INDONESIA rupanya telah memasuki fase post-democracy. Praktek melampaui demokrasi begitu nyata terlihat. Nilai demokrasi terdistorsi, diinjak-injak kaum durhaka. Demokrasi harus dievakuasi. Seperti dalam istilah yang dicuplik dari buku Colin John Crouch, seorang sosiolog dan ilmuwan politik Inggris. Yang mengenalkan tentang konsep pasca-demokrasi.
Ringkasnya, ilmuwan politik Universitas Warwick, mengarahkan kajiannya pada negara-negara yang beroperasi dengan sistem demokrasi, tetapi penerapannya secara bertahap terbatas. Di Indonesia sendiri kita telah melampaui kelaziman berdemokrasi. Harusnya demokrasi itu dari, oleh, dan untuk rakyat. Demokrasi kita berada di persimpangan jalan. Menjadi dari rakyat, oleh, dan untuk oligarki.
Ikatan fundamen demokrasi yang sejatinya dilaksanakan atas spirit musyawarah mufakat, malah diabaikan. Kita malah berpesta pora, kecanduan dengan asiknya voting dan politik elektoral. Lantas, keakraban masyarakat dan soliditas dirongrong. Akhirnya menjadi ''terbolak-balik''. Yang teknis dianggap substansial atau esensial, sedang yang esensial dimoderasi menjadi teknis simbolik.
Seperti kata peribahasa patah tumbuh hilang berganti. Bahwa setiap generasi (aktor demokrasi) yang hilang atau mengalami kerusakan pasti akan ada gantinya. Itu sebabnya, optimisme dan pemikiran baik harus disemai. Bibit kesadaran memajukan demokrasi jangan sampai pupus atau punah. Ketika demokrasi saat ini gagal dikarenakan ''rusaknya'' aktor-aktor pelaksana demokrasi, kita mesti punya stok kesadaran untuk tumbuhkan demokrasi sehat untuk masa yang akan datang.
Kita harus terus merawat harapan dan melakukan hal-hal positif dalam konteks demokrasi. Agar nilai-nilai baik ini kelak akan mengganti nilai-nilai buruk yang diselipkan dalam praktek berdemokrasi kita akhir-akir ini. Demokrasi di negeri ini harus lebih baik. Apapun risikonya.
Jangan sampai kehilangan arah semakin jauh. Kita harus menarik arah demokrasi. Arahkan untuk kembali pulang.
Jangan biarkan demokrasi Indonesia yang telah jatuh di tepian, tebing jurang meratapi nasibnya sendiri tanpa pertolongan. Kita harus melakukan intervensi yang didasari pada kesadaran ideologis. Kembalikan demokrasi pada rahimnya.
Karena demokrasi bukanlah sekadar rangkaian tontonan atraksi dari kaum kapitalis. Atau hanya dijadikan panggung bagi kaum pemilik modal dalam membius, membujuk, dan menyandera pemilih (konstituen), agar mengikuti apa mau mereka. Bukan seperti itu takdir demokrasi. Demokrasi itu jalan keselamatan bagi rakyat.
Sarana menciptakan dan mengakomodasi segala macam derita rakyat menjadi kesejahteraan, keadilan, juga kebahagiaan. Itulah orientasi dari demokrasi. Semua yang baik-baik harus kembali dan dikembalikan pada masyarakat. Sehingga demikian konstruksi, desain, serta mobilitas demokrasi haruslah menguntungkan masyarakat.
Tak boleh demokrasi dirancang untuk mematikan masa depan masyarakat. Jika dihitung dari tahun 1945 hingga 2025, Indonesia sudah lebih dari 80 tahun memilik sistem demokrasi, meskipun praktiknya mengalami berbagai perubahan dan perkembangan dalam setiap periodenya. Kita harus punya keyakinan, di masa mendatang kualitas demokrasi kita harus lebih baik.
Seluruh kisruh demokrasi itu tentu tidak terjadi dengan sendiri. Kita perlu membereskan cara pandang. membangun tradisi baik, dan menularkan ragam macam kebaikan-kebaikan untuk menopang kesehatan sekaligus kehidupan demokrasi. Semua bermula dari diri kita sendiri. Yang nantinya kita harapan berdampak luas, dirasakan masyarakat secara kolektif.
Kelak ketika demokrasi rusak, hancur, dan runtuh tanpa sisa berarti Indonesia juga akan punah. Tak ada lagi gotong royong. Negara akhirnya tidak punya pengaruh dan fungsi apa-apa lagi. Era ini pasti menjadi horor bagi kita semua. Seyogyanya pemerintah perlu bekerja lebih keras lagi memberi contoh positif tentang demokrasi.
Pembabakan sejarah akan selalu menampilkan dan menceritakan impresi berbeda. Demokrasi Pancasila kekinian, bahkan bisa dianggap buruk jika rotasi sejarah demokrasi kedepan lebih baik. Dan sebaliknya disimpulkan demokrasi hari ini akan jauh lebih baik manakala demokrasi mendatang tatanannya amburadul. Begitupun selanjutnya, ketika praktik demokrasi aktual lebih baik dari yang kemarin atau yang sebelumnya.