Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kecemasan Penjual Pesor dan Agregat Ekonomi Makro

28 Juli 2020   20:58 Diperbarui: 29 Juli 2020   16:17 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemasalahan ekonomi makro. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Sesekali saya menjelajahi gang sempit berbentuk labirin di antara rumah-rumah yang tidak beraturan format, ukuran, dan tatanannya. Ada rumah yang demikian mungil saling berhimpitan satu sama lain sehingga kurang disinari matahari dan juga yang masih punya halaman.

Begitulah keadaan umum permukiman yang tumbuh secara sporadis, kendati tidak kumuh. Lingkungannya bersih dengan drainase u-ditch tertutup pada bagian tepi sepanjang gang.

Di antara kerumunan rumah terdapat warung-warung kecil yang menjual keperluan sehari-hari dan makanan. Pada salah satu warung makanan saya melabuhkan pantat sambil beristirahat sebelum pulang ke rumah.

Luasnya sekitar 6 meter persegi menempati seperlima bagian rumah mungil itu. Dalam display, yang berhadapan langsung dengan gang, ditata aneka gorengan. Sebuah cobek, lontong, cabe, kaleng kerupuk terletak di atas meja. Dua buah kursi kayu panjang ditempatkan di dalam tanpa meja.

Warung itu dikenal sebagai penjual pesor, makanan berisi irisan lontong (pesor, dalam bhs. setempat), saus kacang dan kerupuk. Saus berkomposisi sederhana, yakni beberapa sendok kacang goreng diulek bersama cabe rawit dan garam, diencerkan dengan sedikit air matang.

Di sekitar, usaha kuliner itu sudah dikenal sejak lama. Bu Juju adalah generasi kedua penerus dalam 5 tahun terakhir. Inisiatornya adalah ibu kandungnya yang telah sakit-sakitan. Suaminya membuka usaha jasa jahit dan vermak jins yang hanya ramai menjelang lebaran saja.

Sementara satu-satunya anaknya, gadis manis....ehem... lulusan SMK, baru saja diputus kontrak dari pekerjaannya sebagai buruh pabrik, turut tinggal bersamanya.

Penjual pesor berbadan subur itu mengisahkan penurunan omzet semenjak adanya pandemi, "mungkin sekarang banyak orang kesulitan keuangan", dalihnya. Perkembangan itu mencemaskannya.

Sebelum pandemi covid-19, Bu Juju menghabiskan 3 kg beras untuk membuat lontong yang setara dengan 30 porsi pesor. Tepung terigu sekitar 3 kg ekuivalen dengan 80-100 buah gorengan.

Sepiring pesor (dokpri)
Sepiring pesor (dokpri)
Belakangan Bu Juju hanya membeli bahan sepertiganya saja. Otomatis penjualan pesor dan gorengan tinggal sepertiga juga, dari Rp. 250 ribu menjadi rata-rata sebesar Rp. 80 ribu perhari. Dengan berhitung sembarangan, diperkiraan jumlah laba kotor yang didapat adalah Rp. 40-50 ribu.

Fakta itu mengonfirmasi pernyataan dalam sebuah webinar yang diselenggarakan Kompasiana. Seorang pengusaha kuliner, Chico Jericho, mengatakan penjualan di gerai-gerainya merosot sampai dengan 90-95% selama masa pandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun