Hari ini saya melewati sebuah persimpangan, tepat sesudah pintu perlintasan kereta api. Wah, suasanya bukan main ramai dan semrawut. Khususnya sesaat setelah kereta lewat, seperti dua kubu yang berhadapan mau berperang. Masing-masing menghentak maju penuh semangat. Tepat di persimpangan, ada rambu yang melarang kendaraan berbelok ke kanan, kendaraan harus berbelok ke kiri dan memutar balik beberapa ratus meter di depan untuk dapat mengarah ke jurusan kanan, dan seperti biasa banyak sekali kendaraan yang melawan arah dan nekat langsung berbelok ke kanan, walau dengan resiko memotong arah lalu lintas dari sebelah kanan. Sebaliknya, di persimpangan yang berlawanan pun demikian. Kendaraan dengan senang hati melawan arah dan memotong arah lalu lintas.
Setelah bersusah payah berjuang melewati persimpangan, belok kiri dan kemudian memutar balik, terlintaslah dalam pikiran saya fenomena "persimpangan" tadi. Saya bayangkan bahwa di dalam hidup ini pun kita memiliki banyak "persimpangan jalan". Situasi di mana kita harus membuat pilihan mau lewat mana untuk mencapai tujuan-tujuan hidup kita. Banyak kali aturan, rambu, norma dalam hidup ini mengharuskan atau mengarahkan kita untuk melewati sedikit lika liku hingga kita bisa mencapai tujuan hidup kita. Tetapi seperti sebagian besar kendaraan saat ini, kita terkadang lebih suka membuat shortcut. Jalan pintas. Meskipun kita tahu jalan pintas tersebut tidak benar menurut aturan yang berlaku. Bahkan tidak jarang jalan pintas tersebut berbahaya dan kita dengan enteng menganggap remeh bahaya yang berpotensi terjadi. Bayangkan betapa banyak terjadi kecelakaan karena memotong arah lalu-lintas? Kecelakaan karena melawan arah? Kecelakaan karena tidak mengindahkan rambu yang berlaku? Hal yang sama berlaku saat kita melakukan shortcut atas persimpangan jalan hidup kita, apabila shortcut tersebut menabrak rambu atau norma atau nilai kebenaran yang berlaku.
Tidak mengherankan korupsi merajalela dengan penuh semrawut dalam kehidupan kita saat ini. Begitu banyak orang memilih melakukan shortcut korupsi, saat mereka ada di persimpangan jalan kehidupan mereka. Tidak mengherankan kejahatan membabi buta. Banyak yang terhimpit, tergiring dalam semrawutnya persimpangan hidup dan memilih jalan pintas yang tidak elok. Terkadang, kita pun terjebak, tergiring ke sebuah persimpangan hidup yang ribet, semrawut dan sulit rasanya untuk tidak ikut arus mainstream, karena akhir-akhir ini pelanggaran sering dilakukan rame-rame. Makanya pernyataan "bukan saya saja kok yang melanggar, yang lain juga..." menjadi sebuah dasar pegangan yang dianggap benar untuk terus melakukan jalan pintas yang keliru.
Hari ini kita bisa "berhasil" dalam jalan pintas yang salah. Besok pun akhirnya dilakukan lagi. Dari coba-coba, atau ikut-ikutan, kita menjadi pelaku tetap. Dari iseng-iseng, menjadi kebiasaan. Dari kebiasaan akhirnya menjadi karakter. Dari karakter menjelma menjadi identitas dan akhirnya identitas ini dipertahankan sebagai sebuah kebenaran.Â
Bagaimana dengan persimpangan jalan hidup kita? Seperti apa identitas kita saat ini? Menarik untuk kita lihat ke dalam diri kita dan menelusuri, apakah jalan pintas yang salah sudah menjadi bagian dari identitas kita? Mari merubah hidup lebih baik dari dalam sehingga tujuan hidup kita tercapai dengan cara yang benar.
Â
Salam