Mohon tunggu...
bunga rausan
bunga rausan Mohon Tunggu... mahasiswa ums

saya hobi membaca buku dan merupakan mahasiswa psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Fenomena Brain Rot dan Ancamannya bagi Kognitif Akibat Konten Media Sosial

19 Oktober 2025   06:13 Diperbarui: 19 Oktober 2025   06:13 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

A. PENDAHULUAN

Saat ini dunia sedang berada pada era globalisasi dan digital dimana perkembangan teknologi begitu pesat, khususnya teknologi digital. Perkembangan teknologi ini tentu saja membawa perubahan dan pengaruh terhadap masyarakat dunia. Dapat ditandai dengan keberadaan handphone yang membuat komunikasi menjadi sangat mudah, adanya internet sehingga informasi dengan mudah dicari dan didapatkan, adanya media sosial memungkinkan adanya interaksi sosial masyarakat dunia, perubahan ini membuat kebiasaan dan fokus masyarakat menjadi berbeda dari era yang sebelumnya. Keberadaan perangkat digital pada saat ini menjadi bagian dari aspek fundamental generasi. Dikutip dari NIH (National Institute of Health) semua yang ditawarkan oleh perangkat digital membuat penggunanya merasakan beragam rangsangan yang bereaksi dengan cepat dan tersedia dengan akses yang sama, praktis di mana saja melalui perangkat digital, yang membuat pengguna perangkat digital menggunakan perangkatnya melebihi waktu yang dianjurkan yakni dua sampai tiga jam.

Perkembangan teknologi membuat penggunaan media sosial menjadi sangat lazim di kalangan masyarakat. Platfrom media sosial seperti Youtube, Instagram, TikTok menjadi sangat popular akhir-akhir ini. Dimana mereka menyediakan layanan berbagi konten, dimana pengguna platform dapat mengunggah berbagai video ataupun foto yang dapat dengan bebas ditonton oleh pengguna lainnya. Konten-konten yang diunggah memiliki berbagai macam informasi ataupun isi yang berbeda beda. Dengan realita waktu screen time setinggi 6 jam per hari memungkinkan masyarakat dunia untuk menonton konten yang ada di media sosial dalam jumlah yang banyak dan memungkinkan mereka untuk menerima infromasi yang berbeda beda pada tiap menitnya. Kebiasaan screen time yang tinggi dan konten -konten media sosial yang minim manfaat kemudia memunculkan fenomena baru yaitu brain rot, dimana fenomena ini pada tahun 2024 ditetapkan oleh Oxford menjadi the Oxford Word of the Year for 2024 .

Fenomena brain rot atau yang biasa kita sebut kerusakan otak (brain rot) mengacu pada penurunan kognitif yang terutama terjadi akibat konsumsi konten yang dianggap sepele dan tidak menantang, terutama konten daring. Kerusakan otak dapat disebabkan oleh kecanduan media sosial atau stimulasi diri dengan konten yang dapat menyebabkan penyimpangan pola kognitif normal. Kata brain rot pertama kali muncul pada sebuah buku karya Henry David Thoreau (1854) yang berjudul "Walden". Kata ini jarang digunakan, tetapi perlahan-lahan mendapatkan popularitas seiring dengan munculnya media sosial di era digital.

B. PEMBAHASAN

Pada era ini, brain rot yakni kerusakan otak atau pembusukan otak, memiliki hubungan yang erat dengan konten media sosial dimana faktor utama terjadinya brain rot yakni konsumsi konten-konten pada media sosial, terlebih konten-konten minim manfaat, yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif seseorang. Konten secara umum ternyata juga sebagai penentu keefisienan dari penurunan kognitif seseorang. Konten yang menimbulkan stimulasi sensorik berlebihan seperti video yang bergerak cepat, video pornografi, atau konten yang dianggap relatif aversif atau menimbulkan emosi negatif seperti rasa jijik, atau rasa tidak nyaman, secara nyata dapat menambah beban kognitif yang menyebabkan kelelahan secara psikologis pada seseorang.

Brain rot memengaruhi otak tepatnya pada bagian otak depan telecephalone, dimana pada telecephalone terdapat bagian lobus frontal yang bertanggung jawab dalam mengatur fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif adalah kondisi dimana kita mengalami penurunan pada kemampuan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, memori kerja, dan lain-lain. Salah satu hal yang memotivasi seseorang untuk menonton konten daring secara terus-menerus adalah kebutuhan seseorang terhadap stimulasi dan penghargaan. Dipandang dari segi neurologisnya reseptor atau protein penerima yang bertanggung jawab terhadap lanjutan dari stimulasi dan penghargaan adalah reseptor dopaminergik D1. pengaktivan dan proses fosforilasi reseptor yang dilakukan berulang kali akan menghasilkan produk berupa protein yang bernama arrestin yang dapat mengurangi saktivitasnya. Sebab itulah disimpulkan bahwa stimulasi konstan dari konten-konten pada media sosial akan menyebabkan proses menurunnya respons reseptor dopamin akibat paparan dopamin yang berkelanjutan atau faktor lain yang secara ilmiah disebut Desensitiasi dopamin. Desensitiasi dopamin menyebabkan hilangnya motivasi untuk melakukan tugas yang tidak memberi rangsangan yang sama dalam hal ini rangsangan dari konten-konten media sosial. Hal ini memiliki potensi untuk menurunkan motivasi dalam kegiatan pembelajaran dimana keterlibatan dalam kegiatan pembelajaran, tugas kognitif kompleks dan kemampuan beradaptasi dipengaruhi oleh proses plastisitas sinaptik yaitu proses dimana neuron memiliki kemampuan untuk memodifikasi koneksinya, terlibat dalam bagaimana otak membangun kembali dan menyesuaikan sambungannya setelah terjadi kerusakan, baik itu karena sumbatan darah (stroke), kemunduran saraf (seperti penyakit pikun), atau peradangan. Proses ini dihasilkan dari pola aktivasi neuron yang selaras dan bersamaan. Kurangnya motivasi dalam pembelajaran akan menyebabkan penurunan plastisitas sinaptik dalam pola aktivasi neuron untuk tugas kognitif kompleks yang adalah faktor neurologis utama untuk mengembangkan fungsi kognitif. Dimana jika disimpulkan adalah paparan rangsang dari konten media sosial secara berulang dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif pada otak kita.

Solusi untuk mengatasi dampak negatif dari brain rot, dan dapat meningkatkan kembali kemampuan kognitif kita antara lain meningkatkan kesejahteraan fisik dan juga psikologis dari seseorang. Contohnya dengan melakukan detoksifikasi dopamin yaitu kegiatan dimana kita membatasi aktivitas yang dianggap menyenangkan tetapi dapat membawa dampak buruk jika dilakukan secara berlebihan contohnya screen time yang terlalu tinggi ataupun main game. Ditambah gerakan fisik seperti olahraga, tidur yang cukup, koneksi sosial, dan mindfulness seperti meditasi dan lainnya. Untuk meningkatkan kesejahteraan fisik dan psikologis perlu adanya detoks dopamin karena, motivasi dipengaruhi oleh dopamin.

C. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa fenomena brain rot adalah penurunan fungsi kognitif diakibatkan stimulasi konstan yang diberikan oleh konten media sosial sehingga menyebabkan detensiasi dopamine. Hal ini menegaskan betapa bahayanya ancaman brain rot bagi fungsi kognitif dan besarnya pengaruh dari keberadaan konten media sosial. Namun, brain rot dapat teratasi dengan beberapa cara seperti detoksifikasi dopamin, gerakan fisik, tidur, koneksi sosial, dan mindfulness. Perlu adanya kesadaran diri untuk membatasi konsumsi konten media sosial untuk mengurangi ancaman brain rot bagi kognitif.

D. REFERENSI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun