Pondok berada di tepi tanjakan yang, konon, tersohor keangkerannya. Jalan dari atas demikian curam, sehingga tak sedikit pengendara kehilangan kendali atas kendaraannya. Beberapa kali terjadi benturan maut di depannya.
Tiga bulan lalu tersiar kabar, terjadi lagi musibah kecelakaan lalulintas di jalan licin menurun tajam berlapis aspal hot mix itu.Â
Sebuah bis bermuatan penuh menghantam pagar jembatan, kemudian terjun langsung ke dasar sungai berbatu, hancur menjadi onggokan.Â
Tidak satu pun penumpang yang selamat.
Katanya, setelah peristiwa itu, beredar santer kisah-kisah tentang arwah gentayangan di kalangan penduduk sekitar.
Apakah keangkeran itu berhubungan dengan wewangian dan suara cekikikan ini? Segera kutepis bisikan mistis tersebut.
Lebih elok jika aku membaringkan tubuh yang tegang sesudah dua malam begadang. Siapa tahu besok pagi badan lebih bugar dan pikiran segar kembali, demi melanjutkan tulisan.
Waktu berputar cepat, rasa-rasanya baru saja memejamkan mata, terdengar lagi suara cekikikan dan wangi semerbak.Â
Jarum jam pendek dan panjang menunjuk angka dua belas.Â
Penasaran. Aku bangun dari ranjang, melangkah menuju jendela. Dengan sangat berhati-hati, tangan menyibak korden berwarna cokelat susu, perlahan. Sedikit asal bisa mengintip.Â
Hal yang paling kutakutkan, bila dari balik kaca tiba-tiba muncul bayangan bermata merah, bermuka pucat, berambut panjang, berbaju serba putih dengan punggung berlubang. Tiada tempat untuk melarikan kengerian di bilik sunyi.