Mohon tunggu...
budi prakoso
budi prakoso Mohon Tunggu... Wiraswasta - mari jaga kesehatan

seorang yang gemar berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jurnalisme Warga dan Pers Bersatu Melawan Hoax dan Kebencian

14 Februari 2019   08:24 Diperbarui: 14 Februari 2019   08:25 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jurnalisme Warga - kompasiana.com

Peredaran hoax dan ujaran kebencian memang terus mengkhawatirkan. Karena penyebaran berita negative tersebut cenderung mengalami peningkatan di tahun politik seperti sekarang ini. 

Masih saja ada pihak-pihak yang ingin menang secara instan, dengan cara menjatuhkan lawan dengan menebar kampanye negative tanpa data, bahkan ada juga yang menggunakan kampanye hitam. 

Sementara, di level bawah masyarakat terus diprovokasi oleh oknum tertentu dengan membangkitkan amarahnya. Caranya dengan cara menyusupkan sentimen SARA didalamnya. Ini artinya, hoax dan ujaran kebencian berpotensi memecah belah kerukunan yang telah ada.

Lalu, bagaimana untuk mencegah peredaran hoax dan ujaran kebencian? Sekarang ini adalah eranya kemajuan teknologi. Dunia maya mulai banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. 

Aktifitas di dunia nyata,  mulai berailh ke dunia maya. Media sosial yang awalnya hanya menjadi ruang untuk berinterasksi dan bersosialisasi, kini telah berkembang untuk mendapatkan informasi sampai mendapatkan pekerjaan. 

Kelompok radikal juga sering menggunakan media sosial untuk menebar propaganda radikalisme. Dan di tahun politik ini,kelompok radikal masih memanfaatkan kesempatan untuk menebar kebencian. Sementara, pihak yang menginginkan kedudukan, menebar kebohongan.

Lebih ironis lagi, kebencian dan kebohongan ini sengaja diviralkan, sampai akhirnya dianggap sebagai sebuah kebenaran atau fakta. Dan jika hal ini dibiarkan terjadi, maka banyak orang akan menjadikan media sosial sebagai rujukan informasi. 

Sementara media mainstream akan mulai ditinggalkan, karena dianggap terjebak dalam pusaran permainan kepentingan politik. Karena kita tahu, para pemilik media di Indonesia rata-rata mempunyai hubungan dan kedekatan dengan partai politik. Pada titik inilah, kita tak boleh diam. Kenapa? Jika kita diam, maka kepercayaan publik terhadap media mainstream akan hancur.

Kemunculan citizen journalism yang di media sosial menjadi angin segar. Media mainstream pun juga mulai banyak membuat kolom atau program, untuk mengakomodir citizen jurnalisme. Kombinasi keduanya harus bisa menjadi koalisi yang  kuat sebagai wacth dog di era milenial ini. 

Kombinasi keduanya juga harus menjadi kekuatan baru, untuk melawan peredaran hoax dan kebencian yang terus menjamur. Ingat, pertumbuhan media online sudah tidak terbendung di era saat ini. 

Di tahun 2017 saja, Dewan Pers menyebut ada 1755 situs berita. Sementara Kemenkominfo menyebut pada 2018 lalu, total portal berita online meningkat menjadi 43 ribu. Namun hanya 100 portal saja yang terverifikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun