Mohon tunggu...
Pahala BoySimatupang
Pahala BoySimatupang Mohon Tunggu... mahasiswa

Orang dengan rasa ingin tahu yang tinggi memiliki dorongan kuat untuk mencoba hal-hal baru dan berani mengambil risiko dalam mencari pengalaman baru. Mereka tidak takut untuk keluar dari zona nyaman dan selalu mencari peluang untuk belajar dan tumbuh.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mahasiswa Belajar Dari Ai, Tapi Apakah Ai Bisa Menggantikan Dosen ?

16 Juli 2025   23:33 Diperbarui: 16 Juli 2025   23:33 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Bayangkan seorang mahasiswa duduk di kamar kos, membuka laptop, mengetik satu kalimat di ChatGPT dan dalam hitungan detik, keluar esai lengkap, rapi, dan penuh referensi. Tugas selesai tanpa berkeringat. Tapi tunggu dulu, apakah ini revolusi pendidikan atau awal dari kemunduran berpikir?

Di tengah revolusi teknologi yang kian cepat, penggunaan kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT menjadi fenomena yang tak terelakkan di dunia pendidikan tinggi. Banyak mahasiswa merasa terbantu untuk memahami materi dan menyusun argumen. Namun, tak sedikit yang mulai bergantung secara penuh menggunakan AI bukan sebagai alat bantu, tetapi sebagai jalan pintas.

Lalu, apakah kehadiran AI memperkuat semangat belajar kritis atau justru mengikis proses belajar itu sendiri? Di sinilah kita perlu memikirkan ulang: bagaimana peran mahasiswa, dosen, dan sistem pendidikan dalam menghadapi gelombang AI yang semakin besar?

AI: Alat Bantu atau Jebakan Nyaman?

Tidak dapat dipungkiri, AI mampu mengurai teori yang rumit, menjelaskan ulang konsep sulit, bahkan memberi referensi yang relevan dalam waktu singkat. Bagi mahasiswa yang kewalahan dengan beban tugas, ini tentu penyelamat. Namun di balik kemudahan itu, muncul fenomena baru: ketergantungan intelektual.

Banyak mahasiswa hanya menyalin hasil AI tanpa benar-benar memahami isinya. Akibatnya, proses berpikir kritis yang seharusnya terasah lewat membaca, menganalisis, dan berdiskusi perlahan tergerus. Mahasiswa menjadi "penyampai informasi", bukan lagi "pemikir aktif".

Alih-alih menggunakannya untuk memperluas pemahaman, sebagian mahasiswa justru menggunakannya untuk menyiasati waktu dan menghindari proses berpikir mendalam. Inilah jebakan yang sering tidak disadari: merasa produktif, padahal sebenarnya sedang berjalan mundur.

Apakah Peran Dosen Akan Tergantikan?

Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah: apakah dosen akan tergantikan? Jika AI bisa menjawab semua pertanyaan dan menjelaskan semua topik, untuk apa kuliah?

Di sinilah peran dosen justru semakin penting, bukan untuk memberikan jawaban, tetapi untuk mengarahkan proses berpikir, memberikan konteks, nilai, dan integritas. AI mampu menyampaikan data, tetapi tidak mampu memahami etika, niat, atau memberi pertimbangan moral yang khas manusia.

Dosen adalah pembimbing yang menantang mahasiswa untuk berpikir kritis, mempertanyakan argumen, dan membentuk sikap ilmiah. Hal-hal ini tak dapat dilakukan oleh mesin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun