Mohon tunggu...
Yeti Islamawati
Yeti Islamawati Mohon Tunggu... Guru - Yeti Islamawati, penulis dan peresensi buku. Tulisannya dimuat di berbagai media massa.

Seorang guru yang menyukai travelling, membaca, dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Tujuh Cara Jitu Meresensi Buku

25 Januari 2024   14:38 Diperbarui: 25 Januari 2024   14:48 1981
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumen Pribadi Yeti Islamawati

Kalimat pembuka resensi ini kalau di sebuah berita merupakan lead. Usahakan bahasa yang digunakan “nendang”. Misalnya:

  • Kehidupan orang-orang Melayu rupanya tak habis-habisnya mengilhami Andrea Hirata;
  • Buku... karya... yang terbit pada... dengan tebal... halaman ini membahas tentang….;
  • Buku ini memberikan informasi secara detail tentang…

Tak ada salahnya dimulai dari kutipan kalimat dalam buku yang mengesankan. Misalnya:

  • “Gadis aneh, kalau kau pikir kau sendiri di dunia ini, kau salah. Ayo ikut aku. Nanti akan kujelaskan kenapa kau bisa berbeda dari kebanyakan orang di sekitarmu.” (novel Tangan Ayana halaman 17.

Selain itu, latar belakang penulis pun dapat dituliskan. Coba perhatikan yang berikut ini.

  • Setelah lama tidak terlihat, Andrea Hirata muncul lagi dengan novel barunya yang berjudul…
  • Siapa yang tak kenal dengan Tere Liye?

 

Keempat, Mulai Membedah Buku

Ambil beberapa kalimat dari buku yang dibaca secara proporsional, kemudian sertakan halamannya.


Dalam meresensi juga boleh mengambil cuplikan dari buku lain sebagai bahan. Justru resensi bisa lebih "kaya" dan lebih menukik. Sebagai contoh, saat saya meresensi novel Seumpama Matahari karya Arafat Nur, saya sempat menyebut karya pengarang lain. Arafat menyebutkan latar hutan dengan sangat detail. Hal tersebut mengingatkan saya pada novel Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis. Intinya, tuliskan hal-hal yang membuat pembaca ingin membaca buku tersebut.

Merensi buku berbeda dengan merangkum buku. Terlebih, dalam meresensi tidak harus urut dalam menceritakan persis urutan buku. Sebagai langkah awal, perlu dipahami dulu dulu bahwa resensi itu ulasan kita atas buku. Namanya menilai akan ada plus minusnya.

Dalam menulis resensi tidak harus runtut sesuai buku aslinya. Boleh secara berliku-liku. Salah satunya dengan memegang titik pijak. Apa yang akan disoroti oleh peresensi. Tidak ada aturan baku yang mengatakan resensi harus urut. Adapun untuk kalimat tidak harus plek bukunya, kecuali bagian yang kita kutip dari buku aslinya.

Resensi itu membicarakan buku secara keseluruhan, bukan ringkasan per bab buku. Resensi inti dari keseluruhan buku, sehingga tidak setiap bab harus terwakili. Sebagai contoh, pada buku Teach Like Finland itu ada 33 kiat mengajar ala Finlandia. Saya mengambil saja beberapa bagian sebagai bahan resensi buku.

Nah, dalam meresensi tidak harus menyebutkan semua isi buku. Jika masing-masing buku dipaparkan secara gambling dan komplet, maka di mana nanti letak keterkejutan bagi pembacanya? Sebuah buku yang tidak menimbulkan rasa penasaran dan keinginan untuk membaca lebih lanjut, bisa-bisa banyak pembaca memutuskan hanya mencukupkan membaca resensinya saja. Untuk itu, ending cerita jangan diberitahukan secara detail. “Kasihan” penulisnya jika kejutannya sudah disampaikan. Pembaca juga akan berkurang antusiasnya. Bahasa resensi bisa dibuat menggantung agar pembaca penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun