Mohon tunggu...
Bung Amas
Bung Amas Mohon Tunggu... Jurnalis - Kolektor

Pernah kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsrat Manado

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi dan Septic Tank

17 November 2020   10:30 Diperbarui: 17 November 2020   18:30 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demokrasi dalam dua sisi, ilustrasi (Foto Tokopedia.com)

Rakyat Indonesia yang beragam ini diajarkan etika dan moralitas. Ini sebagai alat deteksi agar kita tidak menyesatkan demokrasi di luar koridor, dan mengecilkannya dengan sekedar politik uang. Isi di dalam septic tank itu sangat bau, tapi bila demokrasi tak diurus dan dikontrol dengan baik, isi dari demokrasi bahkan lebih bau busuk dari isi sapic tank. Karena aka nada 'penghianatan' manusia atas manusia. 'Pembunuhan' manusia atas manusia dari aspek hak-haknya.

Dapat bermunculan rekayasan, konspirasi untuk menjegal pihak lain. Demi menang dalam kompetisi demokrasi, sering terjadi praktek menghalalkan segala cara seperti yang dikatakan Machiavelli. 

Demokrasi menjadi angker, seolah-olah menjadi rumah hantu. Silahkan kita bersatu padu, bangunkan lagi demokrasi yang mungkin dipaksa tidur. Kecurigaan saya, demokrasi dipaksa tidur atau dijatuhkan para elit politik dan pemilik modal yang rakus kekuasaan.

People power adalah solusinya. Terlebih rakyat sipil harus melahirkan kesadaran kritis. Kalau pemerintah Indonesia belum maksimal menjadi contoh, minimal kita minta untuk tidak membungkam suara-suara kritis dari rakyat. 

Hanya dari rakyatlah solusi menyehatkan dan menyelamatkan demokrasi bisa berjalan efektif. Harapan kita yang besar ke partai politik rupanya belum berjalan dengan baik. Entah diabaikan ataukah malah dilawan?.

Padahal kita sebagai rakyat hanya menghendaki demokrasi jangan dikotori. Jangan pula dilumuri kotoran yang berbentuk rekayasa, politik uang, politik SARA dan politik sembako. 

Partai politik melalui elitnya yang semula dijagokan, diandalkan sebagai corong memperkuat demokrasi agar tidak salah jalan, sampai saat ini sepertinya masih belum mampu mewujudkan ikhtiar itu.

Rakyat sipil tentu dalam posisinya dapat diartikan sebagai alat revolusi. Kiranya dapat kompak, melakukan perubahan mengoreksi demokrasi yang mulai kotor dan bau busuk dalam prakteknya. 

Dengan adanya kesadaran tersebut, berarti secara otomatis kepercayaan terhadap para elit partai politik dan terlebih elit pemerintah mulai memudar. Ada mosi tidak percaya, dan ragu. Tapi bukan diinterpretasikan sebagai tindakan makar atau melawan kekuasaan dengan cara inkonstitusional.

Kita sedang dalam upaya membangun kesadaran. Itu artinya rakyat harus berani dan tegas menolak yang nama praktek uang. Kita menyampaikan jihad politik, mengatakan perang terhadap politik uang. 

Politik tipu-tipu, politik gelap, politik yang penuh propaganda dan menjual-jual atas nama aqidah dalam interaksi politik praktis. Rakyat berjuang melawan ketimpangan dan praktek sectarian tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun