Mohon tunggu...
Budiarta
Budiarta Mohon Tunggu... Pelajar -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Mengupas "Ngenest 2: Ngetawain Hidup ala Ernest Prakasa"

28 Februari 2018   18:41 Diperbarui: 28 Februari 2018   19:07 2422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Mungkin gua akan dimarahi Kak Seto kalau ngomong begini, tapi menurut gue, kadang-kadang salah satu manfaat punya anak adalah, bisa menji kambing hitam di saat kita berbuat sesuatu yang memelukan. (pada bab "kentut di lift")

Bus di Jepang itu ongkosnya dibayar dengan cara masukin duit ke kotak yang ada di samping supir. Mau kabur tanpa bayar pun bisa. Kalo sistem ini diterapkan di Jakarta, dalam seminggu armadanya pasti gulung tiker. Udah gitu semuanya berhenti di halte, tepat di belakang garis. Gak ada tuh supir yang naek turunin penumpang sembarangan, apalagi pake acara ngetem sambil ngerokok dan godain eneng-eneng. Jadi kalo lo naik bus di Jepang, lo harus tau banget mau turun di halte mana. Karena kalo kelewatan, gak bisa maen seenaknya tereak "Kiri Bang!" sambil ketok-ketok kaca pake koin. (pada bab"Irasshaimase")

Itulah beberapa kutipan yang saya ambil untuk menggambarkan sudut pandang dari buku ini. Dengan adanya alur ini, berakhirlah sudah perjalanan saya untuk mengupas unsur ekstrinsik dan intrinsik dari buku "Ngenest 2: Ngetawain Hidup ala Ernest Prakasa". Terima kasih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun