Mohon tunggu...
Budi Suhartawan Official
Budi Suhartawan Official Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan dan Sosial

Sebagai seorang yang terus berproses dalam dunia inovasi pendidikan, saya menyadari sepenuhnya bahwa perjalanan belajar tidak pernah berhenti. Kekurangan yang saya miliki bukanlah penghalang, melainkan bahan bakar untuk terus berinovasi dan memperbaiki diri. Saat melihat rekan-rekan dosen yang begitu produktif, terutama di bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, saya justru semakin termotivasi untuk tidak berhenti belajar. Saya percaya bahwa ilmu dapat datang dari mana saja—bukan hanya dari guru atau buku, tetapi juga dari kawan yang lebih muda, bahkan dari para mahasiswa yang saya bimbing. Bagi saya, setiap interaksi adalah ruang belajar, setiap pengalaman adalah pelajaran berharga. Dengan semangat ini, saya terus mengasah diri, baik dalam aspek soft skill maupun pengembangan inovasi, agar dapat memberikan kontribusi terbaik bagi dunia pendidikan dan peradaban ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tafsir Al-Baqaroh/2: 241-243 dalam Pandangan TGB. Muhammad Zainul Majdi: Nilai Hikmah tentang Thalaq dan Marwah Pesantren

20 Oktober 2025   08:23 Diperbarui: 20 Oktober 2025   08:43 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 

Islam adalah ajaran yang mengajarkan keselamatan dunia dan akhirat. Bahkan secara dalam Islam selalu hadir dengan keindahan dan keseimbangan. Dari urusan rumah tangga yang paling pribadi hingga urusan peradaban yang paling luas, Al-Qur’an menuntun manusia untuk bertindak dengan hikmah, adab, dan tanggung jawab. Itulah yang kembali ditegaskan oleh Tuan Guru Bajang (TGB) dalam salah satu kajian siangnya yang penuh makna — ketika beliau memberikan penjelasan ayat 241–243.

وَلِلْمُطَلَّقَاتِ مَتَاعٌۢ بِٱلْمَعْرُوفِ حَقًّا عَلَى ٱلْمُتَّقِينَ ۝ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمْ ءَايَـٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ۝ أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ خَرَجُوا۟ مِن دِيَـٰرِهِمْ وَهُمْ أُلُوفٌۭ حَذَرَ ٱلْمَوْتِ فَقَالَ لَهُمُ ٱللَّهُ مُوتُوا۟ ثُمَّ أَحْيَـٰهُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَذُو فَضْلٍ عَلَى ٱلنَّاسِ وَلَـٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَشْكُرُونَ ۝

Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan, wajib diberi mut‘ah (pemberian) menurut cara yang patut, sebagai suatu kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memahaminya. Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang keluar dari kampung halaman mereka, padahal mereka berjumlah ribuan, karena takut mati? Maka Allah berfirman kepada mereka, “Matilah kamu,” kemudian Allah menghidupkan mereka kembali. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur 

(Al-Baqarah ayat 241–243).

Dalam ayat itu Allah berfirman, “Walil mutallaqāti mata‘un bil ma‘rūf haqqan ‘alal muttaqīn” — bagi perempuan yang dicerai, hendaklah diberi mata‘ (pemberian yang layak) dengan cara yang baik. Bukan karena belas kasihan, tapi sebagai bentuk penghormatan.

Pesan ini sederhana namun revolusioner. Islam tidak membiarkan perpisahan melahirkan kebencian. Bahkan dalam situasi pahit seperti perceraian, Islam mengajarkan adab, kasih, dan penghormatan. Haqqan ‘alal muttaqīn — ini kewajiban bagi orang-orang bertakwa.

TGB mengingatkan, dalam Islam tidak cukup berniat baik — tapi juga harus dengan cara yang baik. “Sesuatu yang bernilai bisa kehilangan maknanya jika dilakukan dengan cara yang salah,” ujarnya. Seperti memberi sambil menyakiti, atau menolong sambil merendahkan. Islam menilai amal secara utuh: dari niat, proses, hingga penyelesaian.

Salat misalnya, bukan hanya gerakan. Ia adalah latihan kesungguhan: dari wudhu yang suci, niat yang hadir, rukuk yang tenang, hingga taslim yang menutup dengan salam dan zikir. Itulah makna keindahan amal dalam Islam — bukan cepat selesai, tapi benar dan penuh kesadaran.

Ayat tentang mata‘un bil ma‘rūf menunjukkan betapa Islam memuliakan perempuan bahkan saat hubungan rumah tangga telah berakhir. Dalam pandangan Al-Qur’an, perempuan tetap berhak dihormati. Karena Islam memahami tabiat manusia — bahwa cinta sering butuh simbol, dan kebahagiaan kadang hadir melalui pemberian nyata, sekadar tanda kasih.

TGB menegaskan, jika seorang istri senang diberi hadiah, jangan disebut matre. Itu fitrah. Bahkan Rasulullah SAW bersabda, “Afdhaluṣ-ṣadaqah ash-shadaqah ‘alal ‘iyāl” — sedekah terbaik adalah untuk keluarga sendiri. Namun, beliau juga menyeimbangkan, suami memberi sesuai kemampuan, istri pun tidak boleh menuntut berlebihan. Islam selalu di tengah — lembut tapi proporsional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun