Seratus tahun bagi sebuah organisasi bukanlah waktu yang tidak sebentar. Dalam sejarah Indonesia, berbagai organisasi mengalami pelbagai dinamika, timbul tenggelam, bahkan bubar atau dibubarkan. Di antara organisasi yang hidup di Indonesia, adalah Nahdlatul Ulama sebagai salah satu ormas Islam terbesar yang berhasil keluar dari dinamika hebat dan perseteruan sosial-politik yang sangat tajam.
Seratus dua tahun lalu, dari rezim ke rezim, NU membuktikan eksistensi dan powernya. Dimulai saat keluarnya Fatwa Resolusi Jihad KH. Hasyim Asyari yang membakar semangat jihad para santri dan Kiai melawan tentara sekutu Belanda. Di masa Orde Lama, NU pernah menjadi partai politik, kemudian berfusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), di masa Orde Baru, NU adalah ormas yang bersedia menerima asas tunggal Pancasila, lalu pada tahun 1984 kembali ke Khittah, dan ikut mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di masa-masa awal reformasi.
Kiprah NU tak berhenti sampai di situ. Dalam konteks keagamaan misalnya kelahiran NU tidak lepas dari respon atas situasi yang terjadi di Hijaz. Komite Hijaz sebagai cikal bakal NU yang dikirim dalam rangka merespon pembongkaran makam Nabi oleh penguasa Hijaz kala itu. Selain itu, Komite Hijaz dibentuk sebagai upaya untuk membendung cara bermazhab ala Wahabi yang ingin diterapkan oleh negara King Ibn Saud.
Dalam konteks keagamaan yang lain, Muktamar NU Jombang 2015 memperkenalkan Islam Nusantara sebagai khazanah keberislaman lama yang dimunculkan kembali sebagai wacana dan strategi penyebaran Islam yang pernah dilakukan para penganjur Islam di Nusantara. Meski memantik kontroversi, Islam Nusantara menjadi ijtihad NU merevisi cara pandang berislam yang kaku, ekstrim dan radikalisme agama yang cenderung menguat dan semakin eskalatif.
NU dalam Pemerintahan
Di usianya seratus dua tahun yang jatuh pada 31 Januari 2025 boleh dibilang sebagai masa memanen. Kontribusi NU dalam berbagai bidang dalam kehidupan berbangsa sangat mentereng. Tercatat, sejak di era Jokowi, NU menjadi kekuatan dari kelompok yang mewakili tradisionalisme Islam. Naiknya KH. Ma'ruf Amin sebagai Wakil Presiden pada Pilpres tahun 2019 adalah keuntungan besar bagi NU.
Sebagai balas budi Jokowi, jatah menteri banyak diisi oleh kader NU yang mengisi kabinet Indonesia Maju. Jokowi bahkan secara gamblang menjanjikan konsesi lahan yang bisa digunakan untuk pertanian hingga tambang yang dapat menopang kemandirian NU. Di bidang keagamaan, NU dengan leluasa menjalankan misi Islam Wasathiyahnya. Menteri Agama yang merupakan kader asli NU di periode kedua Jokowi, Yaqut Cholil Qoumas, mempatenkan Moderasi Beragama sebagai program lembaga Kementerian Agama.
Moderasi Beragama yang diusung sebagai strategi keagamaan diharapkan dapat menghalau cara pandang keagamaan yang tidak berimbang; ekstrim kiri dan ekstrim kanan. Moderasi Beragama meski programatik dan sangat elitis, sekurang-kurangnya memberi efek meminimalisir riak-riak radikalisme dan ekstrimisme beragama.
Dominasi dan PerlawananÂ
Tantangan NU di abad keduanya adalah bagaimana NU menyiapkan kader-kadernya mengisi posisi strategis di bidang teknokrat, riset dan bidang eksakta lainnya. NU mesti melakukan peningkatan kapasitas SDM capacity building baik secara individu maupun secara kelembagaan. Meski terlambat, NU sudah saatnya berkontribusi dalam bidang-bidang yang lebih luas yang menjangkau seluruh lini.