Biasanya setiap hari Sabtu dan Minggu pulang. Istirahat dari aktivitas rutin di Jakarta. Namun kali ini tidak, karena putri saya terpapar Omicron.
Padahal dalam aktivitas sehari-hari, ia tertib menjalankan protokol kesehatan. Juga menerima vaksin lengkap dan booster.
Mengingat belakangan ini ketentuan pembatasan mobilitas dilonggarkan, putri saya menjalankan WFO. Dalam rentang waktu tersebut, kemungkinan besar ia terpapar virus korona varian Omicron.
Menurut pengakuan, terdapat anggota tim di kantor yang positif. Demikian pula dengan beberapa koleganya.
Mereka merasakan gejala utama selayaknya orang terserang Omicron, kendati telah divaksin lengkap dan menerima suntik booster, yaitu: pilek, sakit tenggorokan, bersin, sakit kepala, batuk, mual, nyeri otot, ruam kulit, dan diare (9 gejala orang diserang Omicron dapat dibaca di sini).
Beberapa hari ini pun putri sulung saya tidak ke kantor. Isoman. Barangkali juga akibat ia melalaikan sebagian dari prokes.
Betapa kita sudah taat kepada protokol kesehatan, seperti rutin mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas, tetapi sebagian orang di luar sana tidak demikian.
Malahan, kemarin saya mendengar pembicaraan di antara dua orang. Bahwa keriuhan waspada omicron hanya ada di televisi. Tidak di jalanan.
Pada kenyataannya, memang banyak orang berlenggang tanpa menggunakan masker. Juga berkerumun. Saya tidak yakin prokes lainnya dipatuhi.
Memang, jalan lebih ramai dibanding sebelum pembatasan (PPKM). Bagi saya, menyeberang jalan pada saat ini jauh lebih sulit daripada pada tahun lampau.