Penulis: Â Wilda Yanti (NPM 2424011003) dan Darwin H. Pangaribuan (NIDN 0013016302), Mahasiswa Pascasarjana dan Dosen Jurusan Agronomi Hortikultura, Fakultas Pertanian Universitas Lampung
"Sebagai sayuran buah, mentimun bersifat mudah rusak dan memiliki umur simpan yang singkat. Ketahanan mutu mentimun sangat dipengaruhi oleh perlakuan pascapanen yang diterapkan sejak panen hingga distribusi"
PENDAHULUANÂ
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang digemari masyarakat karena rasanya yang segar dan kandungan air yang tinggi. Tingkat konsumsi mentimun di Indonesia terus meningkat seiring dengan kesadaran masyarakat terhadap pola makan sehat (Fahmy & Nakano, 2014). Sebagai sayuran buah, mentimun bersifat mudah rusak dan memiliki umur simpan yang singkat. Ketahanan mutu mentimun sangat dipengaruhi oleh perlakuan pascapanen yang diterapkan sejak panen hingga distribusi.
Kerusakan pascapanen pada mentimun seringkali terjadi akibat respirasi tinggi, kehilangan air, dan aktivitas mikroba. Ketiga faktor tersebut menyebabkan penurunan mutu secara fisik, kimia, dan sensori dalam waktu singkat (Saltveit, 2004; Wang et al., 2022). Penanganan pascapanen yang kurang tepat dapat menyebabkan penyusutan hasil mencapai 30--40% dari total produksi (Kader, 2002). Oleh karena itu, penerapan teknologi pascapanen yang sesuai sangat penting untuk mempertahankan kualitas mentimun hingga sampai ke konsumen.
Penerapan teknologi pascapanen melibatkan berbagai pendekatan seperti pengemasan atmosfer termodifikasi, pelapisan dengan bahan alami, pengaturan suhu, serta pengendalian etilen. Setiap pendekatan bertujuan memperlambat laju fisiologis dan menghambat proses kerusakan yang terjadi setelah panen (Gholami et al., 2023; Rani et al., 2022). Teknologi ini sangat relevan dengan kebutuhan pertanian presisi yang mengedepankan efisiensi dan keberlanjutan. Oleh karena itu, penting untuk memahami aspek fisiologis dan strategi pascapanen secara komprehensif.
ASPEK FISIOLOGIS MENTIMUNÂ
Mentimun merupakan komoditas yang memiliki laju respirasi tinggi setelah panen. Proses respirasi mempercepat pemecahan karbohidrat dan senyawa penting lainnya, yang berdampak pada penurunan mutu fisik dan kimia (Saltveit, 2004; Kader, 2002). Akibat laju respirasi tinggi, mentimun mengalami penyusutan berat dan hilangnya kesegaran dalam waktu singkat. Maka dari itu, strategi pascapanen yang dapat menekan respirasi menjadi sangat penting.
Buah mentimun sangat sensitif terhadap suhu rendah yang menyebabkan cedera dingin atau chilling injury. Cedera dingin merusak struktur membran sel dan menyebabkan kebocoran elektrolit yang mempercepat pelunakan dan pembusukan buah (Wang et al., 2022; Kou et al., 2021). Gejala seperti bercak air dan warna gelap sering muncul jika mentimun disimpan di bawah suhu optimal. Oleh karena itu, pengaturan suhu penyimpanan yang sesuai menjadi langkah utama dalam mencegah kerusakan fisiologis.
Selain respirasi dan suhu, kehilangan air juga menjadi penyebab utama penurunan mutu mentimun. Transpirasi yang tidak terkendali menyebabkan pelayuan, kekusutan kulit, dan berkurangnya nilai jual (Suslow & Cantwell, 2002; Fahmy & Nakano, 2014). Kehilangan air sebesar 5% saja sudah dapat menurunkan kesegaran visual secara signifikan. Untuk itu, teknologi pascapanen yang mampu menekan transpirasi sangat dibutuhkan.
Etanol dan etilen merupakan senyawa yang berperan dalam mempercepat pematangan dan pembusukan buah. Paparan etilen meningkatkan aktivitas enzim pemecah dinding sel dan mempercepat pelunakan jaringan (Yang & Hoffman, 1984; Nasser et al., 2023). Mentimun termasuk buah yang sensitif terhadap etilen meskipun tergolong non-klimakterik. Pengendalian etilen selama penyimpanan menjadi kunci untuk mempertahankan struktur dan kesegaran buah.
Secara keseluruhan, pemahaman terhadap proses fisiologis pascapanen sangat penting dalam menentukan perlakuan yang tepat. Setiap perubahan fisiologis akan berdampak langsung pada kualitas dan daya simpan mentimun (Chien et al., 2007; Sathya et al., 2021). Maka, teknologi yang diterapkan harus mampu menghambat perubahan ini tanpa menimbulkan efek negatif. Hal ini menjadi dasar utama dalam merancang sistem pascapanen yang presisi dan berkelanjutan.