Mohon tunggu...
Wawan Oat
Wawan Oat Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Apa adanya

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Penyelenggaraan Pemilu 2019, Proyeksi Demokrasi Indonesia

26 Juli 2018   10:07 Diperbarui: 26 Juli 2018   10:13 4622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan umum (Pemilu) yang akan digelar pada tahun 2019 mendatang, sedikit berbeda dengan pemilu - pemilu sebelumnya, karena akan memilih calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta memilih calon presiden dan wakil presiden secara bersamaan. Hal ini tentu berbeda, perbedaan tersebut menyertai teknis penyelenggaraan yang dilakukan, sehingga membutuhkan kesiapan perencanaan yang matang, ketersediaan aparatur penyelenggara yang cukup dan memiliki kompeten, serta dukungan sistem yang baik.

Penyelenggaraan pemilu nanti merupakan ukuran penilaian demokrasi indonesia, sehingga pemilu adalah gambaran proyektif bagaimana setting sistem demokrasi di negeri ini yang sedang berjalan. Berbagai ekspektasi tentu melatari pelaksanaan pemilu, karena akan menguatkan konstruksi tata kelola pemerintahan kedepan, serta menjadi ruang peralihan kepemimpinan nasional secara legitimate.

Tahapan penyelenggaraan pemilu yang tengah berjalan menyisakan beberapa kendala, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Secara internal, dihadapkan pada berbagai laporan atas pelaksanaan Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, yang terbaru yakni putusan mahkamah konstitusi (MK) tentang pelarangan calon anggota DPD dari fungsionaris partai politik (putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018), serta pengembalian jumlah anggota KPU tingkat kabupaten/kota sesuai jumlah awal, yakni lima (5) orang (putusan MK No. 31/PUU-XVI/2018).

Undang-Undang pemilu yang menjadi rujukan pelaksanaan kian dimasalahkan, hal ini lazim dalam alam demokrasi, namun implikatif terhadap tahapan penyelenggaraan pemilu yang tengah berjalan. Sedangkan secara eksternal, tentu problem peningkatan partisipasi pemilih, baik secara administratif maupun partisipatif.

Pemilu bukan semata aktivitas prosedural, tapi dengannya ketahanan bangsa diuji, alas otonomi daerah tergambar secara nasional, esensi moralitas dan integritas warga negara terukur, serta berbagai aspek lainnya yang lahir dari penyelenggaraan pemilu. Patut dicermati secara serius, karena alasan bernegara adalah untuk menuju gerbang kesejahteraan, yang dilalui dengan mekanisme elektoral yang beradab dan demokratis.

Perangkat Pendukung Penyelenggaraan Pemilu.
Pelaksanaan pemilu yang baik tentu didukung dengan perangkat yang baik pula. Mulai dari perangkat penyelenggara pemilu yang berkompeten, bermoral, dan berintegritas. The international idea (2006) menyaratkan ukuran kredibilitas penyelenggara pemilu, yakni independence, impartiality, integrity, transparency, efficiency, professionalism, dan service - mindednes.

Paling tidak, penyelenggara pemilu mesti memiliki ketujuh syarat tersebut secara personal maupun institusional. Dari situ dapat terlihat ukuran perbaikan kualitas demokrasi dari sisi ketersediaan aparatur, langkah-langkah korektif perlu dilakukan, mulai dari fase rekrutmen penyelenggara pemilu, setting metodologis pendidikan dan pelatihan serta bimbingan teknis bagi penyelenggara pemilu, hingga evaluasi atas dugaan laporan yang disampaikan terhadap kinerja penyelenggara pemililu, baik berkaitan dengan laporan administratif maupun etik.

Disamping itu, perlu dukungan sistem kerja yang informatif, penggunaan teknologi yang terbuka dan sederhana, sistem pendataan berbasis aplikasi yang telah dilakukan dirasa memudahkan proses, keterbukaan informasi penyelenggaraan pemilu bagi publik juga bagian dari pengawasan yang baik. Ketersediaan aturan penyelenggaraan pemilu juga turut menguatkan legitimasi proses penyelenggaraan, tinggal bagaimana pelaksanaan aturan secara normatif dan tegas. Yang paling penting adalah, integrasi antara perangkat pendukung yang ada, sehingga saling melengkapi, menguatkan, dan menyempurnakan proses penyelenggaraan pemilu itu sendiri.

Pemilu yang baik tentu melibatkan semua pihak, dengan posisi dan tanggung jawab berbeda. Komisi pemilihan umum (KPU) dan badan pengawas pemilu (BAWASLU) diharapkan dapat bersinergis melaksanakan seluruh tahapan, walaupun pelaksanan teknis penyelenggaraan ada pada KPU, namun diperlukan kerja integral antar semua stakeholder, baik dengan BAWASLU, dengan pemerintah, dengan lembaga-lembaga non goverment organization yang concern terhadap isu-isu kepemiluan, serta yang paling penting melibatkan partisipasi publik secara aktif.

Perbaikan proses pelaksanaan pemilu terus dilakukan, mulai dari tahapan perencanaan yang telah dilewati, tahapan pelaksanaan yang meliputi tahap pencalonan, kampanye, sampai pada pemungutan suara, serta tahapan penetapan hasil. Hal ini tak lain adalah bentuk perbaikan tata kelola penyelenggaraan pemilu secara hirarkis, sehingga setiap tahapan yang tengah berjalan selalu dilaksanakan secara korektif dan evaluatif.

Pemilu, Pendidikan Politik dan Kualitas Demokrasi.
Pemilu merupakan wadah menuju demokrasi yang berkualitas. Hal ini bukan sekedar catatan dalam ruangan kelas, tapi mesti merealitas membentuk fakta sosial dan realitas politik yang nyata terjadi. Tentu bukanlah hal mudah, membutuhkan partisipasi dan peran aktif semua pihak tanpa terkecuali.

Untuk sampai pada muara demokrasi yang qualified, penyelenggara pemilu terus berbenah, melakukan mitigasi masalah yang 'mungkin' terjadi, mengurangi tingkat kerawanan pemilu dengan perbaikan sistem penyelenggaraan pemilu, baik secara internal maupun membangun kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait secara eksternal. Karena kerawanan pemilu yang diketahui melalui indeks kerawanan pemilu (IKP) terlihat dengan ukuran penyelenggaraan, kontestasi, dan partisipasi.

Perbaikan kualitas demokrasi melalui penyelenggaraan pemilu mesti linier dengan tingkat pendidikan dan kesadaran politik publik. Semakin baik tingkat pendidikan masyarakat, mestinya semakin baik pula prosesi pemilu yang dilaksanakan. Tingkat pendidikan akan membentuk preferensi pemilih dalam menentukan pilihan dan mengambil sikap politik, serta terlibat secara aktif, baik dengan membantu pelaksanaan teknis pemilu, maupun dengan mengawasi proses pemilu yang tengah berjalan.

Dinamika politik kian dinamis, berbagai cara dan upaya kian dilakukan untuk meraih kuasa dan legitimasi rakyat, seperti penyebaran informasi sesat dan palsu (hoax) serta adanya black campaign yang marak terjadi, hal ini tidaklah mudah menjadi tanggung jawab penyelenggara pemilu an sich, dalam hal ini BAWASLU, apalagi ruang di media sosial semakin massif dan kian tak terkendali. 

Hal ini membutuhkan kesadaran publik serta peran partai politik, dengan melakukan edukasi politik secara beradab dan bermoral, serta terus memproduksi narasi - narasi kebangsaan beralas program kesejahteraan, bukan tontonan dagang interest.

Peran partai politik dinilai cukup penting ditengah perbaikan kualitas pemilu, karena partai politik melalui rekrutmen kader serta program - program kerjanya, diharapkan dapat membentuk kesadaran publik secara substansif. Karena intelektual saja tidaklah cukup menjadi alas dalam memberikan hak politik, tanpa disertai kesadaran emosional untuk menghindari praktek - praktek negatif. 

Politik uang maupun politik identitas tidak akan berkembang secara massif jika publik tidak disuguhkan dengan ketersediaan pilihan taktis, namun mesti dikuatkan dengan pendidikan politik yang bersifat strategis, serta syarat nilai - nilai moralitas.

Disadari bahwa penyelenggara pemilu hanya sebatas pelaksana pemilu, baik sebagai pelaksana teknis penyelenggaraan maupun sebagai pengawas pemilu, tetapi tidak berkuasa penuh dalam menghadirkan 'menu' yang bergizi (calon legislator). Ini merupakan tantangan bagi partai politik untuk menyediakan para calon legislator yang qualified, yang bermoral, berintegritas, serta bertanggung jawab dengan amanah terhadap janji dan visinya. Apa daya jika sistem kepemiluan telah baik namun tidak didukung calon legislator yang baik.

Kendati demikian, penyelenggara pemilu tentu bertanggung jawab menjaga 'gizi' demokrasi dengan melakukan pembatasan bahkan pelarangan mencalonkan diri sebagai calon legislator di semua tingkatan bagi narapidana mantan korupsi. Ini adalah bentuk ketegasan dalam menjawab keinginan publik, fakta integritas yang telah disepakati bersama antara penyelenggara pemilu dan partai politik tidaklah cukup, sehingga KPU merasa perlu memperjelas kembali melalui penerbitan peraturan KPU No. 20 tahun 2018.

Peningkatan tingkat partisipasi pemilih mestinya tidak sebatas angka, namun juga menggambarkan kualitas proses pemilihan. Tinggi rendahnya angka partisipasi pemilih, bukan semata perkara administratif dalam daftar pemilih, namun menjelaskan semangat memilih beralaskan rasionalitas. Jika angka partisipasi pemilih sejalan dengan maraknya politik uang dan praktik - praktik politik busuk, maka itu mencerminkan transaksi politik antara pembeli dan penjual kekuasaan. 

Tidak ada ukuran keberhasilan pemilu dengan tingginya angka partisipasi pemilih, sepanjang politik uang masih terus berlangsung, karena angka partisipasi pemilih yang qualified tentu berbanding terbalik dengan praktek - praktek politik uang, baik karena penawaran dari para kontestan politik

koleksi pribadi
koleksi pribadi
 maupun atas permintaan dan kebutuhan pemilih.Karena pemilu 2019 akan menjadi preseden bagi pemilu - pemilu berikutnya, akan menjadi uji teori atas hajatan elektoral legislatif - eksekutif secara bersamaan. Maka tentu harus dipersiapkan secara matang dan terukur, pilkada 2018 yang telah berlangsung menjadi catatan evaluatif demi memperbaiki penyelenggaraan pemilu nanti. Semua ekspektasi atas pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, bersih, transparan, dan tertanggung jawab, tentu disertai dengan partisipasi aktif semua pihak, termasuk masyarakat selaku pemilih yang berkuasa penuh dalam menentukan arah bangsa ini kedepan.


Wawan Oat
Peneliti CentrEast (Center For Economics and Social Studies)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun