cipta Kerja memberikan perlindungan kepada buruh Indonesia, salah satunya adalah perlindungan kepada buruh ketika berakhirnya hubungan kerja, dimana ketika berakhirnya hubungan kerja maka buruh mendapatkan hak yang namanya pesangon, dimana hal ini menjadi kewajiban pengusaha  yang diatur dalam undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan khususnya Bab yang mengatur tentang pemutusan hubungan kerja (PHK) dari pasal 150-172, meskipun  undang-undang inipun tidak lepas dari problem dimana sering kali buruh ditinggalkan pengusaha kabur sehingga butuh waktu yang panjang untuk dapat kepastian mendapatkan pesangon bagi buruhnya.

Selain itu saya kira penting saya mengetengahkan landasan filosofis tentang pesangon karena pesangon ini selain kewajiban pengusaha adalah juga penghargaan kepada buruh atas loyalitas bekerja yang panjang kepada pengusaha.

Selanjutnya mengapa buruh mesti mendapatkan pesangon hingga maksimal 32 kali upah tentu perhitungan ini muncul jika buruh sudah bekerja hingga pensiun dimana usia pensiun sebelumnya adalah 55 tahun, sementara saat ini adalah 57 tahun.

Jadi buruh yang mendapatkan pesangon perhitungan 32 kali upah adalah buruh yang sudah bekerja 37 tahun kepada pengusaha jika buruh mulai bekerja pada usia 18 tahun, (55 th-18th= 37 th). Tetapi bagaimana jika buruh putus hubungan kerja sebelum itu, ini tentu pertanyaan lainnya?

Jadi memberikan pesangon 32 kali upah kepada buruh yang di PHK karena pensiun bukan akan menjadikan buruh itu kaya raya secara ekonomi tetapi setelah bekerja selama 37 tahun banyak yang harus mantan buruh tersebut perbaiki sebut saja tempat tinggalnya yang mulai reot, hutang-hutang ketika masih bekerja baik kepada pengusaha maupun kepada koperasi dll, termasuk untuk menopang kehidupan setelah pensiun, jadi memberikan pesangon 32 kali upah tersebut janganlah di lihat sebagai beban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun