Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Literasi Media, Penghalau Radikalisme Dunia Maya

4 September 2020   17:12 Diperbarui: 4 September 2020   17:16 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bhinneka Tunggal Ika - jalandamai.org

Perkembangan informiasi di dunia digital begitu pesat. Informasi yang dulu sulit diakses, sekarang begitu mudah untuk mengaksesnya. Kemudahan inilah membuat generasi di era digital sekarang ini, tumbuh menjadi generasi yang kaya akan informasi, kaya akan sudut pandang, hingga kaya akan wawasan. 

Namun, tidak sedikit pula generasi di era digital sekarang ini, masih tumbuh menjadi generasi yang mudah terprovokasi, karena minimnya literasi yang mereka lakukan.

Literasi menjadi kunci. Literasi menjadi benteng dari segala berkembangnya informasi menyesatkan. Dengan literasi, kita bisa mengetahui mana informasi yang benar, mana informasi yang sudah dimodifikasi, mana informasi falid dan mana informasi bohong. Memang butuh upaya sedikit, untuk memastikan apakan informasi tersebut benar adanya.

Sayangnya, tidak sedikit generasi yang hidup di era digital ini, terbiasa dengan literasi media. Tidak sedikit dari masyarakat yang langsung percaya informasi yang mereka dapatkan, tanpa melakukan cek ricek terlebih dulu. 

Tidak sedikit masyarakt langsung percaya, karena informasi tersebut disampaikan oleh anggota keluarga, tokoh masyarakat, atau tokoh politik. Padahal, sudah banyak contoh yang bisa kita jadikan pembelajaran, bahwa tidak sedikit para tokoh yang banyak salah mengakses informasi.

Mari menjadi milenial yang cerdas. Mari menjadi netizen yang cerdas. Ingat, saat ini masih saja ada pihak-pihak yang menjalahgunakan kemajuan teknologi ini, untuk menebar hoaks, provokasi dan ujaran kebencian di media sosial. 

Bahkan sentimen SARA seringkali masih digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu. Ketika tahun politik, ketika ada bencana, bahkan di masa pandemi seperti sekarang ini, masih saja sering kita temukan informasi-informasi yang menyesatkan.

Seringkali informasi yang provokatif tersebut, disebarkan oleh kelompok-kelompok pendukung intoleransi dan radikalisme. Seperti beredarnya film sejarah khilafah di Indonesia (SKDI) beberapa minggu lalu. Belum sempat muncul, link film tersebut langsung diblokir. 

Bagi sebagian orang, mungkin bertanya kenapa belajar sejarah dilarang? Ketika sejarah yang dimaksud justru memecah belah kerukunan, berpotensi melahirkan konflik, tidak perlu dipelajari. Karena itulah, pemerinta pun telah membubarkan HTI, karena dianggap aktif menyebarkan paham yang membahayakan bagi Indonesia.

Di masa pandemi ini, pemerintah seringkali disalahkan karena tidak pernah bisa mengendalikan covid. Segala kebijakan dianggap sebagai sebuah kesalahan. Ironisnya, solusi yang mereka tawarkan selalu saja khilafah. 

Jika kita tidak membekali diri dengan literasi, tentu antar sesama manusia akan saling hujat, saling mencari kesalahan, bahkan saling melakukan tindakan intoleran. Perbedaan selalu menjadi persoalan. Padahal, perbedaan sejatinya merupakan keniscayaan yang telah diberikan Tuhan YME kepada kita sejak dari dulu, jauh sebelum negeri ini terbentuk.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun