Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Permusuhan dengan Mengatasnamakan Agama

17 September 2022   13:07 Diperbarui: 17 September 2022   13:18 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cinta Damai - jalandamai.org

Habib Ali Al Jifri yang merupakan pendiri Thabah Foundation yang bergerak dalam penelitian dan pengajaran Islam moderat di Uni Emirat Arab menyatakan dalam sebuah ceramahnya tentang Al Wala' Wal Bara'. Habib Ali Al Jifri berkata; "Apakah Rasulullah SAW punya istilah Al Wala' Wal Bara'? Kita baca dalam kitab-kitab sirah dan sunnah, kita tidak menemukan istilah tersebut. Apakah Khulafa'ur Rasyidin setelah Rasulullah mengenal istilah Al Wala' Wal Bara'? Apakah tiga generasi Islam yang pertama mengenal istilah Al Wala' Wal Bara'? Tidak."

Habib Ali Al Jifri juga menjelaskan ayat yang sering dijadikan dasar bagi doktrin Al Wala' Wal Bara' yaitu Qs. Al-Mujadalah: 22. Ayat ini menjadi dasar sebagai upaya membangun permusuhan dan pembunuhan terhadap orang yang dianggap kafir.

Engkau tidak akan menemukan kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir yang berkasih sayang dengan orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya, walaupun mereka itu adalah ayah-ayahnya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, atau istri-istri mereka sendiri. (Qs. Al-Mujadalah: 22)

Menurut Habib Ali Al Jifri, kaum ekstremis menggunakan ayat ini untuk menciptakan permusuhan kepada semua orang di luar agama Islam. Setiap non-Muslim harus harus dibenci dan dimusuhi, tidak boleh berkasih sayang dengan mereka. Ayat ini dipahami secara salah dengan melarang umat Islam berkasih sayang dengan non-Muslim, sekalipun non-Muslim itu adalah keluarganya sendiri, ayahnya sendiri, anaknya sendiri, saudaranya sendiri atau bahkan istrinya sendiri. Ini jelas pemahaman yang keliru untuk menciptakan kebencian terhadap non-Muslim.

Menurut penjelasan Habib Ali Al Jifri pengertian yang benar atas ayat ini adalah menegaskan bahwa tidak ada seorang Muslim yang saling mencintai dengan "Orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya". Man haddallah wa rasulahu. Ayat ini tegas menyebut orang yang memusuhi Allah. Apakah setiap non-Muslim adalah orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya? Tentu saja tidak. Ada non-Muslim yang memang tidak tahu menahu tentang Islam, Allah dan ajaran rasul-Nya. Ada non-Muslim yang tahu, tetapi tidak mengimani dan tidak memusuhi. Ada non-Muslim tahu, dan mereka memusuhi. Yang disebut terakhir inilah yang memenuhi syarat sebagai "Orang-orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya." Adalah berlebihan mengeneralisasi semua non-Muslim sesuai dengan pengertian ayat diatas.

Pengertian ayat di atas harus dibatasi pada "Orang-orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya". Tidak boleh ditujukan kepada orang-orang yang tidak memusuhi Allah dan rasul-Nya. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad saw hidup damai dengan keluarganya yang non-Muslim. Abu Thalib, paman Nabi yang memberi perlindungan selama puluhan tahun dakwah Islam di Mekah. Raja Najasyi, yang memberi perlindungan kepada umat Islam yang berhijrah ke Habasyah. Muqauqis, penguasa Mesir yang memberi hadiah kepada Nabi. Abu Syahm, orang Yahudi Madinah yang memberi pinjaman kepada Nabi dengan jaminan tameng Nabi. Dan masih banyak non-Muslim yang hidup berdampingan serta menjadi teman Nabi Muhammad. Fakta ini menunjukkan bahwa tidak semua Non-Muslim adalah orang yang memusuhi Allah dan rasul-Nya. Artinya, bahwa Muslim tidak dilarang berhubungan baik dengan non-Muslim, saling membantu dalam perkara yang baik, serta saling menghormati satu sama lain.

Al Wala' Wal Bara' sebuah ajaran yang dikontruksi beberapa abad belakangan ini tidak ditemukan dalam ajaran Nabi Muhammad saw maupun para ulama salafus shalih. Jadi wacana Al Wala' Wal Bara' tentu saja tidak mempunyai dasar yang bersanad kepada pengajaran Nabi Muhammad saw. Kita perlu pertanyakan mengapa dan untuk apa doktrin tersebut muncul? Sudah seharusnya kaum muslimin di Indonesia sadar dan menolak bahwa dengan kenakeragaman suku, etnis, budaya, agama, bahasa yang ada didalamnya doktrin tersebut sangat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa dan dapat menimbulkan perpecahan atau peperangan.

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun