Mohon tunggu...
Budiyono ChE
Budiyono ChE Mohon Tunggu... Pendidik dan Pemerhati Sosial

Senantiasa berbagi untuk kebaikan bersama. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berpikir Kritis Tentang Larangan Memakai Baju Berwarna Hijau di Wilayah Pantai Selatan Pulau Jawa

9 Juni 2024   12:54 Diperbarui: 9 Juni 2024   13:08 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Larangan memakai baju berwarna hijau di wilayah pantai selatan Jawa sering kali dikaitkan dengan mitos dan kepercayaan masyarakat setempat tentang Nyi Roro Kidul, yang diyakini sebagai penguasa laut selatan dan dikatakan tidak menyukai warna hijau. Namun, jika kita menelaah lebih dalam dari perspektif yang lebih rasional dan kritis, larangan ini juga dapat dilihat sebagai langkah untuk menjaga keselamatan pengunjung pantai. Berikut ini adalah pandangan kritis mengenai larangan ini dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

1. Ontologi (Apanya)
Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat eksistensi dan realitas sesuatu. Dalam konteks larangan memakai baju hijau di pantai selatan, ontologi berfokus pada esensi dari larangan tersebut:

- Realitas Sosial Larangan : Larangan memakai baju hijau di pantai selatan Jawa merupakan bagian dari tradisi dan kepercayaan masyarakat setempat yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. 

Mitos tentang Nyi Roro Kidul yang dipercaya sebagai penguasa laut selatan yang menyukai warna hijau menjadi dasar utama dari larangan ini. Realitas ini mencerminkan kepercayaan dan identitas budaya masyarakat pesisir selatan Jawa yang sangat menghormati mitos dan cerita rakyat.

- Fakta Keselamatan : Di sisi lain, dari sudut pandang praktis dan rasional, warna hijau dapat meningkatkan membuat visual dari orang tersebut serupa dengan warna perairan pantai selatan yang sebagian besar berwarna kehijauan jika terjadi kasus orang terseret ombak pantai. 

Hal ini dapat mempersulit tim penyelamat untuk menemukan dan menyelamatkan korban. Dengan demikian, larangan ini juga dapat dilihat sebagai langkah preventif untuk meningkatkan keselamatan pengunjung pantai.


2. Epistemiologi (Bagaimananya)

Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari sumber dan validitas pengetahuan. Dalam konteks larangan ini, epistemologi menjelaskan bagaimana pengetahuan tentang larangan ini dipahami, diterima, dan diterapkan oleh masyarakat:

- Pengetahuan Tradisional dan Mitos : Pengetahuan tentang larangan memakai baju hijau di pantai selatan terutama bersumber dari cerita rakyat, legenda, dan kepercayaan yang telah diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi. 

Masyarakat setempat menerima dan mematuhi larangan ini sebagai bagian dari penghormatan terhadap tradisi dan kepercayaan yang sudah lama ada. Pengetahuan ini bersifat normatif dan cenderung diterima tanpa banyak pertanyaan atau verifikasi ilmiah.

- Pengetahuan Rasional dan Ilmiah : Di sisi lain, pengetahuan tentang pentingnya tidak memakai baju berwarna hijau untuk keselamatan di pantai bersumber dari penelitian dan pengalaman praktis tim penyelamat. 

Studi dan observasi menunjukkan bahwa warna cerah yang kontras dengan warna perairan laut lebih mudah terlihat di air, terutama dalam kondisi pencahayaan yang bervariasi di laut. Pengetahuan ini didasarkan pada metode ilmiah dan pengalaman empiris yang dapat diverifikasi dan dibuktikan efektivitasnya dalam situasi penyelamatan.

3. Aksiologi (Untuk apanya)
Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari nilai dan tujuan dari sesuatu. Dalam konteks larangan memakai baju hijau di pantai selatan, aksiologi menilai tujuan dan nilai dari larangan tersebut:

- Nilai Budaya dan Tradisi : Larangan ini memiliki nilai budaya yang sangat tinggi bagi masyarakat setempat. Menghormati larangan ini berarti menghormati tradisi, kepercayaan, dan identitas budaya mereka. Ini menciptakan rasa kebersamaan dan kontinuitas budaya yang penting untuk menjaga warisan budaya lokal tetap hidup dan dihormati. Larangan ini juga berfungsi sebagai pengingat akan mitos dan cerita rakyat yang menjadi bagian integral dari sejarah dan identitas masyarakat pesisir selatan Jawa.

- Nilai Keselamatan dan Kesejahteraan : Dari sudut pandang rasional, tujuan utama dari perspektif keselamatan adalah melindungi nyawa manusia. Memakai baju berwarna kontras, seperti merah, oranye, atau kuning dapat meningkatkan kemungkinan seseorang yang terseret ombak untuk segera ditemukan dan diselamatkan oleh tim penyelamat. 

Dalam situasi darurat di laut, visibilitas yang tinggi sangat penting untuk penyelamatan yang cepat dan efektif. Oleh karena itu, larangan ini juga memiliki nilai praktis yang signifikan dalam konteks keselamatan pengunjung pantai.

4. Pandangan Kritis

- Konflik Nilai Budaya dan Rasionalitas: Terdapat konflik antara nilai budaya dan nilai rasionalitas dalam konteks larangan ini. Masyarakat yang sangat memegang teguh tradisi mungkin akan lebih condong untuk mengikuti larangan ini karena alasan budaya, meskipun ada alasan rasional yang kuat terkait dengan keselamatan. Sebaliknya, dari perspektif keselamatan, alasan rasional ini sangat penting dan seharusnya tidak diabaikan. 

- Pendidikan dan Sosialisasi : Untuk mencapai keseimbangan antara menghormati tradisi dan menjaga keselamatan, penting untuk mengedukasi masyarakat tentang alasan rasional di balik keselamatan tanpa mengesampingkan kepercayaan budaya mereka. Program sosialisasi yang efektif dapat membantu masyarakat memahami bahwa mengikuti aturan keselamatan, seperti memakai baju berwarna kontras untuk preventif bagi mereka. 

Edukasi ini bisa dilakukan melalui kampanye keselamatan di pantai, melibatkan tokoh adat dan tokoh masyarakat, serta memberikan penjelasan yang jelas dan mudah dipahami tentang pentingnya visibilitas dalam situasi penyelamatan di laut. 

- Penyesuaian Tradisi dengan Pengetahuan Modern : Dalam jangka panjang, mungkin diperlukan penyesuaian tradisi dengan pengetahuan baru demi kepentingan keselamatan publik. 

Ini bisa dilakukan dengan cara melibatkan tokoh adat dan komunitas dalam diskusi tentang pentingnya keselamatan dan mencari cara untuk mengintegrasikan pengetahuan baru ke dalam praktik tradisional. Dengan demikian, tradisi dan keselamatan dapat berjalan seiring tanpa mengorbankan salah satu pihak. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun