Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money

E-Proc yang Menggentarkan Pengusaha Lokal

16 Mei 2011   01:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:38 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Seorang pengusaha lokal di sebuah Kabupaten merasa panik saat pelelangan pekerjaan yang diincarnya dalam ternyata juga diminati oleh pengusaha pesaing lainnya. Betapa tidak, kegiatan pekerjaan pengadaan barang/jasa pemerintah daerah setempat senilai Rp. 1 milyar tersebut sebelumnya ia yakini dapat dimenangkannya. Namun dengan adanya pelaksanaan proses pelelangan barang/jasa secara elektronik, telah membuka peluang bagi para pengusaha penyedia barang/jasa lainnya yang layak ikut untuk menyatakan minatnya. Dengan banyaknya peminat atas suatu kegiatan pekerjaan, tentunya dapat mengurangi peluang seorang pengusaha untuk menang.

Pengusaha penyedia barang/jasa pemerintah itu tidak sendiri, banyak koleganya yang juga mengkhawatirkannya, bahkan memprediksi ketatnya persaingan untuk memenangi suatu proyek yang ditenderkan melalui E-Procurement (e-proc). Tambah khawatir dengan lahirnya Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah dan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Jasa Konstruksi, dapat diartikan sebagai percepatan pelaksanaan e-proc pada tahun 2011 dan menjadinya wajib pada tahun 2012.

Bagaimanakah kekhawatiran tersebut bisa melanda sebagian pengusaha penyedia barang/jasa?

Lalu, apakah e-proc harus menjadi suatu momok yang menakutkan?

Tentang E-Procurement

E-Procurement merupakan proses pengadaan barang/jasa pemerintah (lelang) yang dilakukan secara elektronik berbasis web/internet.

Proses lelang yang dilakukan secara elektronik adalah :

·Pengumuman yang berkenaan dengan lelang: penjelasan, pemenang lelang oleh Panitia

·Upload dan Download dokumen lelang oleh Panitia

·Pemasukan dokumen penawaran oleh Penyedia Barang/Jasa

·Pembukaan dokumen penawaran oleh Panitia

·Sanggahan kepada Panitia Pemegang Komitmen (PPK)

Mengapa Panitia Pengadaan Memerlukan e-Procurement ?

·Mendapatkan penawaran bervariatif dari para pengusaha yang mengikuti lelang

·Mengurangi biaya transportasi untuk mengikuti lelang

Mengapa Masyarakat Memerlukan e-Procurement ?

·Memberi kesempatan masyarakat luas untuk mengetahui proses pengadaan

·Mempermudah proses administrasi

·Mempermudah PPK/Panitia Pengadaan dalam mempertanggung jawabkan proses pengadaan

Mengapa Penyedia Memerlukan e-Procurement ?

·Menciptakan persaingan usaha yang sehat

·Memperluas peluang usaha

·Membuka kesempatan pelaku

(Sumber: LPSE Portal © 2008 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)

Menyitir pernyataan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) Agus Rahardjo saat memberikan sambutan dalam Peluncuran dan Sosialisasi Layanan Pengadaan secara Elektronik (LPSE) di Kementerian Kehutanan RI, Senin (14/2/2011), bahwa:

“.........tidak mudah mengubah mindset lama dalam proses pengadaan barang. Di sinilah salah satu fungsi penting E-procurement atau pengadaan secara elektronik diterapkan ”.

Selanjutnya Agus juga mengungkapkan:

"Sering kali proses lelang merupakan proses formalitas, di mana sebelum lelang pemenang sudah diketahui. Dengan begitu, terkesan proses lelang merupakan pembenaran dari pemenang yang telah ditentukan di awal. Dengan e-proc, mindset lama dapat berubah, karena dengan lelang terbuka seharusnya dapat dihasilkan barang yang terbaik dengan harga yang rasional. E-proc juga dapat memunculkan penyedia-penyedia lain dapat terlibat dalam proses penawaran”.

(Sumber : Berita Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah-16 Februari 2011)

Praktik Lelang Sebelum Ini

Proses dan alur pelelangan sama, yakni mengacu kepada Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Semangat yang diemban jugameliputi: prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa yang dibiayai APBN dan APBD yang dilakukan secara terbuka, bersaing, transparan, dan tidak diskriminatif.

Bedanya dengan e-proc, pelaksanaannya dilakukan dengan tatap muka, artinya penyedia barang/jasa menyampaikan minat dan dokumen-dokumen penawaran langsung ke instansi terkait yang telah mengumumkan lelang pekerjaan melalui ruang publik (antara lain: media cetak). Tentunya proses manual ini memerlukan waktu, tenaga, biaya operasional yang tidak sedikit.

Persinggungan langsung antara dua pihak itulah yang kemudian membuka peluang untuk tidak transparan dan terjadinya tindakan yang bernuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ditengarai bahwa proses lelang saat itu hanya melegitimasi pemenang tender yang sudah ditentukan sebelumnya, dimana perusahaan pendamping atau pesaing yang mengikuti lelang untuksatu kegiatan tertetu telah diatur juga.

Penyampaian dokumen penawaran oleh Penyedia Barang/Jasa kepada Panitia, umumnya dilaksanakan di Unit Penyedia Pengadaaan (ULP). Dalam kenyataannya, sering terjadi aksi pendudukan lokasi ULP oleh “pasukan pengaman” suruhan pengusaha, agar pesaing lain yang tidak termasuk dalam skema pelelangan tidak dalam menyampaikan dokumen penawaannya. Disinikadang terjadi tindak premanisme dan kericuhan di hampir semua pelelangan.

Dengan kata lain, janganlah pengusaha lain bisa berharap ikut dalam persaingan lelang jika tidak termasuk didalam skenario proses lelang. Kalaupun memaksa, bisa berakibat kepada terjadinya kekerasan fisik.

Menjadi Pengusaha Yang Profesional

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah, menyiratkan percepatan pelaksanaan E-Procurement pada tahun ini, sehingga pada tahun 2012 dapat diaplikasikan secara penuh. Tujuan penerapannya tak lain untuk memicu pasar nasional yang terintegrasi , efisien, transparan, dan akuntabel.

Arahan strategis tersebut menegaskan kepada pengusaha penyedia barang/jasa pemerintah dapat memacu kegiatan usahanya agar mampu menjadi lebih profesional, dalam hal:

·tertib dalam administrasi, karena dalam e-proc dibutuhkan validitas dokumen-dokumen pendukung

·akurasi dalam perhitungan/perencanaan, hingga mampu melakukan penawaran harga terbaik namun kompetitif

·meng-efisienkan pekerjaannya

·men-deliver pekerjaan berkualitas tepat-waktu, agar tidak masuk black-list

·meyusun tolok ukur (bench-marking) dengan pesaing atau perusahaan sejenis yang lebih mapan, yang berguna sebagai acuan untuk belajar lebih baik

·memanfaatkan teknologi informasi/komunikasi se-optimum mungkin, demi kecepatan up-load / down-load dokumen

·Mampu bersaing secara sehat, tidak hanya di kota/kabupaten tempat domisili ia mengikuti lelang, tetapi juga ke wilayah lain. Sehingga meluaskan jangkauan usahanya.

Kesimpulan

Perkembangan teknologi demikian pesat, sehingga untuk meraih pemenangan pekerjaan dalam proses tender secara elektronik, pengusaha mesti memiliki kemampuan “adaptive behaviour”. Yakni suatu gereget untuk bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan jaman. Boleh disebut bahwa kepanikan dan kekhawatiran sebagian pengusaha di atas bersifat transisional, yang hanya terjadi sementara mengenali proses lelang secara electronik. Karena sesungguhnya e-proc didedikasikan untuk memudahkan dan mempercepat proses terjadinya transaksi, bukan menjadi sesuatu yang menghambat dan menakutkan, sepanjang mampu menyiasatinya.

Toh, bottom-line setiap pengusaha adalah profit margin, bagaimanapun cara mendapatkannya.

Sumber Pustaka:

oLPSE Portal © 2008 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

oBerita Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah-16 Februari 2011

oLBR/2010-LPP RRI Bogor

oLPSE Pemerintah Kabupaten Bogor

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun