Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rupa-rupanya Tuan Jokowi Lupa

23 Januari 2021   13:36 Diperbarui: 24 Januari 2021   06:47 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi (Foto Kabar24.bisnis.com)

Kejanggalan berubah seperti kebiasaan. Selera pemerintah apapun yang hendak dilakukan, dikerjakan, enteng-enteng saja. Semua dapat dilakukan. Bahkan, kalau mereka punya kuasa 'mengedipkan mata', kemudian rencananya jalan, itu bisa terlaksana. Tarung kemauan, kepentingan, kesukaan, tak ada yang dapat kalahkan pemerintah.

Pemerintah memang punya cadangan kemampuan yang mumpuni. Mampu membolak-balikkan 'kebenaran'. Dijungkir-balikkan, menyulap, apapun itu kepentingan Negara selalu menang. Bila dihadap-hadapkan dengan keperluan publik (rakyat), tetaplah publik kalah. Wibawa Negara memang kokoh betul. Tetapi, siapa yang salah, jika rakyat berontak?. 

Sebetulnya, pemerintah bukan pemilik tunggal atas Negara. Lebih dari itu, Negara ini miliki rakyat. Ya, rakyatlah pemilik kedaulatan itu. Dalam titik yang paling rendah kita berlogika, rakyat menjadi elemen penting terhadap berdirinya Negara. Meski begitu, pemerintah memang selalu ego. Merasa paling berhak, akhirnya menyiksa rakyat melalui kebijakan.

Menganggap bahwa kepemilikan satu-satunya dari Negara hanyalah pemerintah. Rakyat yang menggelar demonstrasi damai, protes terhadap kebijakan pemerintah, itu sebagai bukti. Mereka dituduh melakukan makar. Dianggap membuat onar, subversif. Ini keanehan namanya. Negara itu punya rakyat, tak mungkin rakyat merusak negaranya sendiri. Rakyat juga punya hak bicara, jangan dibatasi.

 Mengoreksi, menyampaikan pemikirannya. Bila Negara mengarah pada kebangkrutan, yang paling merasakan rakyat. Bila Negara akan menuju kegagalan wajar ada interupsi dari rakyat. Tidak perlu takut jika rakyat sampaikan saran dan kritik. Tragisnya lagi ketika kebijakan negara yang dinilai mulai mengancam rakyat, lalu kritik dilayangkan. Mereka ujung-ujungnya ditangkap, direpresif atas nama stabilitas Negara. Sangat lucu.

Karena bisa terjadi, pemerintah yang salah kelola dalam bernegara. Dampaknya, rakyat yang menderita. Detak pembangunan itu dipimpin pemerintah. Namun bukan secara brutal, sewenang-wenang memuluskan kepentingan pemodal, bisnis satu dua orang. Kepentingan rakyat yang sejatinya diutamakan. Tuan harus tau, Negara Indonesia ini terancam gagal mewujudkan segala dimensi pembangunan.

Kesenjangan masih saja terlihat kasat mata. Rakyat miskin makin tumbuh. Kebenaran, keadilan masih menjadi bahan perdebatan. Pemerintah harusnya lebih konsen mengkonkritkan pembangunan. Salah satu aspek yang menonjol, memicu kemunduran peradaban kita ialah salah kelolanya mengatasi pendemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pemerintah tak boleh kalah, tak boleh lambat menyelesaikan persoalan bangsa.

Bencana di sektor kesehatan masih kurang mantap diatasi pemerintah. Seperti tak ada kepastian. Seperti cerita yang berlanjut, dari satu episode ke episode selanjutnya. Kalau pemerintah sungguh-sungguh, ini tidak harus terjadi. Sudah stay at home, work from home, menerapkan protokol kesehatan. Covid-19 belum juga selesai meneror. Menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, menggunakan handsanitizer, juga telah dilakukan rakyat. Namun, apa yang terjadi. Tetap saja Covid-19, menjadi horor. Membatasi semua aktivitas sosial rakyat.

Kenapa pemerintah mau habiskan anggaran Triliunan rupiah untuk membeli vaksin Sinovac yang diproduksi dari China itu?. Belum lagi kadar keampuhan vaksin masih diragukan. Contohnya saja, mereka yang baru selesai divaksi tetap terpapar Covid-19. Tiap-tiap orang punya kekebalan tubuh atau daya tahan berbeda. Lalu kenapa vaksin diberikan merata kepada rakyat?. Apakah ini tidak beresiko. Aroma bisnis makin terasa. Siapa yang mendapatkan mega proyek pembelian vaksin itu?. Semua ini layak ditanyakan rakyat.

Toh, uang rakyat juga yang dipakai membeli vaksin tersebut. Belum lagi, kebijakan refocusing anggaran yang dilakukan secara nasional. Konsekuensinya meluap ke daerah, dan meluas. Ditemukan, daerah-daerah tertentu yang mulai mengalami 'kebangkrutan', kerugian, kekosongan kas daerah. Belanja daerah untuk hal-hal yang dianggap tidak prioritas dipending, alhasil ketika bencana alam banjir dan tanah longsor pemerintah daerah lagi yang disalahkan. Rakyat korban bencana menjerit, tetap ada yang menanggung beban untuk disalahkan, sudah pasti pemerintah.

Tidak gampang memang. Perlu transparansi dari Tuan Presiden Jokowi. Covid-19 seolah menutupi kekuarangan dan kelemahan pemerintah. Agak samar-samar terlacak bahwa pandemi 'semesta' yang bernama Covid-19 ini telah mengalami pembajakan. Jangan-jangan bencana non-alam hanya tameng, untuk pemerintah melakukan korupsi massal. Tidak sedikit ya dana penanggulangan Covid-19 diperuntukkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun