Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gibran dan Bobby Wali Kota Termuda, Jokowi Prestisius

26 Februari 2021   14:25 Diperbarui: 26 Februari 2021   17:45 843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran anak Jokowi (Dok Facebook)

SEPANJANG sejarah di Indonesia, belum ada Presiden yang menjabat pemerintahan lalu anaknya menjadi Kepala Daerah. Di era Presiden Ir. H. Joko Widodo (Jokowi), suasana itu berbeda. Tatanan politik seperti mengukuhkan dan melegalkan politik dinasti. Terbukti Jokowi berhasil meloloskan anak dan menantunya menjadi Wali Kota.

Gibran Rakabuming Raka, lahir di Solo, 1 Oktober 1987 merupakan anak sulung dari Presiden Jokowi. Cukup fantastik, di usia 33 tahun, Gibran telah menjadi Wali Kota. Bukan soal pengalaman yang membuat publik penasaran. Bagi saya, bukan juga tentang pengakuan terhadap kemampuannya menjadi pemimpin kaum muda yang teruji.

Melainkan kekuatan di belakangnya. Siapa yang mengendalikan Gibran?. Kemenangan Gibran di Pilwako Solo, tidak bisa dilepas dari peran Bapaknya sebagai Presiden. Begitu juga Bobby Nasution, Wali Kota Medan yang dilantik, Jumat 26 Februari 2021 hari ini. Pria yang lahir di Medan, 5 Juli 1991 itu merupakan suami dari Kahyang Ayu yang adalah kedua dari Jokowi.

Menantu Jokowi mencatat sejarah sebagai Wali Kota termuda di Indonesia. Usia 21 tahun, posisi Bobby sama dengan Wali Kota termuda di Thiruvananthapuram Negara India yang bernama Arya Rajendra, lahir 12 Januari 1990, kemudian dilantik menjadi Wali Kota, Senin (28/12/2020). Konstruksi sejarah telah sukses dirangkai Jokowi. Dalam berdemokrasi, Jokowi mampu menaruh harga dirinya secara politik.

Meletakkan kelasnya sebagai ayah yang perkasa. Tidak main-main. Meski di musim darurat kesehatan Covid-19 hanya karena anak-anaknya maju di Pilkada, hajatan demokrasi harus dilaksanakan. Rakyat yang rasional tentu mengerti ini. Mengkategorikan momentum pandemi sebagai 'situasi bahaya demokrasi'. Karena birahi politik, krisis kesehatan dianggap biasa. Bahkan, kepentingan politik yang diutamakan.

Publik menilainya seperti apapun itu, Jokowi tak peduli. Tetaplah Jokowi berhasil sebagai ayah. Dia tidak rela meninggalkan anak-anaknya yang bertarung di Pilkada Serentak 9 Desember 2020. Jika saja saat anak-anaknya bertarung, posisi Jokowi hanyalah Lurah, tentu mereka berpotensi besar kalah. Ya, karena Jokowi Presiden makanya kemenangan anak-anaknya tertunaikan. Anak-anaknya kasih ingusan, sebabnya Jokowi harus memandu mereka.

Sebelum bertanding di Pilwako, mereka (Gibran dan Bobby) sudah diprediksi menang. Apa dasarnya publik berkesimpulan begitu?, tentu bukan karena keunggulan maupun modal sosial anak-anak Jokowi. Melainkan karena posisi ayah mereka. Senjata politik dinasti yang diandalkan. Begitulah, Gibran-Bobby mencipta sejarah tersendiri. Patahan sejarah demokrasi.

Kita menunggu lagi kejutan Presiden Indonesia selepas Jokowi. Apakah lebih parah dalam membangun dinasti politik ataukah tidak?. Semoga demokrasi tidak berlanjut dilucuti. Jabatan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga lagi. Sedih rasanya, puji pemimpin di Negara ini berfikirnya mengutamakan gen politiknya.

Peranan Jokowi sebagai Presiden dikapitalisasi betul untuk kepentingan keluarganya. Jejak digital memang tidak dapat dibohongi. Semua yang dilakukan Jokowi akan tercatat, terekam dan dikenang. Sekelas Presiden Soeharto yang memimpin Indonesia begitu lama, tidak melakukan hal seperti yang dilakukan Jokowi. Kalau Soeharto mau, niscaya anak keturunannya dijadikan Kepala Daerah di masanya memimpin. Suami Iriana Joko Widodo ini membuat 'sejarah suram'. Musibah bagi proses demokrasi yang murni tanpa intervensi keluarga dan intervensi kekuasaan.

Tetap Presiden Jokowi yang memiliki peran tunggal dalam kemenangan anak-anaknya. Pendapat itu sukar dibantah. Tidak perlu si Jokowi turun langsung dalam gelanggang politik. Cukup memberi isyarat, mengedipkan mata, spontan relawan Jokowi akan gotong royong membantu. Mereka akan ramai-ramai memenangkan anak-anak Jokowi. Begitulah enaknya menjadi Presiden. Tidak serumit mereka yang tidak punya jabatan apa-apa.

Gibran juga Bobby akan menghadapi realitas baru. Dimana mereka adalah sebagai pejabat publik, siap-siaplah dikritik. Jangan manja karena mentang-mentang anak Presiden. Bekerjalah untuk rakyat yang kalian pimpin. Sekarang kalian berdua jangan dulu menepuk dada berbangga. Karena kemenangan kalian merupakan buah dari jabatan ayah. Ketika bukan Jokowi Presiden, Gibran, Bobby pasti tidak diperhitungkan dalam Pilkada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun