Mohon tunggu...
Budi Susilo
Budi Susilo Mohon Tunggu... Lainnya - Bukan Guru

Nulis yang ringan-ringan saja. Males mikir berat-berat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nila Bakar Berlesung Pipit

4 September 2019   15:40 Diperbarui: 4 September 2019   15:48 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampai dengan terlampauinya umumnya pria meminang wanita ia masih berlari-larian mengejar sasaran, bIsa gadis ataupun janda untuk melabuhkan bujangnya. Ada banyak wanita hadir merapat, karena posisinya yang menduduki sadel sepeda motor. Iya benar! Ucup -yang bernama asli Yusuf- berprofesi sebagai pengemudi motor ojek on-line, yang tentu saja, dari sekian banyak penumpangnya adalah wanita. Apakah dia masih berseragam sekolah, embak-embak berdandan kantoran atau emak-emak istri orang lain membawa belanjaan dari pasar.

Beberapa gadis tetangganya cukup akrab diajak ngobrol, dan kadang berkunjung ke tempat kontrakannya. Minta tolong untuk memasang regulator gas elpiji, mengganti lampu atau memasang kran air di tempat kosnya. Setelah itu: "... terimakasih ya, kamu memang baik.....!". Ada seorang gadis sangat disukainya. Tetangga berdekatan. Manis rupawan, umurnya lebih dari cukup untuk dipetik dan jarang keluyuran seperti wanita gaul umumnya. Pokoknya "is the best" deh....

Setiap pulang dari kesibukannya mengumpulkan pundi-pundi, Ucup acap sekedar menyapa kemudian berbicara dengan gadis yang menyewa rumah petak berseberangan dengan kontrakannya. Demikian hampir setiap sore berbincang, sehingga semakin lama semakin dekat merasa tak berjarak. Tak ada sebatangpun hidung pria tampak mendekati gadis pemalu itu. Ada secercah harapan. Ucup pun membulatkan tekad bertanya apakah  sudah punya teman dekat? Gadis tersipu menunduk malu: ".....setelah Diklat pra-jabatan, rencana sich calon pendamping akan melamarku. Doakan ya.....!".

@@@

Kampung Gati, Kelurahan Sukaharja Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor, suatu wilayah di kaki Gunung Salak bersuhu sekitar 16 derajat pada malam hari. Dibutuhkan waktu pencapaian sekitar 53 menit perjalanan dari kota Bogor dengan sepeda-motor. Selain berkebun dan beternak, warga setempat bekerja sebagai pengrajin komponen untuk industri sepatu/sandal di sekitar Ciapus dan Ciomas Bogor. Sepatu/sandal jadi disalurkan ke toko-toko grosir sekitar Stasiun Kereta Api Kota Bogor. Dari sentra perdagangan inilah sepatu/sandal menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.

Sekali-kali menyepi dari kebisingan kota menyegarkan pikiran ruwet, mumpung ada kawan yang dahulu sama-sama bekerja sebagai tukang bangunan proyek di Jakarta.

Dalam perjalanan, Ucup mampir dulu untuk merestorasi perut keroncongan di tepi Jalan Paledang. Warung amigos (agak minggir got sedikit) ini menyajikan: Sate Sapi dan Sop Sapi. Entah karena makanan yang sudah ada semenjak dahulu kala itu terasa enak atau perutnya yang lapar, lima belas tusuk sate sapi berbumbu kacang, semangkuk sop dan tiga piring nasi licin tandas.

Mang Adang, selain menjabat ketua RT juga seorang pengrajin sepatu/sandal, sebagai sobat lama telah berbaik-hati menyediakan kamar untuk bermalam. Sederhana namun hangat. Segelas kopi buatan Bogor yang beraroma wangi disajikan oleh putrinya. Seingat Ucup, ia pernah melihatnya waktu masih kanak-kanak. Ternyata kini sudah menjadi  remaja menggemaskan. Ah....... seorang gadis yang mulai dewasa meliriknya saat meletakkan baki. Dengan binar matanya bak tersenyum dengan sepasang lesung di bawah hijab mampu memekarkan  bunga-bunga hati Ucup. "....mungkinkah.... Ah sudahlah...!!" khayalUcup melihat celah. Konon selepas Sekolah Dasar, anak-anak wanita segera dinikahkan. Bagi masyarakat setempat, usia 18 tahun seorang gagis dianggap perawan tua.

@@@

Setidaknya ada 3 warung sembako di sekitar rumah Mang Adang. Dekat sih,namun kontur perbukitan membuat nafas ngos-ngosan. Bahan masakanpun terbatas: ikan asin, tempe, tahu, oncom, telur, dan sedikit sayuran. Baiklah, keterbatasan bukan kendala untuk menghasilkan masakan enak bagi Ucup.

Dua liter beras telah dicuci bersih diliwet di atas tungku kayu bakar menggunakan panci kastrol, ditambahkan 7 siung bawang merah, 3 siung bawang putih, 3 lembar daun salam, 1 batang serai, 1 sendok makan mentega dan air secukupnya. Saat air di dalam panci menyusut, ia letakkan daun pisang menutupi nasi setengah matang. 

Sekilo lebih ikan nila telah dibersihkan, di-marinade dengan perasan jeruk nipis, garam, merica dan dua sendok minyak sayur. Sementara itu tumbuk sampai halus: 5 cabe merah, 8 siung bawang merah, 5 siung bawang putih, sendok teh ketumbar, 3 ruas kunyit, sejempol jahe, seruas kencur, 5 butir kemiri, sedikit asam jawa, garam dan sedikit gula (sebagai penyedap). Daun bawang dirajang, 2 batang serai dan lengkuas seukuran 2 jari jempol digeprek. Semua bumbu disalurkan merata pada ikan, ditambahkan 2 lembar daun salam, daun kemangi dan cabai rawit utuh sesuai selera.

Ke dalam satu buku bambu bersih dimasukkan ikan bercambur bumbu. Sumbat ujung bambu yang terbuka dengan daun pisang. Lalu bambu dengan posisi ujung yang bersumbat lebih tinggi dibanding ujung bawah yang mampat di atas api kayu bakar. Gulirkan secara bertahap sampai merata proses pematangan. Api tidak terlalu besar sehingga permukaan bambu kekuningan mengering dan tercium wangi matangnya ikan.

Sementara menunggu proses pematangan, petik: daun singkong, daun kacang panjang, daun labu siam. Rebus dalam panci yang telah ditambah sedikit gara. Nantinya sebagai lalap menemani lauk.

Sambal yang diuleg, terdiri dari: 5 siung bawang merah, 2 siung bawang putih, 2 tomat segar, 3 cabe merah, 15 cabe rawit lalu digoreng sampai layu. dan dihaluskan bersama terasi bakar, garam dan sedikit gula pasir. Terakhir ambahkan jeruk limau.

Masakan siap disantap dengan cara makan bersama ala masyarakat Sunda: papadangan. Nasi liwet, nila bakar bambu, lalap dan sambal dihamparkan pada daun pisang. Sebuah kenikmatan makan siang bersama dalam arti sesungguhnya terjadi, dimana tidak ada gap pemisah di antaranya.

@@@

Dipan kayu berderit, tubuh Ucup berguling ke kiri dan ke kanan, terlentang sulit memicingkan mata. Paras Nila terngiang, betapa telah beranjak dewasa. Cukup kiranya dipetik dipersunting menjadi istri. Senyum berlesung pipi menambah cantik elok dipandang. Tak apalah gadis desa, yang penting setia dan baik hati. Tak dapat gadis kota, dapatnya gadis yang masih suci bersih belum terjamah. Ah.... Ucup tersenyum sendiri sampai menjelang waktu subuh.

Setiap hari minggu Ucup ke kampung Gati bertemu, bersenda-gurau dan memandang lesung pipit mengintip di wajah Nila. Hati makin berkembang dengan harap yang besar. Cinta yang bertumbuh subur.....

"Wooooi.....ngelemunin apa?" istriku yang berbadan lebar mengagetkanku dari belakang "...kayak orang setengah....senyum-senyum sendiri." sambil meletakkan jari pada dahi, miring.

"a..a..aku...lagi lihat-lihat email di laptop kok!" tergagap menjawab sekenanya.

"ooh...kamu lagi nulis cerpen ya? Emang cerpen bisa menghasilkan duit? Lagian siapa mau baca.....".

Terdiam aku tak bisa menjawab omelan yang seperti senapan otomatis memuntahkan peluru-peluru tajam.

"Dasar tukang mengkhayal, masih saja membayangkan gadis-gadis muda saja padahal umur sudah bangkotan.....!!!". "Tua bangka tak tahu diri! Sana pergi usaha cari penumpang, hari sudah siang.....!!!".

"Be...be..belum sarapan Mah..."

"Gak ada makanan, Mamah belum masak buat Papah......".

@@ TAMAT @@

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun