Mohon tunggu...
Sudut Kritis Budi
Sudut Kritis Budi Mohon Tunggu... Entrepreneur dan Penulis

Penulis opini hukum dan isu-isu publik. Menyuarakan kritik konstruktif berbasis hukum dan nilai keadilan. Karena negara hukum bukan sekadar jargon.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Tim Hukum Silfester Salah Tafsir, Mahfud MD Bicara Tegas Soal Daluwarsa Eksekusi

15 Agustus 2025   07:25 Diperbarui: 15 Agustus 2025   07:30 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi AI oleh DALL·E – OpenAI, dibuat berdasarkan permintaan pribadi.

Polemik seputar kasus Silfester Matutina kembali mengemuka setelah tim hukumnya mengklaim bahwa eksekusi putusan pengadilan sudah kedaluwarsa. Klaim ini memantik respons tegas dari Mahfud MD, yang menyebut bahwa penafsiran tersebut keliru secara hukum.

Masalahnya sederhana: ada perbedaan mendasar antara daluwarsa penuntutan dan daluwarsa eksekusi. Dua istilah ini punya batas waktu yang berbeda dan diatur tegas dalam KUHP, namun sering tercampuradukkan.

Kronologi Singkat Kasus
1. 2017 – Silfester membuat pernyataan di hadapan publik yang menyinggung nama Jusuf Kalla (JK). Laporan polisi diajukan.
2. 2018 – Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 1 tahun penjara.
3. 2018 – Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan.
4. 20 Mei 2019 – Mahkamah Agung mengabulkan kasasi, memperberat hukuman menjadi 1,5 tahun penjara. Putusan ini inkracht (berkekuatan hukum tetap).
5. 2019–2025 – Terpidana belum dieksekusi, meski tidak berstatus buron.

📚 Memahami Daluwarsa dalam KUHP
1. Daluwarsa Penuntutan (Pasal 78 KUHP)
Berdasarkan Pasal 78 ayat (1) angka 3 KUHP:
“Kewenangan menuntut hapus karena daluwarsa sesudah dua belas tahun bagi kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun.”
Artinya: Jika ancaman maksimum pasal yang dilanggar adalah lebih dari 3 tahun, maka hak menuntut hapus setelah 12 tahun sejak tindak pidana dilakukan.

2. Daluwarsa Eksekusi (Pasal 84–85 KUHP)
Pasal 84 dan 85 KUHP mengatur:
“Kewenangan untuk menjalankan pidana hapus karena daluwarsa dalam tenggang waktu yang sama dengan daluwarsa penuntutan, ditambah sepertiga.”

Dalam kasus Silfester:
Ancaman maksimum Pasal 311 ayat (1) KUHP: 4 tahun penjara (kategori > 3 tahun).
Daluwarsa penuntutan: 12 tahun.
Daluwarsa eksekusi: 12 tahun + 1/3 × 12 tahun = 16 tahun.
Karena putusan inkracht pada 20 Mei 2019, maka daluwarsa eksekusi baru jatuh pada 20 Mei 2035.

3. Siapa yang Menjalankan Eksekusi?
Pasal 270 KUHAP menyatakan:
“Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa.”
Artinya, setelah inkracht, Kejaksaan memiliki kewajiban hukum untuk mengeksekusi putusan, tanpa bergantung pada kesediaan terpidana.

Analisis Kekeliruan Tim Hukum
Kekeliruan tim hukum Silfester setidaknya mencakup tiga hal:
1. Menganggap kewajiban eksekusi untuk vonis Silfester sudah kedaluwarsa sehingga tak perlu dieksekusi.
2. Mengabaikan ancaman maksimum pasal – Perhitungan daluwarsa didasarkan pada ancaman pidana maksimal dalam pasal, bukan pada hukuman yang dijatuhkan.
3. Mengandalkan “perdamaian” sebagai alasan hapus eksekusi – Dalam hukum pidana, perdamaian tidak menghapus kewajiban eksekusi putusan yang sudah inkracht, kecuali ada mekanisme hukum khusus seperti grasi, amnesti, atau abolisi.

🧐 Damai atau Tidak, Eksekusi Tetap Jalan
Silfester pernah mengklaim sudah berdamai dan beberapa kali bertemu Jusuf Kalla, namun pihak JK membantah. Bahkan jika perdamaian benar terjadi, hal ini tidak membatalkan eksekusi karena hukum positif Indonesia tidak mengenal pencabutan pidana pasca-putusan inkracht hanya karena damai.

🚨 Dampak Menunda Eksekusi
Penundaan eksekusi selama enam tahun memiliki efek negatif:
- Merusak kredibilitas penegakan hukum: publik melihat adanya standar ganda.
- Menciptakan preseden buruk: membuka celah bagi terpidana untuk mengulur waktu demi mendekati daluwarsa eksekusi.

Langkah yang Seharusnya
1. Kejaksaan segera memanggil dan mengeksekusi Silfester sesuai putusan MA.
2. Transparansi publik dalam proses eksekusi untuk meredam spekulasi.
3. Edukasi hukum bagi masyarakat agar perbedaan istilah “penuntutan” dan “eksekusi” dipahami dengan benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun