Mohon tunggu...
Brian AdamDwi
Brian AdamDwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka Travelling

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Film Sejarah Perjuangan Para Buruh "Indonesia Calling"

29 November 2022   14:50 Diperbarui: 29 November 2022   15:05 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia Calling merupakan sebuah film dokumenter sejarah yang disutradarai oleh Joris Ivens pada tahun 1946 dan diproduksi Waterside Workers’ Federation. Film berdurasi 23 menit itu memuat peristiwa bersejarah tentang perjuangan para buruh Indonesia yang bekerja di Australia, serta para pelaut asal india dan Cina yang saling bahu - membahu dalam memboikot seluruh aktivitas  kapal Belanda yang membawa pasukan militer dan senjata ke Indonesia untuk merebut Kembali koloninya. Sehingga mereka berhasil membatalkan rencana agresi militer Belanda ke wilayah Indonesia yang membawa ribuan pasukan dan senjata.

Orang Indonesia tersebut adalah para buruh yang bekerja untuk perusahaan pelayaran di Australia, yang dulunya merupakan tahanan politik Netherlands East Indies (NIS) di daerah digoel.  Salah satu tahanan Digoel yang memiliki peran penting memperjuangkan kemerdekaan dari Australia adalah Mohammad Bondan, sekretaris Komite Indonesia Merdeka di Australia.

Belanda menyatakan kapal mereka adalah kapal bantuan kemanusiaan berisi obat – obatan serta makanan. Namun nyatanya, perdana Menteri Australia kala itu, Ben Chiefly, Bersama para buruh Pelabuhan menemukan senjata dan amunisi. Para pekerja Pelabuhan Indonesia kemudian menolak untuk bekerja di kapal milik Belanda.

Aksi tersebut lalu diikuti dan didukung oleh buruh pelabuhan Asutralia hingga pelaut asal India dan Cina, yang setuju untuk tidak membantu kapal Belandayang bertujuan ke Indonesia. Kapal Belanda kemudian dicap “hitam” atau disebut dengan “Black Armada”. Aksi mogok kerja buruh pelabuhan itu kemudian dikenal dengan sebutan ”The Black Ban”.

Film ini menyatakan bahwa bahan kampanye yang digunakan oleh pekerja Indonesia di Australia dalam membujuk berbagai serikat buruh ini adalah penindasan dari kaum majikan Belanda terhadap buruh di Indonesia. Para pekerja Indonesia di Australia ini adalah orang – orang “sayap kiri” pergerakan Indonesia, maka penggambaran mereka dalam Indonesia Calling sangat menarik.

Tak lama berselang, kehadiran Indonesia Calling mendapat serangan dari pihak oposisi, yakni Belanda dan Partai Liberal Australia dengan tuduhan bahwa film tersebut berisi propaganda komunisme beserta klaim yang menyatakan bahwa gerakan revolusi Indonesia adalah bagian dari pemberontakan kaum komunis  Sejak saat itu (terutama pasca Perang Dingin), aktivitas politik sayap kiri di negara-negara Blok Barat mulai redup karena dikendalikan oleh para elit politik yang condong ke kanan.

Film Indonesia Calling juga menunjukkan bahwa pada Oktober 1945, 1.400 orang Indonesia meninggalkan Australia ke Jawa. Untuk memastikan kapal Esprance Bay yang membawa mereka tidak berlabuh di pelabuhan yang dikuasai Belanda, satu pekerja pemerintah Australia ikut berlayar untuk memastikan mereka tiba dengan selamat.
Setelah pelaut Indonesia kembali pulang, aktivis Australia bersama pelaut India dan pelaut Cina melanjutkan aksi boikot kapal Belanda.

Meskipun banyak pelaut Australia di kapal (yang melakukan boikot), sebagian besar dari mereka adalah pelaut India. Jadi mereka (pelaut India) memegang peran besar dalam aksi boikot, dan para sejarawan sangat kritis terhadap fakta bahwa kontribusi mereka telah dipinggirkan.

Pemerintah Australia sendiri, sedang dalam dilema ingin melawan Belanda dan Belanda tidak senang mereka ikut membantu gerakan Indonesia. Australia ingin membantu gerakan kemerdekaan tetangga baru mereka yang nantinya akan memiliki andil besar dalam hubungan internasional antar negara.

Peran pemerintah Australia juga sulit. Mereka mendukung kemerdekaan, tapi tidak bisa menunjukkan secara terang-terangan. Meskipun begitu, lanjutnya, Belanda sendiri sudah kehilangan banyak dukungan internasional akibat melanggar  pada gerakan Agresi Militer Pertama. Aksi saling bahu-membahu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melibatkan solidaritas internasional dan tidak hanya dilakukan perjuangan senjata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun