Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

HIV/AIDS: Menyelami di Bawah Permukaan Masalah

1 Desember 2019   11:00 Diperbarui: 2 Desember 2019   08:03 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Shutterstock

Menurut data yang diolah Kompasiana, pengidap penyakit HIV penyebab AIDS di Indonesia berjumlah 620 ribu orang dari total 5,2 juta penderita se-Asia Pasifik atau 36,9 juta di berbagai negara dunia (Kompasiana).

Jumlah tersebut merepresentasikan 0,23 persen dari jumlah penduduk Indonesia, dan tidak termasuk di dalam kelompok 5 penyakit paling mematikan menurut survei Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014. Data tahun 2018 tidak dapat diidentifikasi, namun proporsi tersebut tidaklah terpaut jauh.

Kelima penyakit itu, berturut-turut, yakni: stroke (21,1 %), jantung koroner (12,1 %), diabetes mellitus (2,1 %), tuberkulosis (TBC), dan komplikasi hipertensi yang keduanya jumlah diperkirakan mencapai satu digit. Bahkan penyakit HIV penyebab AIDS tidak diperhitungkan di dalam 10 penyakit paling mematikan, versi CNN Indonesia.

Padahal, bisa jadi jumlah orang terpapar HIV/AIDS bisa lebih besar dibanding banyaknya penderita yang tercatat pada badan dunia yang mengurusi AIDS (UNAIDS) itu. Hanya menampak pada permukaan terang, sementara bagian kegelapan di bawahnya menyimpan sejumlah permasalahan penyakit HIV/AIDS yang meraksasa. Sebuah gejala puncak gunung es pada iklim kesehatan di Indonesia.

ODHA adalah sebutan untuk orang terpapar HIV (Human Immunodeficiency Virus), virus yang menyerang daya tahan terhadap penyakit, sehingga menyebabkan penderitanya berada dalam keadaan kesehatan yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) atau melemahnya kemampuan seseorang melawan infeksi

Telah disebutkan pada artikel sebelumnya, Saya beberapa tahun lalu mengikuti Training of Trainers yaitu pelatihan untuk instruktur yang menangani pecandu narkoba.

Di dalam pelatihan tersebut terdapat materi mengenai HIV/AIDS dan interaksi langsung dengan penderitanya. Pecandu narkoba dengan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat berkaitan erat.

Dalam suatu sesi, dilakukan simulasi penyebaran HIV. Secara rahasia, instruktur menandai seorang peserta telah terpapar virus mematikan itu.

Caranya, dengan berjabat tangan biasa sambil menggelitikkan ujung jari ke tangan lawannya tanpa diketahui peserta lainnya. Peserta terpapar virus bersalaman dengan peserta lainnya dan memilih peserta yang akan ditulari virus dengan menjentikkan ujung jarinya. Lawan yang dikenai sentuhan ujung jari menjadi terpapar.

Ini menyimbolkan, bahwa hubungan seks bebas atau penggunaan jarum suntik beramai-ramai di kalangan pengguna narkoba dilakukan dalam suasana rahasia atau diam-diam tanpa diketahui publik.

Pada akhir sesi diketahui, bahwa sebagian besar peserta telah "terinfeksi virus". Sebuah kenyataan yang mengejutkan.

Dengan kata lain, ODHA yang tidak teridentifikasi jauh lebih banyak dibanding mereka yang terlapor atau tercatat. Jumlah besar dan tidak terungkap jelas itu sangat berpotensi menyebarkan virus HIV secara diam-diam.

Jumlah dalam laporan di atas adalah penderita yang dicatat atau diketahui secara medis yang kemudian "dipantau" ketat oleh otoritas.

Sementara ODHA yang berada di dalam kehidupan sehari-hari bersama orang lain dengan potensi menularkan virus HIV sulit diidentifikasi, dan jumlahnya melebihi dari yang sudah tercatat resmi.

Patut diduga, jumlah penderita yang tidak teridentifikasi sangatlah besar dan menyebarkan virus tanpa diketahui.

Lantas apakah mesti ada stigma atau "pengasingan" terhadap ODHA untuk mengatasi penyebaran HIV/AIDS?

Kembali ke pelatihan. Pada penutupan pelatihan, seluruh peserta bersalaman --bahkan sebagian berpelukan-- dengan instruktur dan fasilitator yang merupakan eks-penghuni rumah rehabilitasi narkoba. Berjabatan dan berpelukan selayaknya sahabat lama.

Setelah itu, instruktur menerangkan bahwa sebagian fasilitator adalah ODHA atau orang yang telah terinfeksi HIV/AIDS. Malahan, beberapa orang sudah dapat diprediksi kematiannya.

Dari pengalaman menggetarkan tersebut, peserta yang merupakan "orang normal" mengetahui bahwa penularan atau penyebaran penyakit HIV adalah karena ada pertukaran cairan tubuh, bukan karena sentuhan

Virus tersebut umumnya ditularkan melalui persinggungan dengan darah dan cairan yang dihasilkan alat reproduksi orang yang telah terinfeksi.

Oleh karenanya, potensi penyebarannya bisa melalui: hubungan seksual dengan ODHA tanpa pengaman; penggunaan jarum suntik yang tidak steril; ibu terpapar kepada bayi dikandungnya atau menyusui; dan sebagainya.

Stigmatisasi atau pengasingan terhadap ODHA akan semakin membenamkan informasi terhadap berkembangnya penyakit ini. Dengan sosialisasi yang tepat mengenai ODHA diharapkan semakin banyak orang tidak menyembunyikan penderitaannya.

Khusus untuk penyebaran virus melalui hubungan seksual, sudah waktunya diinformasikan secara luas, tanpa malu-malu atau hipokrit, mengenai masalah seksual berganti-ganti pasangan dan penggunaan alat pengaman.

Dari pandangan normatif sih, sebaiknya hanya memiliki pasangan tetap dan sahih.

sumber: bacaan: 1, 2 dan 3

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun