Mohon tunggu...
Bubup Prameshwara
Bubup Prameshwara Mohon Tunggu... Operator - Uyeah

Kadang saya memikirkan apa yg terjadi di indonesia ini, sungguh bikin "miris". Tapi kadang saya juga merasa tak ada gunanya memikirkan apa yg sedang saya pikirkan :O

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

KPI Cuma Berani Sama Nikita Mirzani!

26 April 2012   03:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:06 2779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Apa kabar Komisi Penyiaran Indonesia?

Komisi yang berwenang mengawasi dunia "siaran publik" ini berdiri sejak tahun 2002 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. KPI terdiri atas Lembaga Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) dan Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang bekerja di wilayah setingkat Provinsi. Wewenang dan lingkup tugas Komisi Penyiaran meliputi pengaturan penyiaran yang diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Penyiaran Swasta, dan Lembaga Penyiaran Komunitas. (source: wikipedia)

Kisruh yang mengiringi panasnya sepakbola nasional telah lama merembet dengan pemanfaatan media (televisi) untuk mempengaruhi opini masyarakat demi kepentingan "big boss". Berita-berita yang belum tentu kebenarannya (malah sering bohong) selalu disiarkan melalui propaganda secara masiv, terutama program acara Lensa Olahraga yang ditayangkan oleh stasiun Antv. Kenapa berani bilang "sering bohong" dalam tulisan ini? Karena kenyataannya berbicara demikian. Dari klaim Persipura diakui keberadaannya di Liga Champion Asia oleh AFC ternyata bohong. Dari putusan sela Badan Arbitrase Olahraga Internasional, dikatakan putusan final. Dari undangan Team Task Force AFC yang mengundang PSSI dan PT LI, dikatakan mengundang PSSI Djohar dan PSSI La Nyalla. Dan kini yang paling fresh tadi pagi adalah, Lensa Olahraga memberitakan bahwa Team Task Force AFC akan segera mengakui (legalitas) PSSI versi Ancol yang menghasilkan La Nyalla Mattaliti sebagai ketumnya.

Itu belum seberapa, bila memang mau ditelusuri rekaman-rekaman berita yang ditampilkan dalam program acara Lensa Olahraga tersebut, kemudian dibandingkan dengan kenyataan terkini, tentu masih ada banyak lagi kejanggalan berita yang mengindikasikan sebuah kebohongan. Kebohongan yang terstruktur dan disiarkan secara masiv tentu disadari atau tidak, akan menyesatkan persepsi masyarakat. Bahkan bila nanti kebenaran akan terkuak, bukan mustahil bila masyarakat yang telah terdoktrin atas "berita bohong" tersebut akan tetap menganggap bahwa kebenaran adalah hal yang telah diyakini sebelumnya.

KPI tebang pilih?

Mungkin kita sangat familiar mendengar nama KPI apabila ada kasus-kasus vulgar (seronok) atau hal-hal yang menjurus pada eksploitasi (sex) yang berlebihan dari seorang publik figur yang sering tampil di televisi. Masyarakat lebih akrab dengan KPI karena menyangkut Julia Perez, Dewi Persik, atau juga chef Farah Quinn yang tiga tahun belakangan ini menjadi fenomena tersendiri di masyarakat. Bahkan yang terhangat beberapa waktu lalu adalah memberi peringatan kepada artis pendatang baru, Nikita Mirzani yang dianggap tampil dengan busana yang terlalu vulgar. Nikita Mirzani pun dengan enteng menjawabnya, "Dada saya memang (dari sonoNya) sudah besar, terus mau diapain lagi?".

Sementara itu, masyarakat jarang mendengar tentang kinerja KPI dalam menyoroti pemberitaan mengenai bencana Lumpur Lapindo yang oleh beberapa tv swasta sedikit "diplintir" gaya bahasa dalam pemberitaannya. Jarang kita mendengar tindak lanjut dari masyarakat yang memprotes adanya sinetron terskenario yang berkedok nama menjadi reality show. Bahkan dalam kasus program acara Socialite beberapa waktu lalu, KPI juga seolah tidak memberikan unsur memaksa terhadap penanggung jawab program tersebut beserta stasiun televisi yang menyiarkannya. Terkesan hanya memberi hak jawab tanpa ada investigasi yang bersifat memaksa.

Mau dibawa kemana slogan KPI?

Sebagai komisi yang mempunyai tugas utama mengawasi dunia penyiaran di Indonesia, sebenarnya KPI mempunyai slogan cukup bagus, "JADIKAN PENYIARAN INDONESIA YANG SEHAT, BERMANFAAT, DAN BERMARTABAT". Tapi melihat fakta di lapangan, apakah KPI masih konsekuen terhadap tugas dan slogannya tersebut? Apalagi dalam dunia olahraga yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai sportivitas, KPI tak ada aksi masuk ke dalam menyoroti pemberitaan olahraga yang jauh dari nilai-nilai yang sehat, bermanfaat, dan bermartabat. Pemberitaan olahraga yang hanya dijadikan corong propaganda menyebar doktrin kepada masyarakat demi kepentingan sang pemangku kepentingan. Bahkan hal yang sangat remeh seperti "penyebutan nama La Nyalla sebagai ketum PSSI" pun juga tak ada teguran sedikit pun, hingga makin hari Lensa Olahraga makin bersemangat memberitakan atas klaim ketum PSSI tersebut. Padahal jelas AFC, FIFA, KONI, Kemenpora, hanya mengakui PSSI yang sah adalah PSSI yang diketuai oleh bapak Prof Djohar Arifin Husin, sesuai dengan hasil KLB di Solo pada tahun lalu.

Kalau sudah begini, apakah KPI hanya mau menyoroti busana sensual Nikita Mirzani? Ataukah hanya mau menyaksikan acara memasak sembari melihat goyangan buah dada Farah Quinn? Ataukah hanya ingin alay menyaksikan acara Kakek-kakek Narsis?

{[P.S.K]}
Penyiaran Stres Komisinya

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun