Penyelesaian pesanan kacamata baru memakan waktu satu jam. Segelas kopi tanpa gula dan tempe tahu goreng di warteg menjadi teman menunggu.
Tak lama, seorang pembeli duduk di sebelah saya. Memesan setengah piring nasi, perkedel, oseng rebon, dan semangkuk soto ayam.
Pilihan bijak. Dengan porsi tersebut, mestinya konsumen tersebut bisa menghabiskan hidangan dipesan. Harusnya!
Setelah membayar makanan, ia beranjak. Sementara, saya masih menunggu kabar dari pembuat kacamata.
Tengok ke sebelah, makanan masih tersisa. Mangkuk tinggal kuah, tapi pada piring masih ada banyak nasi berikut lauknya. Hidangan tersisa!
Meski bukan pemandangan langka, tidak menghabiskan makanan layak konsumsi merupakan hal menyedihkan. Kalau MBG yang tidak layak konsumsi sebab basi, patutlah tidak dimakan.
Pemborosan makanan mungkin terjadi di tempat makan, ruang hajatan, supermarket, bahkan di rumah. Makanan terbuang terjadi karena beragam alasan, kurangnya kesadaran hingga kebiasaaan berlebihan mengambil makanan dan tidak mengabiskannya.
Sebab lainnya, kurang cermat memantau tanggal kedaluwarsa produk makanan sehingga menjadi terbuang.
Saya menyoroti kebiasan buruk menyisakan makanan. Mereka merasa, menghabiskan makan  akan dianggap rakus. Itu alasan yang terlalu kekanak-kanakan.
Bagi saya, hanya ada dua macam rasa makanan: enak dan enak sekali. Maka, setiap ..., sekali lagi ..., setiap hidangan tersaji saya menikmatinya hingga butir nasi dan tetes kuah terakhir.
Takada sisa! Kecuali sendok, piring, dan mangkuk yang sangat keras bila dikunyah.