Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Catatan Kecil dari Gelar Juara Piala AFF U16 2022

14 Agustus 2022   00:27 Diperbarui: 17 Agustus 2022   15:49 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 FOTO: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko via detikSport

MENONTON pertandingan final Piala AFF U16 2022 antara timnas Indonesia melawan Vietnam, dada saya selalu berdebar-debar. Lebih-lebih ketika lawan semakin meningkatkan serangan pada akhir pertandingan. Syukurlah, kemenangan itu sukses dipertahankan. Gelar juara pun berhasil direngkuh.

Ini kali kedua timnas Indonesia U16 menjuarai Piala AFF. Gelar pertama diraih pada edisi 2018, baru berjarak 5 tahun lalu. Mengindikasikan bahwa negara ini sebetulnya selalu mempunyai bibit-bibit pesepak bola andal nan melimpah.

Dilihat dari segi permainan, Iqbal Gwijangge, dkk. boleh dibilang tim terbaik di turnamen kali ini. Mereka memang layak menjadi juara jika menilik pada torehan yang dicatatkan sepanjang turnamen.

Coba kita kilas balik kembali kiprah adik-adik tercinta ini. Timnas U16 tampil bagus sejak fase grup. Mereka memenangi seluruh 3 pertandingan Grup A, diawali dengan kemenangan 2-0 atas Filipina di partai pertama.

Memang skornya hanya 2-0, tetapi yang dikalahkan Filipina. Lawan satu ini boleh dibilang merupakan tim paling berkembang di Asia Tenggara dalam tahun-tahun belakangan. Perlahan tapi pasti, Pinoy meninggalkan zona bawah ASEAN yang sempat mereka huni bersama-sama Brunei Darussalam, Laos, Kamboja dan Timor Leste.

Yang paling mencuri perhatian adalah kemenangan telak 9-0 atas Singapura, di mana separuh pemain Indonesia di lapangan mencetak gol dan Nabil Asyura menorehkan hattrick. Lalu disusul aksi comeback mengesankan saat menghabisi Vietnam 2-1.

Tiga kali menang, mencetak 13 gol, dan hanya kebobolan sekali. Itulah catatan ciamik yang menjadikan Indonesia U16 sebagai pemuncak grup terbaik. Tim tersubur, sekaligus paling sedikit kebobolan, serta selalu menang.

Tekanan Mental?

Akan tetapi sempat terjadi setback di semifinal. Menghadapi Myanmar yang di atas kertas levelnya setingkat di bawah, permainan awak timnas Indonesia U16 justru tampak menurun. Sungguh sangat di luar perkiraan.

Mulanya saya memprediksi Iqbal, dkk. bakal menang mudah atas Myanmar. Skor akhir setidaknya 2-0 untuk Indonesia. Namun ternyata kenyataannya tidak demikian.

Alih-alih menang, para pemain Indonesia U16 malah sering sekali melakukan kesalahan mendasar di hadapan Myanmar. Mereka tidak bermain selepas sebelum-sebelumnya. Agak berantakan kalau boleh jujur.

Saya menebak, bisa jadi penyebab utama kemunduran itu adalah rasa gugup yang tiba-tiba menyergap. Biar bagaimanapun, semifinal adalah pintu gerbang menuju partai final. Sedangkan laga pamungkas sendiri merupakan penentu gelar juara.

Memang tidak ada kata terucap mengenai target juara bagi timnnas U16 di ajang ini. Namun pemberian bonus Rp 100 juta usai kemenangan atas Vietnam di partai ketiga, rasa-rasanya cukup jelas menyiratkan adanya harapan ke arah sana.

Terlebih baru sebulan lalu timnas U19 gagal di ajang serupa. Kegagalan yang masih terasa sakitnya hingga kini. Kekecewaan juga masih ditunjukkan suporter. Terbukti setiap kali pemain Vietnam memegang bola saat melawan Indonesia, penonton bersorak mengejek.

Mundur lebih jauh ke akhir tahun 2021, timnas senior juga gagal menjuarai edisi tunda Piala AFF 2020. Padahal waktu itu Asnawi Mangkualam, dkk. tampil sangat baik di sepanjang turnamen. Kecuali di final leg pertama saat hancur lebur digasak Thailand 0-4.

Alhasil, beban untuk meraih piala lantas tercurah pada timas U16. Lagi-lagi, meski tak ada yang membebankan target itu pada mereka secara langsung, saya yakin para pemain tahu betul jika mereka tengah digadang-gadang menjadi juara.

Dipayungi Keberuntungan?

Agaknya faktor ini yang membuat permainan Iqbal Gwijangge, dkk. tidak lepas ketika menghadapi Myanmar di semifinal. Permainan yang mereka tampilkan tidak seperti pertandingan sebelum-sebelumnya.

Dalam amatan awam saya, para pemain Indonesia U16 terlihat tidak nyaman menguasai bola. Mereka seringkali terburu-buru mengoper ke depan, tetapi juga tak jarang malah terlalu lama mengolah bola sehingga dapat direbut pemain lawan.

Untung saja Myanmar memilih bermain defensif sepanjang 90 menit. Alhasil, para pemain Indonesia U16 dapat terus-terusan mengurung pertahanan lawan. Yeah, meski ujung-ujungnya lebih sering mengecewakan.

Seperti pernah saya tuliskan selepas pertandingan tersebut, ada tiga kekurangan mencolok yang ditunjukkan Indonesia U16 kala itu. Satu yang paling mengganggu bagi saya adalah ingin lekas-lekas mengangkat bola ke dalam kotak penalti lawan tanpa rancangan serangan yang rapi.

Untungnya lagi Riski Afrisal sukses memanfaatkan tendangan bebas yang dia dapat pada menit ke-69. Gol penyama kedudukan yang membuat tekanan para pemain Indonesia terangkat. Sayangnya mereka tak mampu membuat gol kedua sehingga harus melalui adu penalti.

Tanpa bermaksud tidak menghargai perjuangan para pemain, menurut saya adu penalti tidak lebih dari adu keberuntungan. Di sini para pemain, baik kiper maupun penendang, sama-sama mengandalkan tebak-tebakan saja.

Kalau dia eksekutor dan tebakannya pas, jadilah angka. Kalau dia kiper dan tebakannya pas, jadilah penyelamatan gemilang. Andrika Fathir Rachman sendiri selalu menebak dengan tepat arah tembakan pemain-pemain Myanmar, sampai kemudian berhasil menggagalkan salah satunya.

Karena itu, tak salah bila ada yang berpendapat jika Indonesia dipayungi keberuntungan ketika melawan Myanmar. Toh, bukankah mereka tidak menang karena skor akhir di waktu normal sama kuat 1-1?

Layak Juara

Apa pun itu, di partai final Iqbal Gwijangge, dkk. kembali menunjukkan permainan asli mereka. Meski menghadapi Vietnam yang tampil lebih dominan lagi sangat ngotot, anak-anak asuhan Bima Sakti sukses menyelesaikan pertandingan dengan kemenangan.

Lagi-lagi saya menebak, kemenangan 2-1 pada pertemuan sebelumnya memegang peranan di sini. Beban mental yang mendera para pemain lebih enteng karena tahu lawan pernah mereka kalahkan. Bahkan dengan cara yang sangat elegan.

Tentu saja masih ada beberapa catatan dari laga final melawan Vietnam tersebut. Namun biarlah Bima Sakti dan tim pelatih yang memberi penilaian terhadap para pemain sekaligus memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut.

Di sini saya ingin melempar pujian. Secara umum penampilan para pemain Indonesia U16 di kompetisi ini harus diakui sungguh apik. Mereka tampil penuh semangat, juga menyuguhkan sepak bola menyerang yang selama ini jadi ciri khas Indonesia.

Terutama di partai final, saat sekali lagi menekuk Vietnam. Menurut saya, di partai ini faktor kedisiplinan pemain menjadi kunci penting dalam kemenangan 1-0 di hadapan suporter yang memadati Stadion Maguwoharjo.

Meski semakin mendekati akhir pertandingan semakin ditekan habis oleh lawan, pertahanan Indonesia tidak runtuh. Para pemain sangat disiplin dalam menjaga area yang menjadi tanggung jawab masing-masing. Jangan kata pemain Vietnam, pelatihnya saja sampai frustasi.

Akhir kata, selamat untuk para pemain timnas U16 atas keberhasilan ini. Ingat pesan pelatih kalian, Bima Sakti, jangan terlalu larut dalam euforia. Sebab Oktober nanti kita sudah harus kembali berjuang dalam ajang Kualifikasi Piala Asia U17 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun