Mohon tunggu...
Bryan Eduardus
Bryan Eduardus Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Warga Negara yang Bersuara Lewat Kata-Kata! | https://telemisi.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Fenomena "Latah" Pertelevisian Indonesia

14 Juli 2016   17:33 Diperbarui: 15 Juli 2016   17:26 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - menonton televisi (Shutterstock)

Kembali berjumpa di Kompasiana BryanTvHardi, pada kesempatan kali ini, saya akan membahas hal yang bisa dianggap sudah cukup membudaya dalam industri pertelevisian Indonesia ini. Ya, banyak sekali saya atau bahkan Anda sebagai pemirsa televisi Indonesia sering menemukan hal ini, yaitu adanya program di stasiun televisi yang berbeda yang sebenarnya memiliki konsep yang menyerupai program lain yang terlebih dahulu ada. Hal ini terjadi khususnya pada program televisi yang sudah cukup populer dan memiliki rating serta share yang cukup tinggi pula. 

Ada beberapa program yang secara halus ditiru, yaitu dengan mengambil sedikit ide dari sini ditambahkan ide lain dari situ. Namun, ada juga stasiun televisi yang secara terang-terangan membuat program yang sengaja dibuat hanya untuk meniru program lain yang sudah ada. Kita ambil contoh program yang sekarang ini sedang digandrungi oleh remaja-remaja bahkan hingga orang dewasa, yaitu sinetron Anak Jalanan. Anak Jalanan seperti yang kita ketahui ditayangkan di RCTI. Namun, program ini sempat dibuat "saingannya" oleh SCTV dengan nama yang sepertinya sengaja dimiripkan, yaitu Anak Menteng.

Anak Jalanan - Anak Menteng, ya dari nama memang terlihat sangat mirip dan terkesan ingin "menyerupai" secara sengaja. Namun, tidak hanya dari segi nama atau judul sinetron, konsep yang ditayangkan atau ditampilkan pun bisa dikatakan 80% mirip. Hanya ditambahkan dengan unsur-unsur tambahan yang bersifat "menambahkan". Ingat "menambahkan" tapi bukan "melengkapi". Sama-sama mengambil cerita seputar kehidupan remaja, bedanya Anak Jalanan mengambil cerita seputar kehidupan geng motor, sedangkan Anak Menteng menceritakan kehidupan geng motor cross. Dari satu episode Anak Menteng yang saya saksikan, saya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa memang Anak Menteng dibuat untuk "mencuri" pangsa pasar penonton Anak Jalanan.

Program lain yang pernah dibuat "tiruannya" adalah program yang sempat sangat populer dengan joget-jogetannya. Ya, YKS atau Yuk Keep Smile yang sempat berbulan-bulan menghiasi top rating. Program Yuk Keep Smile produksi tim TRANSTV dibuatkan tiruannya oleh ANTV dengan nama acara Campur-Campur. Kedua acara ini memiliki jam tayang yang bersamaan bahkan kedua program ini terkesan berebutan pengisi acara. Almarhum Olga yang pada waktu itu sedang bersinar sekali bahkan mengisi kedua acara yang memiliki jam tayang bersamaan itu. Di segmen 1, Olga mengisi Campur-Campur yang tayangnya persis setelah Pesbukers di stasiun televisi yang sama. Setelah itu, langsung "cabut" menuju YKS hingga selesai.

Fenomena "latah" pertelevisian Indonesia tidak hanya terjadi antar stasiun televisi, namun sekarang berkembang, yaitu fenomena "latah" sebuah stasiun televisi. Apa yang dimaksud dengan pernyataan ini? Maksudnya adalah saat sebuah stasiun televisi memiliki program dengan penggemar yang banyak dan rating tinggi, stasiun televisi tersebut akan membuat atau menayangkan program dengan tipe yang sejenis. Kita ambil contoh misalnya dua stasiun televisi yang pasti membuat Anda mengerti. Contoh pertama adalah ANTV. Anda pasti mengonotasikan stasiun televisi ini dengan televisi India. Kenapa? Tidak lain dan tidak bukan adalah karena stasiun televisi ini menayangkan acara India sepanjang malam.

Apa Anda tahu apa yang membuat ANTV memutuskan untuk menjadi stasiun televisi India? Dahulu, ANTV sempat menayangkan serial Mahabharata yang pada masa penayangannya sempat sangat meledak dan populer di kalangan masyarakat. Kemudian ANTV sedikit demi sedikit menambahkan tayangan serial India satu demi satu. Kemudian hingga jam tayang prime time-nya diisi penuh dengan tayangan serial India. Ini merupakan salah satu contoh dari sikap "latah" stasiun televisi terhadap tren yang mereka ciptakan. Hal ini pun memicu stasiun televisi lain menayangkan serial lainnya, misalnya Turki yang juga cukup sukses.

Contoh berikutnya adalah Indosiar. Hampir setiap hari, jam prime time Indosiar diisi oleh penayangan ajang-ajang yang mereka berikan embel-embel "Academy" sebut saja D-Academy hingga kompetisi stand up comedy, Stand Up Comedy Academy. Apa yang membuat lahirnya banyak program ini? Karena pada penayangan season perdana D-Academy berhasil menarik minat pemirsa dengan menguasai jajaran rating harian. Kemudian lahirlah paradigma dari Indosiar bahwa pemirsa menyukai konsep acara seperti itu. Maka mayoritas acara-acara "Academy" mereka diisi dengan konsep yang sama. Banyak host, banyak juri, banyak komentator. Ini menunjukkan bahwa Indosiar sudah "latah" meniru kesuksesan pertama untuk kesuksesan-kesuksesan berikutnya. 

Sekedar informasi, penayangan Stand Up Comedy Academy di Indosiar yang berhasil menarik minat para pemirsa dan meraih rating tinggi ini sempat membuat banyak seluruh stasiun televisi lainnya secara "latah" mengikuti arus ini. Sebut saja RCTI yang membuat program Stand Up Everywhere yang dikatakan orang meniru nama program Music Everywhere NET tv, MNC tv membuat program Komika Vaganza, serta Indosiar pun membuat Stand Up Comedy Club untuk melanjutkan keberhasilan SUCA meraih atensi pemirsa Indonesia.

Namun, dari seluruh pembahasan yang telah saya uraikan di atas, ada satu hal yang harus menjadi perhatian Anda dan pesan penting bagi Anda. Bahwa dari semua program efek "latah" yang saya sebutkan di atas, hanya sedikit yang mampu mempertahankan kualitas serta perhatian penonton masyarakat Indonesia. Hal ini sesuai dengan pernyataan "Kalau Anda tidak bisa menjadi yang pertama, jadilah yang terbaik". Jadi kalau program pengikut hanya mencoba menyamai program lama yang sudah ada, mereka tidak akan mampu menyamai atau mendapat perhatian pemirsa sebesar program lamanya. 

Jadi, kesimpulannya, jangan mempertahankan budaya "latah" dalam pertelevisian Indonesia. Ini hanyalah beberapa contoh yang saya utarakan pada kesempatan kali ini. Masih banyak program lain yang tidak meniru sesama program televisi Indonesia tetapi mengikuti program luar negeri tanpa membeli franchise yang mungkin akan saya jelaskan pada kesempatan lainnya. Jangan lupa berikan komentar, masukan, serta penilaian di bawah ini atau kepada akun Twitter saya di @BryanTvHardi. 

Maju terus pertelevisian Indonesia bersama BryanTvHardi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun