Di dunia kerja, saya kerap bersua dengan beragam karakter. Ada yang rajin, dan ada pula tertatih-tatih beradaptasi dengan sistem.
Bahkan, ada pula yang mentalnya ringkih hanya karena sebuah teguran di grup WhatsApp. Konyolnya lagi, teguran itu sifatnya umum, bukan ke yang bersangkutan.
Kapan hari, saya menegur hasil kerja tim yang amburadul lewat pesan di grup. Teguran itu jelas untuk semua, supaya jadi pengingat.
Nah keesokan harinya, saya dengar kabar dari teman yang jadi tempat curhat si anak.
Intinya, anak itu semacam curhat ke rekan saya, atau mungkin lebih tepatnya bersikap manipulatif. Pertama, ia mengucapkan terima kasih karena hanya rekan saya itulah yang memberikan perhatian sejak awal.
Kemudian, ia lalu mengaku akhir-akhir ini sengaja tidak aktif karena ada banyak prioritas lain. Buset. Ini urusan kerjaan lho.
Katanya juga, ia merasa tidak nyaman karena ada beberapa kalimat dari editor yang bikin dia sakit hati (ya, siapa lagi kalau bukan saya).
Ia pun mengaku paham bahwa ini urusan kerja, tetapi ketika ia diam, justru merasa seperti disindir di grup sehingga makin berat perasaannya.
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Bagaimana bisa bekerja sama kalau semua masukan dianggap serangan?
Belakangan ini saya sering melihat pola serupa. Ditegur sedikit baper, dikoreksi malah ngeyel. Bahkan ketika saya bilang, "jangan ngeyel," dia tersinggung dan bilang, "itu kata kasar, Mas."