Mohon tunggu...
Bryan Jati Pratama
Bryan Jati Pratama Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Author of Rakunulis.com

Qu'on s'apprête et qu'on part, sans savoir où on va

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Serigala

16 Desember 2022   08:55 Diperbarui: 16 Desember 2022   09:28 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: movemequotes.com

Bipolar adalah sejenis penyakit, tetapi adakah yang tidak bipolar? Setiap manusia memiliki dua kutub yang ekstrim berlawanan. Yang paling primordial adalah kutub kebaikan dan kutub kejahatan. Kecinderungan untuk berbuat baik akan selalu berlawanan dengan bisikan untuk berbuat jahat. Hal seperti ini telah terjadi sejak zaman nenek moyang. Di barat, hal yang sejak semula dipertentangkan dan tidak habis dibicarakan adalah dikotomi good versus evil. Dikotomi itu juga yang mendasari hampir semua cerita perfilman di sana sejak era film koboi sampai era film superhero seperti seri Avengers.

Sedangkan di timur, hal tersebut dipelajari sehingga melahirkan ilmu yang mempelajari tentang diri manusia antara lain ilmu tentang nafsu berikut pembagiannya. Nafsu ammarah, supiyah, lawwamah yang mewakili kejahatan sering disetarakan dengan anger, lust and greed dan muthmainah yang mewakili kebaikan yang sering disamakan dengan valor. Namun ada perbedaan besar sebenarnya.

Di dunia timur, hal tersebut diolah dan dikembangkan oleh para pujangga kerajaan hingga lahirlah sastra. Diantaranya adalah Mahabharata yang bercerita tentang pertentangan antara pihak Pandawa melawan pihak Kurawa sebagai personifikasi kebaikan melawan kejahatan. Meskipun kita tahu, ternyata dalam purwacerita pewayangan tersebut kebaikan dan kejahatan tidak hitam-putih seperti yang sebelumnya kita kira.

Ternyata masing-masing nafsu tersebut bersifat netral. Menjadi baik ataupun jahat tidak bergantung pada jenis nafsunya tetapi pada porsinya. Contohnya, dalam perspektif dunia timur, nafsu ammarah dipahami sebagai nafsu berwarna merah yang terletak di dada manusia. Nafsu ini mewakili unsur api yang memberikan nyala pada hidup manusia, membuat manusia penuh dengan kemauan keras (passion) dan renjana (compassion). Jika terlalu besar menyebabkan manusia menjadi sembrono, nekat dan pemarah. Namun jika terlalu kecil akan menjadikan manusia dipenuhi rasa takut dan sifat pengecut. Maka manusia sendirilah yang bertanggung jawab untuk mengatur besar kecilnya nafsu tersebut.

Ada satu kisah yang saya sukai untuk menjelaskan tentang hal ini. The Parable of Two Wolf, cerita yang secara turun temurun diwariskan oleh suku Cherokee, suku asli benua Amerika yang menempati wilayah pegunungan Carolina Selatan, Amerika Serikat.

Alkisah, pada suatu petang seorang Cherokee tua sedang mengajari cucunya tentang kehidupan. "Perkelahian sedang terjadi di dalam diriku," katanya kepada cucunya. "Ini adalah pertarungan yang sangat mengerikan antara dua serigala. Yang satu bernama Si Jahat, dia adalah kemarahan, iri hati, kesedihan, penyesalan, keserakahan, kesombongan, mengasihani diri sendiri, rasa bersalah, kebencian, rendah diri, kebohongan, dan ego."

 Dia melanjutkan, "Yang satunya adalah Si Baik, dia adalah kegembiraan, kedamaian, cinta, harapan, ketenangan, kerendahan hati, kebajikan, empati, kemurahan hati, kebenaran, kasih sayang, dan iman."

Ia melanjutkan "Pertarungan yang sama juga terjadi di dalam dirimu dan juga di dalam setiap orang lainnya." Si cucu memikirkannya sejenak dan kemudian bertanya kepada kakeknya, "Lalu serigala mana yang akan menang?"

Cherokee tua itu hanya menjawab, "Yang paling banyak kamu beri makan."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun