Mohon tunggu...
Budhi Wiryawan
Budhi Wiryawan Mohon Tunggu... profesional -

mengikuti kemana darah ini mengalir....

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menghadirkan Ruang Publik Kota Tanpa Sampah Visual

30 September 2015   23:55 Diperbarui: 3 Oktober 2015   14:00 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu sampah vbisual ?
Sampah visual adalah kondisi dimana ruang publik perkotaan yang terdiri dari trotoar, ruang terbuka berupa taman kota, tanaman (vegetasi) hijau di pinggir jalan yang digunakan sebagai penyangga paru-paru kota dan sekaligus berfungsi sebagai tanaman perindang, telah diubah fungsinya menjadi tempat atau sarana menempatkan pesan-pesan komersial atau pesan-pesan politik di media luar ruang (outdoor_ berupa rontek, spanduk, umbul-umbul, neon box, poster, dsb

Yang lebih menyakitkan lagi lagi bahwa pemasangan pesan komersial dan alat peraga kampanye (pesan politik) itu sudah tidak lagi mengindahkan kaidah regulasi (Peraturan daerah-Perda) atau kaidah estetika, ramah lingkungan dsb. Kita banyak menjumpai pemandangan alat peraga kampanye misalnya, dengan cara memaku atau memantek alat peraga itu di pohon. Sampah visual ini juga bisa kita jumpai di tempat-tempat yang tidak semestinya. Bentangan spanduk di atas ruas jalan atau bentangan spanduk di atas jembatan.
     Cara paling efektif untuk melawan dan mereduksi adanya sampah visual ini, adalah lewat edukasi dan media pendidikan. Baik iormal di sekolah, atau sosialiasi yang efektif lewat berbagai even dan media.
   Namun ada satu cara yang jauh lebih efektif. Adalah lewat model pendidikan politik yang ditujukan bagi para calon pejabat publik (anggota DPR/DPD/DPRD) dan calon gubernur, , bupati, atau walikota/

Mumpung sebentar lagi akan ada hajat demokrasi lokal pilkada secara serentak pada tanjggal 9 nDesember 2015 mendatang. Pesan moral ini akan sangat efektif jika kita jadikan pakta integritas bagi setiap kandidat yang akan berlaga di even p[esta demokrasi tersebut.

Kampanye politik jelas berbeda dengan kampanye nonpolitis. Semisal kampanye lingkungan hidup, kampanye antinarkoba, kampanye antiterorisme, dsb. Selama ini orang masih menganggap bahwa kampanye politik cenderung kurang akrab dengan persoalan lingkungan hidup (ekologi). Sifat yang tidak ramah dan peduli terhadap keberadaan fasilitas umum, seperti :jembatan, trotoar , taman kota, pohon perindang, tercermin dari sikap longgar dan tiadanya pengawasan yang ketat..

Mumpung tahapan pemilukada sedang memasuki masa kampanye. Saatnya di ajang demokrasi lokal ini dorongan untuk menjadikan kampanye ramah lingkungan adalah sebuah keniscayaan. Dan sebaliknya justifikasi terhadap rasa malu mestinya ditanamkan kepada siapa saja yang masih menggunakan cara lama, cuek dan acuh soal lingkungan hidup ini. Bahkan yang bikin miris, menjamurnya alat peraga kampanye yang dipasang di pohon-pohon di pinggir jalan dengan cara dipaku ini merusak nilai estetika (keindahan) kota. Bahkan terkesan seperti memajang sampah-sampah visual yang semrawut. ..

Bayangkan jika satu pohon akhirnya tercederai oleh paku pantek, padahal pohon itu menjadi penyangga penghijauan untuk memasok oksigen yang dibutuhkian manusia, sekaligus menyimpan air sebagai reservoir . Beruntung pemasangan alat peraga kampanye saat ini dikoordinir dan ditangani langsung oleh KPU di masing-masing tingkatan..

Oleh karena itu kebijakan teknis yang tidak disertai dengan kebijakan politis, tampaknya hanya akan menunda-nunda penuntasan sebuah masalah. Kebijakan politis itu tentu saja, pertama : menyangkut pembuatan regulasi yang jelas, tegas dan memihak pada kepentingan konservasi lingkungan hidup. Yang kedua, manajemen dan eksekusi atas pelangggaran regulasi karena ditemukannnya penyimpangan terhadap peruntukan lahan, misalnya.    

Terjadinya alih fungsi lahan yang muncul secara sporadis, bermula dari longgarnya penerapan aturan. Dispensasi kebijakan yang lebih berorientasi pada kepentingan ekonomi katimbang kepentingan jangka panjang akan pentingnya konservasi lingkungan, adalah bagian dari kegagalan eksekusi dan menipisnya sikap dan etika ekologis, disamping juga lemahanya pengawasan.

Komitmen Ekologis

Mumpung para calon pemimpin ini sedang berkampanye menawarkan visi, misi dan programnya, jelang Pemilukada 2015 ini, sungguh mulia jika para calon pejabat publik ini menunjukkan etika ekologis dan komitmennya pada pembangunan yan berwawasan lingkungan hidup. . Masyarakat tentu saja akan melihat kesungguhan mereka.   Apa saja langkah konkret yang bisa dilakukan oleh para calon pemimpin ini. Parameter itu akan ditandai oleh  

Pertama : para kandidat harus punya referensi, pengetahuan dan komitmen yang kuat soal lingkungan hidup. Hal ini sangat penting, dan harus diketahui sejak awal oleh masyarakat selaku calon pemilih. Kenyataan yang terjadi di berbagai tempat tidak sedikit para kepala daerah ( lewat institusi SKPD yang dibawahinya) teledor dan kecolongan dalam menyikapi soal investasi dan pembangunan fisik yang memiliki dampak besar terhadap kerusakan lingkungan hidup. Tidak berlebihan jika para calon bisa disodori pakta integritas yang didalamnya terdapat item yang berisi komitmen dan keseriusan terhadap lingkungan hidup.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun